Rapat dengar pendapat antara DPR, Kemendagri, serta KPU dan Bawaslu di Jakarta, Senin (8/7/2019). Rapat tersebut membahas PKPU yang mengatur Pilkada 2020.
JAKARTA, KOMPAS - Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang bisa menjadi jalan tercepat untuk mengisi ketidakpastian hukum penyelenggaraan Pilkada serentak 2020. Hal ini menyusul tumpang tindihnya bentuk lembaga pengawas pada Pilkada serentak 2020 dan Pemilu serentak 2019.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, Rabu (11/9/2019) mengatakan tumpang tindih tersebut terjadi pada pada kelembagaan Panitia Pengawas di tingkat kabupaten/kota dalam ajang Pilkada serentak 2020. Lembaga tersebut bersifat ad hoc, padahal sebelumnya pada Pemilu serentak 2019 telah ada pula kelembagaan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga tingkat kabupaten/kota yang bersifat permanen.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), imbuh Fadli, merupakan solusi cepat untuk mengatasi persoalan tersebut. Ia mengatakan, dalam hal ini Bawaslu bisa saja melakukan pendekatan kepada presiden agar menerbitkan Perppu.
“Karena ihwal kegentingan memaksa (syarat terbitnya Perppu) bisa dipenuhi, jika dilihat dari sisi kemanfaatan,” kata Fadli.
Fadli mengatakan, jika hendak konsisten, Bawaslu mesti merujuk pada UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada. Hal ini menyusul pelaksanaan Pilkada serentak 2020 yang berada di bawah rezim pilkada.
Akan tetapi, imbuh Fadli, dari sisi kemanfaatan dan penggunaan anggaran negara, praktik tersebut merupakan pemborosan besar. Hal ini menyusul keberadaan lembaga pengawas yang sudah dibentuk secara permanen, justru mesti dibentuk dan direkrut ulang anggotanya dengan kelembagaan yang bersifat ad hoc atau sementara.
“Ini termasuk kegagalan legislasi rezim ini. Menimbulkan ketidakpastian hukum jadinya,” ujar Fadli.
Menurut Fadli, saat ini sejumlah pihak juga tengah mengajukan uji materi terkait aturan tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Selain itu, langkah yang mungkin bisa dilakukan adalah penyelenggara pemilu melakukan konsultasi kepada DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang.
“Dengan (berkonsultasi dan menanyakan) perbedaan ini (antara rezim UU Pilkada dan UU Pemilu) apa yang sebaiknya dilakukan,” sebut Fadli.
Akan tetapi penerbitan Perppu tetap dinilai sebagai jalan paling logis pada saat ini. Hal itu, imbuh Fadli dilakukan sembari mendorong Mahkamah Konstitusi untuk segera memutus uji materi terkait yang dilakukan.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat Alwan Ola Riantoby sebelumnya juga mendorong agar Perppu diterbitkan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Ia menilai, revisi UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada akan lebih memakan waktu dan energi mengingat baru saja terpilihnya anggota DPR.
Ketua Bawaslu Abhan pada Rabu petang mengatakan bahwa sejauh ini kemungkinan yang paling bisa ditempuh adalah dengan melakukan revisi UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada. Menurut Abhan, Bawaslu juga sudah meminta kepada pemerintah dan DPR untuk melakukan revisi UU Pilkada.
“Kami sudah meminta pemerintah dan DPR, sudah audiensi dengan presiden untuk melakukan revisi UU Pilkada tersebut,” sebut Abhan.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Komisioner KPU berbincang dan menyimak tanggapan peserta uji publik rancangan peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang tahapan, program, dan jadwal pemilihan kepala daerah tahun 2020 di Kantor KPU, Jakarta, Senin (24/6/2019). Uji publik untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari peserta pemilu dan berbagai pihak yang terlibat dalam seluruh proses penyelenggaraan Pilkada. Pilkada serentak rencananya bakal digelar pada 23 September 2020. Ada 270 daerah yang rencananya ikut menggelar Pilkada.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.