Walaupun perempuan masa kini juga dituntut untuk aktif bermasyarakat, tidak ada yang bisa menggantikan peran ibu dalam keluarga. Ikatan antara anak dan ibu ia nilai lebih dekat daripada ikatan anak dengan ayah.
Oleh
Sekar Gandhawangi
·3 menit baca
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Dialog seputar Pancasila diselenggarakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila di Bengkulu, Jumat (13/9/2019). Acara itu berjudul ”Menyusuri Ajar Ibu: Dialog dan Metalog Antargenerasi Kalangan Perempuan”.
BENGKULU, KOMPAS — Peran ibu dinilai krusial sebagai pendidik nilai-nilai Pancasila dalam lingkup keluarga. Hal itu berpengaruh terhadap terbentuknya sumber daya manusia berkualitas.
Topik ini mengemuka dalam dialog yang diselenggarakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Bengkulu, Jumat (13/9/2019). Acara itu bertajuk ”Menyusuri Ajar Ibu: Dialog dan Metalog Antargenerasi Kalangan Perempuan”.
”Peran perempuan dalam pendidikan Pancasila di keluarga sangat mendasar. Perempuan mendidik anaknya sejak dalam kandungan hingga lahir mengenai apa yang baik dan tidak. Hal itu didasarkan pada nilai-nilai Pancasila,” kata Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi BPIP Rima Agristina.
Rima mengatakan, walaupun perempuan masa kini juga dituntut untuk aktif bermasyarakat, tidak ada yang bisa menggantikan peran ibu dalam keluarga. Ikatan antara anak dan ibu ia nilai lebih dekat daripada ikatan anak dengan ayah.
Artinya, perempuan memiliki kesempatan lebih besar untuk membentuk karakter dan kepribadian anak. ”Ini menentukan kualitas sumber daya manusia masa depan,” katanya.
Pendidikan di sekolah pun dirasa tidak cukup untuk mengajari anak-anak soal Pancasila. Sebab, pendidikan formal hanya membagikan pengetahuan, sedangkan anak-anak harus menjalani kehidupan bermasyarakat. Pancasila, menurut Rima, harus diamalkan melalui interaksi anak dalam kehidupan sehari-hari.
”Peran ibu dalam hal ini sebenarnya bukan isu baru. Nilai-nilai (luhur) yang ditanamkan ibu dalam keluarga telah dilakukan sejak zaman dahulu. Yang kami lakukan sekarang adalah menyadarkan kembali bahwa nilai itu tidak lepas dari Pancasila,” tutur Rima.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Rima Agristina di Bengkulu, Jumat (13/9/2019).
Pendekatan kultural
Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP Lia Kian mengatakan, pendidikan dan sosialisasi Pancasila juga bisa dilakukan dengan pendekatan kultural. Hal ini ia nilai lebih efektif dibandingkan dengan indoktrinasi Pancasila.
Upaya itu dilakukan sebelumnya oleh BPIP di Ende, Nusa Tenggara Timur, pada Agustus 2019. Sosialisasi Pancasila dilakukan dengan melibatkan penduduk setempat dengan mengangkat budaya lokal. Hal serupa dilakukan pula di Bengkulu September 2019. Kegiatan yang sama akan diselenggarakan dalam waktu dekat di kawasan Borobudur, Jawa Tengah.
”Sosialisasi Pancasila bukan lagi bersifat indoktrinasi. Kami coba masuk (kepada masyarakat) melalui perspektif budaya,” kata Lia.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Lia Kian di Bengkulu, Jumat (13/9/2019).
Berdasarkan survei Badan Nasional Penanggulangan Terorisme 2017, kearifan lokal bisa membantu menangkal terorisme sebesar 99,43 persen. Kearifan lokal itu termasuk antara lain seni, budaya, gotong royong, dan tradisi.
Di Bengkulu, dialog tentang Pancasila ditutup dengan peragaan busana oleh para perempuan daerah setempat. Kegiatan dilaksanakan di kediaman Presiden Soekarno semasa pengasingan di Bengkulu (1938-1942). Ada sekitar 23 orang terlibat.
Busana yang dikenakan hasil rancangan desainer Dian Erra Kumalasari. Busana itu dibuat dengan wastra dari beragam daerah di Nusantara, antara lain Sumatera, Sumba, dan Papua.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Pemudi Bengkulu mengenakan busana rancangan Dian Erra Kumalasari di Bengkulu, Jumat (13/9/2019). Peragaan busana itu dilakukan sebagai rangkaian acara pembinaan Pancasila oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dengan pendekatan kultural.
”Peragaan busana ini dilakukan dengan melibatkan penduduk lokal dan kain lokal. Tujuannya menanamkan rasa cinta dan bangga kepada anak-anak bahwa kain (hasil buatan) ibu mereka itu hebat,” kata Dian.