Bicara tentang Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia, tidak lepas dari sosok Bacharuddin Jusuf Habibie. hingga akhir hayatnya Habibie menjadi inspirasi cendekiawan muslim.
Oleh
Andy Riza Hidayat
·3 menit baca
Sosok almarhum Presiden ke-3 RI Bacharuddin Jusuf Habibie tidak lepas dari perannya saat memimpin Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia (ICMI). Cendekiawan muslim yang melakukan simposium di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur sepakat memilih Habibie sebagai formatur tunggal organisasi itu, Jumat (7/12/1990). Pemilihan ini mengantarkan Habibie menjadi Ketua Umum ICMI periode pertama.
Kehadiran ICMI menjadi babak baru munculnya organisasi keislaman di Indonesia. Sebagian kalangan mengkritik agar ICMI dapat melepaskan diri dari birokrasi pemerintah.
Kritik ini muncul karena saat itu Habibie menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi. Pada saat yang sama, putra kelahiran Parepare 21 Juni ini juga menjabat sebagai Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Menurut pengkritik, budaya birokrat akan berbenturan dengan sikap cendekiawan. Sebab budaya itu dianggap mengembangkan keterbukaan, kemandirian, sikap kritis, menjunjung nilai-nilai kebenaran, keadilan serta berorientasi pada rakyat kecil. Kritik muncul di acara sarasehan yang digelar Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat (LPAM) Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Rabu (30/1/1991) di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta.
Ketua Jurusan Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) Dr Amir Santoso saat itu menegaskan, ICMI sebagai wadah berhimpun para cendekiawan muslim seharusnya memiliki keberanian untuk mandiri dan tidak tergantung pada birokrasi. Dengan sikap mandirinya, ICMI pada saat-saat tertentu dapat mengambil peran sebagai kelompok penekan, dan pada saat lain menjadi kelompok kepentingan.
"Dengan dua peran yang dapat dimainkannya itu, ICMI akan dapat tampil sebagai kelompok yang melakukan kritik sekaligus pembaruan- pembaruan. Namun bila ICMI terlalu kuat didominasi oleh kalangan birokrat, maka ICMI hanya akan mampu tampil sebagai organisasi korporasi," kata Amir Santoso (Kompas, 31/1/1991).
Bukan organisasi politik
Menangapi itu, Habibie menegaskan ICMI bukan organisasi politik dan bukan merupakan organisasi massa, dan juga tidak bernaung di bawah organisasi politik. Habibie menegaskan tujuan pembentukan ICMI untuk meningkatkan kualitas hidup, kualitas bekerja dan berkarya, serta kualitas berpikir seluruh bangsa Indonesia, khususnya umat Islam.
Habibie juga menegaskan ICMI sebagai organisasi yang terbuka. "Terbuka tapi tidak berarti menelanjangi diri sendiri, kan," kata Rabu (13/2/1991) di BPPT Jakarta, sewaktu mengumumkan susunan pengurus ICMI.
Habibie menegaskan tujuan pembentukan ICMI untuk meningkatkan kualitas hidup, kualitas bekerja dan berkarya, serta kualitas berpikir seluruh bangsa Indonesia, khususnya umat Islam
Selanjutnya Habibie mengatakan ICMI tidak mengarah hanya pada wadah penelitian bahkan memiliki laboratorium, "Saya rasa jangan," kata Habibie, Rabu (13/2/1991) di BPPT Jakarta, saat mengumumkan susunan pengurus ICMI.
Komitmen Habibie itu ditunjukkan saat dia memimpin organisasi itu. Pada 13 Agustus 1994, ICMI menjalin kerja sama dengan organisasi cendekiawan lain. Mereka adalah Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI), Ikatan Sarjana Katolik (ISKA), Forum Cendekiawan Hindu Indonesia (FCHI), dan Keluarga Cendeiawan Buddhis Indonesia (KCBI). Pegiat organisasi sepakat membuat Pernyataan Bersama Cendekiawan Indoesia.
Lima tahun pertama memimpin ICMI, Habibie mengatur langkah-langkah penting. Membuat anggaran dasar yang mencerminkan jiwa bangsa Indonesia. Mengupayakan ICMI diterima banyak elemen masyarakat. Menjamin sistem organisasi sesuai dengan budaya bangsa dan agama.
Hal ini tertuang dalam buku berjudul ICMI, Dinamika Politik Islam di Indonesia, karya A Makmur Makka dan Dhurorudin Mashad (1997). Wajar, jika penerus organisasi ini merasa terinspirasi dengan kepemimpinan Habibie.
Inspirasi penerusnya
Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie mengakui takan, hingga akhir hayatnya Habibie menjadi inspirasi cendekiawan muslim. "Kami sungguh berduka dan merasa kehilangan sosok beliau. Hingga akhir hayatnya, beliau masih aktif memberikan sumbangsih pengetahuan bagi bangsa dan negara, khususnya bagi ICMI," ucap sesaat setelah Habibie meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, di Jakarta, Rabu (11/09/2019).
Mantan Presiden kelahiran 25 Juni 1936 di Parepare, Sulawesi Selatan ini meninggal dunia dalam usia ke-83. Pihak keluarga berencana memakamkan Presiden ke-3 RI BJ Habibie di samping Nyonya Hasri Ainun Besari Habibie. Keduanya akan bersanding di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata, Jakarta. Adapun rencana pemakaman digelar pada Kamis (12/9/2019) ini.
Ny Ainun meninggal dunia lebih dahulu pada 22 Mei 2010, München, Jerman. Pasangan Habibie dan Ainun melahirkan dua putra bernama Thareq Kemal Habibie dan Ilham Akbar Habibie.