Seratus tahun setelah Official Tourist Bureau berdiri di Bali, Indonesia menghadirkan 10 Bali Baru. Empat di antaranya, ditambah dengan Likupang, merupakan destinasi superprioritas. Akankah pesona Bali tergantikan?
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
Kompas/Riza Fathoni
Wisatawan asing menikmati panorama sawah berundak di Desa Jatiluwih, di Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, Jumat (9/8/2019). Desa Jatiluwih telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia (WBD) sejak tahun 2012 karena mempunyai keunikan dan ciri khas pada sistem pertaniannya, yaitu dengan menggunakan konsep filosofi Tri Hita Karana. Berawal dari kearifan lokal, kini Jatiluwih telah menjelma sebagai tujuan wisata terasering Bali selain Ubud.
Kurang lebih seabad lamanya, pariwisata Bali dikenal dunia. Pulau Dewata itu pun berjasa cukup besar bagi perekonomian negara yang memiliki belasan ribu pulau. Namun, kini, Pemerintah Indonesia terus giat mengembangkan Bali baru.
Potensi pariwisata Bali sudah disadari sejak zaman penjajahan Belanda. Dikutip dari buku Bali: Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata (2006) karya Michel Picard, sebuah perhimpunan kepariwisataan bernama Vereeneiging Toeristen Verkeer sampai membangun biro perjalanan Official Tourist Bureau di Bali pada 1914.
Perlahan, tetapi pasti, citra Bali terbangun lewat beragam publikasi dan pembangunan infrastruktur pariwisata. Bali dikenal dengan kekayaan budaya, kesenian, dan kecantikan alamnya, mulai dari pantai hingga dataran tinggi. Tidak hanya itu, Bali juga jadi destinasi hiburan, bisnis, dan pertemuan.
Saat ini, Bali masih menjadi primadona pariwisata di Indonesia. Berdasarkan riset Asia Pacific Destinations Index (APDI) Mastercard, bagian dari Global Destination Cities Index (GDCI), yang dirilis pada Senin (9/9/2019), Bali menempati peringkat ke-9 dari 20 kota tujuan wisata di Asia Pasifik selama 2018.
KOMPAS/ WAWAN H PRABOWO
Deretan Payung yang tertancap rapi di atas pasir putih mewarnai Pantai Double Six di kawasan Seminyak, Bali, Senin (19/8/2019). Pantai Double Six menjadi salah satu destinasi wisata pilihan wisatawan yang ingin menikmati pemandangan matahari terbenam.
Bali menjadi satu-satunya kota dari Indonesia yang masuk daftar tersebut dengan catatan jumlah kunjungan 8,3 juta wisatawan mancanegara (wisman). ”Jumlah tersebut menunjukkan tingkat pertumbuhan majemuk total wisatawan yang berkunjung ke Bali sebesar 12,3 persen dalam sembilan tahun terakhir,” kata Senior Vice President, Data & Services, Asia Pasific Mastercard Rupert Naylor.
Jumlah wisatawan di pulau itu menempatkan Bali sebagai penyumbang terbesar bagi devisa negara dari sektor jasa pariwisata. Dalam survei APDI, rata-rata wisman di Bali menghabiskan waktu selama 8,6 hari dan mengeluarkan 125 dollar AS per hari.
Pada 2018, devisa dari sektor pariwisata Indonesia sebesar 19,2 miliar dolar AS. Dari jumlah itu, sebesar 40 persen berasal dari belanja wisman.
Seratus tahun setelah Official Tourist Bureau berdiri, Pemerintah Indonesia mencoba menyebarkan pusat-pusat pariwisata ke berbagai daerah yang memiliki potensi wisata khusus. Pada awal kepemimpinan Presiden Joko Widodo di tahun 2014, pemerintah memilih 10 destinasi yang akan diprioritaskan untuk dikembangkan.
Destinasi pariwisata prioritas tersebut adalah Danau Toba di Sumatera Utara, Tanjung Kelayang di Kepulauan Bangka Belitung, Tanjung Lesung di Banten, Kepulauan Seribu di DKI Jakarta, dan Candi Borobudur di Jawa Tengah.
Kemudian Bromo, Tengger, Semeru di Jawa Timur, Mandalika di Nusa Tenggara Barat, Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur, Wakatobi di Sulawesi Tenggara, dan Morotai di Maluku Utara. Kesepuluh tempat itu kemudian disebut destinasi Bali Baru.
Kejar pembangunan
Pemerintah kemudian memfokuskan pembangunan pada empat destinasi superprioritas yang diproyeksikan bisa menarik devisa hingga 4,5 miliar dollar AS setahun.
Devisa itu ditargetkan didapat dari 1 juta wisatawan di Danau Toba, 2 juta wisatawan di Borobudur, 1 juta wisatawan di Mandalika, dan 4,5 juta wisatawan di Labuan Bajo.
Daya tarik yang diangkat dari destinasi superprioritas itu tidak hanya dari apa yang tersedia di sana. Jika Borobudur telah dikenal sebagai mahakarya dunia dan Danau Toba sebagai danau vulkanik terbesar di dunia. Mandalika di Lombok yang bertetangga dengan Bali akan menjadi pembeda karena sirkuit balap jalan raya yang direncanakan mulai dioperasikan di 2021.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, dan Gubernur Sulut Olly Dondokambey di Likupang, Minahasa Utara, Kamis (4/7/2019).
Tidak cukup dengan empat destinasi, Juli lalu, Presiden meminta untuk menambahkan satu destinasi superprioritas yang pembangunan infrastruktur dasarnya harus selesai pada 2020. Daerah itu adalah Likupang di Sulawesi Utara. Likupang direncanakan menjadi kawasan ekonomi khusus (KEK) dengan wisata ekologi flora dan fauna Wallacea sebagai keunggulannya.
Prioritas untuk menjadikan Likupang sebagai KEK dimaksudkan agar investasi cepat masuk dan mengambil potensi wisata yang sedang tumbuh di Sulawesi Utara. Kini, pengerjaan infrastruktur dasar, seperti terminal, landasan pacu bandara, perluasan terminal, hingga perbaikan plaza di pantai terus dikejar agar selesai pada 2020.
”Ya, memang seperti itu bekerja, orang datang ke sini kemudian melihat cantik indah bagus, ya, akan kembali lagi. Jangan kalah dengan Bali suatu saat nanti,” ujar Presiden Joko Widodo dalam kunjungannya ke Sulawesi Utara, 5 Juli 2019, seperti dikutip dari siaran pers Sekretariat Kabinet RI.
Ya, memang seperti itu bekerja, orang datang ke sini kemudian melihat cantik indah bagus, ya, akan kembali lagi. Jangan kalah dengan Bali suatu saat nanti.
Pembangunan KEK pariwisata juga akan dilanjutkan hingga mencapai 100 di wilayah 10 Bali Baru. Hingga saat ini, sudah ada empat KEK pariwisata di area 10 Bali baru, yaitu KEK Pariwisata Tanjung Lesung, KEK Pariwisata Mandalika, KEK Pariwisata Morotai, dan KEK Pariwisata Tanjung Kelayang Belitung. Pengembangan semua KEK diperkirakan memerlukan dana Rp 500 triliun.
Menteri Pariwisata Arief Yahya saat menjawab pertanyaan Kompas, kemarin, mengatakan, Bali Baru mungkin tidak akan mampu menyaingi Bali yang akan terus berkembang. Namun, kesuksesan pembangunan pariwisata Bali akan menjadi standar guna menjadi solusi terbaik dalam mengembangkan perekonomian daerah.
”Jadi, Bali Baru itu judul agar kita seperti Bali. Sementara Bali akan terus bagus dan jadi standar agar kita punya destinasi yang jumlah kunjungannya relatif besar,” ujarnya.