Udara Sumbar Semakin Buruk, Warga Diimbau Kurangi Aktivitas Luar Ruangan
Kualitas udara di Sumatera Barat dalam empat hari belakangan semakin memburuk akibat kiriman asap kebakaran hutan dan lahan di provinsi tetangga. Warga pun diimbau mengurangi aktivitas di luar ruangan.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS -- Kualitas udara di Sumatera Barat dalam empat hari belakangan semakin memburuk akibat kiriman asap kebakaran hutan dan lahan di provinsi tetangga. Warga pun diimbau mengurangi aktivitas di luar ruangan atau menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DHL) Sumbar Siti Aisyah di Padang, Jumat (13/9/2019), mengatakan, konsentrasi PM 10 dan PM 2,5 terus meningkat. Biasanya nilai rata-rata masing-masing PM 10 dan PM 2,5 di Padang hanya 25-30 mikrogram per meter kubik (µg/m3). Pagi ini, nilai PM 10 dan PM 2,5 sudah mencapai 96 µg/m3 dan 83 µg/m3.
"Kualitas udara di Padang terpantau memburuk tiga kali lipat dibandingkan biasanya. Nilai rata-rata PM 10 meningkat dari kategori baik menjadi sedang. Sementara, PM 2,5 sudah melewati ambang batas 65 µg/m3 atau kategori bahaya," kata Aisyah.
Pantauan Kompas di sekitar Kota Padang, Jumat, kabut asap menebal dibandingkan dua hari sebelumnya. Dua hari lalu asap tipis baru terlihat jika melihat perbukitan. Sementara, Kamis kemarin, asap terlihat jelas di permukiman dan jalan raya.
Aisyah menjelaskan, DLH baru memiliki data kualitas udara di Padang, sedangkan kabupaten/kota lainnya belum. Sumbar baru memiliki satu alat pengukur kualitas udara setiap waktu yang dipasang di kantor gubernur. Meskipun demikian, DLH Sumbar sudah meminta DLH kabupaten/kota mengukurnya dengan cara biasa.
Menurut Aisyah, alat pengukur yang dipasang di kantor gubernur merupakan bantuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dipasang di Padang karena di antara 19 kabupaten/kota, kualitas udaranya paling buruk di hari biasa.
"Namun, dalam kondisi kabut asap ini, kualitas udara Kota Padang bukan yang paling buruk karena berada di tengah (paling barat). Yang paling terdampak sebenarnya kabupaten/kota yang berbatasan dengan Riau dan Jambi. Jika Padang saja kualitasnya buruk, kabupaten/kota lain lebih parah," ujar Aisyah.
Kepala Pelaksana BPBD Sumbar Erman Rahman mengatakan, kabut asap yang masuk ke Sumbar merupakan kiriman dari Riau dan Jambi yang mengalami kebakaran hutan dan lahan. Di Sumbar, sebenarnya juga terjadi kebakaran, seperti di Dharmasraya, Pesisir Selatan, dan Tanah Datar, tetapi tidak banyak dan sudah dapat diatasi.
Wilayah paling terdampak kabut asap antara lain Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Limapuluh Kota, dan Kabupaten Sijunjung. (Erman Rahman)
"Wilayah paling terdampak kabut asap antara lain Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Limapuluh Kota, dan Kabupaten Sijunjung. Daerah itu merupakan daerah perbatasan," kata Erman.
Berdasarkan data Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, terdapat 7 titik panas di Sumbar dalam 24 jam terakhir. Sementara itu, di Riau dan Jambi, jumlah titik panas masing-masing 325 titik dan 498 titik.
Menanggapi kejadian ini, Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit mengeluarkan surat imbauan. Warga diimbau untuk mengurangi aktivitas di luar ruangan dalam jangka waktu lama. Adapun pemerintah kabupaten/kota diharapkan mengimbau pihak sekolah menunda aktivitas siswa di luar ruangan, seperti olahraga dan upacara.
"Jika aktivitas di luar ruangan terpaksa dilakukan, warga diharapkan menggunakan masker. Sebab, kualitas udara mulai berisiko mengganggu kesehatan," kata Nasrul. Imbauan berlaku hingga kualitas udara kembali normal.
Kualitas udara mulai berisiko mengganggu kesehatan. (Nasrul Abit)
Lebih lanjut Nasrul mengimbau pengendara menghidupkan lampu saat bepergian. Pemerintah kabupaten/kota diimbau pula untuk mengukur kualitas udara di daerah masing-masing.
Jumat siang, Pemprov Sumbar, Dinas Lingkungan Hidup Sumbar, BPBD Sumbar, dan pihak lainnya mulai membagikan masker kepada pengendara di Kota Padang. Setidaknya ada 12.000 masker yang dibagikan. Nasrul berharap daerah lainnya juga membagikan masker ke warga untuk mengurangi risiko kabut asap.
"Mudah-mudahan hujan cepat turun atau angin berubah arah sehingga kabut asap bisa hilang," ujar Nasrul.
Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang Manat Panggabean memperkirakan kemarau di Sumbar baru akan berakhir awal Oktober. Kabut asap kemungkinan masih akan bertahan hingga kemarau berakhir.