Pendekatan yang holistik dan lintas disipliner menjadi keniscayaan di semua bidang pembangunan, termasuk yang dilakukan oleh bidang keinsinyuran.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan zaman tidak lagi membutuhkan pola pembangunan yang kaku dan hanya mengedepankan kemajuan fisik serta teknologi. Pendekatan yang holistik dan lintas disipliner menjadi keniscayaan di semua bidang pembangunan, termasuk yang dilakukan oleh bidang keinsinyuran.
”Profesi keinsinyuran memiliki kode etik yang di dalamnya melingkupi pembangunan berkelanjutan. Artinya, tidak hanya infrastruktur yang dibangun, tetapi juga masyarakat, sistem finansial, dan menjaga dampak kerusakan lingkungan sekecil mungkin,” kata Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Heru Dewanto dalam Kongres Luar Biasa dan Rapat Pimpinan Nasional PII di Jakarta, Senin (9/9/2019).
Dalam acara itu dijelaskan bahwa dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan UU No 11/2014 tentang Keinsinyuran menegaskan bahwa insinyur adalah sebuah profesi. Hanya sarjana teknik, diploma-4, ataupun sarjana matematika dan ilmu pengetahuan alam (MIPA) yang sudah lulus program profesi keinsinyuran dan mendapat sertifikat yang bisa menyandang gelar insinyur.
Peraturan Pemerintah No 25/2019 menjabarkan keinsinyuran adalah kegiatan teknik dengan menggunakan kepakaran dan keahlian berdasarkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan nilai tambah dan daya guna secara berkelanjutan dengan memperhatikan keselamatan, kesehatan, kemaslahatan, serta kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Adapun praktik keinsinyuran adalah penyelenggaraan kegiatan keinsinyuran. Definisi insinyur adalah seseorang yang mempunyai gelar profesi di bidang keinsinyuran.
”Jelas sekali bahwa dalam program pendidikan profesi harus menekankan kepada etika terhadap masyarakat dan lingkungan. Bahkan, dalam praktik perkuliahan di fakultas teknik juga sudah berbentuk multidisipliner dengan bidang ilmu sosio-humaniora, ekonomi, dan MIPA,” tutur Heru.
Ia mengungkapkan, program profesi insinyur sudah diterapkan di 30 perguruan tinggi yang menandatangani nota kesepahaman dengan PII. Target Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi adalah 40 perguruan tinggi.
Program profesi insinyur sudah diterapkan di 30 perguruan tinggi yang menandatangani nota kesepahaman dengan PII.
Salah satu perguruan tinggi yang memiliki program profesi keinsinyuran adalah Universitas Islam Bandung (Unisba). Kepala Prodi Pendidikan Profesi Keinsinyuran Unisba Aviasti mengatakan, kuliah efektif dimulai pada September 2019 selama satu tahun yang di dalamnya termasuk magang di industri sesuai bidang keahlian selama enam bulan. Total pendidikan ini mencakup 24 satuan kredit semester.
”Unisba fokus untuk melakukan rekognisi pemelajaran masa lampau. Artinya, sarjana teknik, D-4, dan sarjana MIPA yang memiliki pengalaman kerja minimal dua tahun di bidang keahlian sesuai gelar bisa mengambil profesi keinsinyuran,” ujarnya.
Unisba memiliki bidang keinsinyuran industri, pertambangan, dan perencanaan wilayah kota. Ia menjelaskan, apabila keahlian yang ditekuni mahasiswa sangat spesifik dan tidak ada dosen Unisba yang bergerak di bidang itu, Unisba bekerja sama dengan PII agar bisa menghubungkan mahasiswa pendidikan profesi dengan insinyur pakar di luar kampus.
Mutu dan data
Dari segi program studi (prodi) teknik, sudah 35 prodi yang diakreditasi oleh Dewan Akreditasi Pendidikan Keinsinyuran Indonesia (IABEE) yang menerapkan standar internasional. Prodi berakreditasi IABEE berarti mutunya setara dengan 21 negara yang bergabung dalam aliansi keinsinyuran Washington Accord, antara lain Inggris, Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan China.
Heru menuturkan, PII juga memulai pendataan jumlah dan spesifikasi bidang insinyur se-Indonesia. Adanya pangkalan data insinyur akan memudahkan koordinasi dalam merencanakan dan melaksanakan agenda pembangunan.
Menristek dan Dikti Mohamad Nasir mengatakan, pendekatan multidisipliner dalam keinsinyuran memberi nilai tambah pemajuan teknologi agar benar-benar bisa melayani masyarakat. Selain itu, kerja sama perguruan tinggi dengan PII juga semestinya bisa mendorong jumlah dan kecepatan terjadinya inovasi.