Kualitas Udara Tangsel Masih di Bawah Batas Ambang
Oleh
PINGKAN ELITA DUNDU
·3 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS -- Kualitas udara yang mengacu pada PM2,5 dengan waktu pengukuran 24 jam di Kota Tangerang Selatan pada Agustus 2019 masih berada di angka 59,2 mikrongram/meter kubik. Sementara di bulan April 2019 tercatat nilai baku mutu sebesar 55,8 mikrogram/meter kubik.
Angka ini masih bawah ambang batas baku mutu seperti yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup 65 mikrogram/meter kubik seperti yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dalam surat keputusan nomor 45 tahun 1997. Berdasarkan itu, Kota Tangerang menolak dikatakan sebagai salah satu kota dengan kualitas udara yang buruk.
Sama halnya dengan indeks kualitas udara untuk parameter SO dan CO sebesar 36,17 mikrongram per meter kubik atau masih dalam kategori baik.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Kota Tangerang Selatan, Budi Hermanto mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan pihak ketiga jasa laboratorium yang telah terakreditasi Komite Akreditasi Nasional, yakni Laboratorium Medio Pratama untuk pemantauan udara ambien tersebut.
Bahkan, kata Budi, pihak juga melakukan monitoring secara rill time dari monitoring kualitas udara yang dimiliki Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Banten berlokasi di Samsat Serpong denga nilai PM 2,5 rata-rata 24 jam.
Menurut Budi, bentuk pemantauan yang dilakukan adalah melakukan pengambilan sampel udara ambient dengan menggunakan alat impinger dan metode sesuai SNI. Dalam pengukuran baku mutu udara ambien, kata Budi, merek menggunakan metode gravimeteic dengan peralatan Hi-Vol.
Mengacu dari hasil pemantauan yang telah dilakukan selama ini, Budi menyatakan keheranan jika ada lembaga yang menyatakan kalau hasil pengukuran udara yang menyatakan kualitas udara di Kota Tangerang Selatan berada di atas batas ambang. Kondisi kualitas udara ini lebih tinggi dari Kota Tangerang, apalagi Kota Bekasi yang adalah kota industri dengan kemacetan lalulintas yang sangat padat.
Padahal, tingkat kepadatan kendaraan dan kemacetan di Kota Tangerang Selatan tidak sepadat dan semacet Bekasi. Juga Kota Tangerang Selatan tidak banyak memiliki industri yang menggunakan cerobong asap, kecuali di Serpong Utara, pabrik yang sudah ada sejak kota ini masih masuk wilayah Kabupaten Tangerang.
Bahkan, jelas Budi, wilayah Kota Tangerang Selatan makin banyak pohon apalagi setelah program sejuta pohon yang dicanangkan Presiden RI Joko Widodo. Tangerang Selatan mendapat predikar juara II untuk kategori kota besar dalam penghargaan Langit Biru. Sebelumnya, mendapat juara I untuk penghargaan serupa skala kota kecil.
"Kami menggunakan sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah. Kalau yang menyatakan kualitas udara di Tangsel melebihi batas ambang, mereka mengambil sampel seperti apa, berapa lama, menggunakan alat apa, serta mengolah data pakai metode apa dan seperti apa. Ini yang patut dipertanyakan," ujar Budi.
Pihaknya, kata Budi, sejauh ini sudah memantau kualitas udara ambien sesaat di 7 titik lokasi dan kualitas udara ambien 24 jam pada dua titik lokasi. Pengambilan sampel yang dilakukan pada Agustus 2019 adalah di persimpangan Muncul, titik termacet dengan tingkat kepadatan kendaraan sangat tinggi. Sementara di bulan April, mereka mengambil sampel di lokasi Buaran.
Budi mengatakan, tahun 2019 ini pihaknya juga akan melakukan kegiatan evaluasi kualitas udara perkotaan (EKUP) yang mencakup kegiatan survei kinerja lalulintas, pengukuran emisi gas buang kendaraan bermotor, dan pemamtauan kualitas udara tepi jalan raya yang akan mendapatkan penilaian udara dari Kementerian Lingkungan Hidup.