Tumpahan Minyak Ancam Kematian Lumba-Lumba di Karawang
Beberapa bangkai lumba-lumba ditemukan di pesisir utara Karawang, Jawa Barat, setelah peristiwa kebocoran pada anjungan lepas pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java.
Oleh
MELATI MEWANGI
·4 menit baca
KARAWANG, KOMPAS— Beberapa bangkai lumba-lumba ditemukan di pesisir utara Karawang, Jawa Barat, setelah peristiwa kebocoran pada anjungan lepas pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java atau PHE ONWJ. Para aktivis lingkungan di Karawang meminta pihak terkait bertanggung jawab terhadap ekosistem perairan laut yang terdampak.
Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Karawang Erik Ramdani, Senin (9/9/2019), mengatakan, hingga saat ini terdapat empat ekor bangkai lumba-lumba yang ditemukan di wilayah Karawang setelah peristiwa tumpahan minyak. Bangkai tersebut ditemukan oleh para nelayan dan para aktivis lingkungan dalam kurun waktu yang berbeda.
Pertama kalinya, bangkai lumba-lumba ditemukan di dekat Sungai Buntu, Kecamatan Pedes, Senin (15/7/2019). Tak selang lama, akhir bulan Juli ditemukan bangkai lumba-lumba lagi. Kemudian, pada 17 Agustus 2019, bangkai lumba-lumba ketiga berada di muara Sungai Cilebar, Desa Pusakajaya Utara, Kecamatan Cilebar, Karawang.
Erik menyebutkan, bangkai lumba-lumba keempat ditemukan pada tanggal 5 September 2019, di kawasan Pantai Pelangi, Kecamatan Pedes, Karawang, Jawa Barat. Penemuan itu dilaporkan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk diverifikasi jenis dan penyebab kematiannya.
"Sebelumnya tidak pernah ada kasus lumba-lumba mati di pesisir Karawang. Adapun tahun 2012, ada paus terdampar di pantai tapi akibat surutnya air laut,” ujar Erik.
Erik meminta agar pihak terkait memperhatikan lingkungan perairan laut di Karawang dan bertanggung jawab terhadap dampak yang terjadi. Harapannya tidak ada tumpahan minyak yang masih terapung atau mengendap di lingkungan perairan laut.
Pelaksana Satker DKI Jakarta Loka Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Serang Deden Solihin menyebutkan, kondisi bangkai saat ditemukan kompositnya telah rusak atau kode lima. Kondisi sebagian tubuh tinggal tulang belulang terkubur di pasir dan diduga jenis lumba-lumba hidung botol (Tursiops sp). “Tersisa tulang dan daging yang belum terurai,” ucapnya.
Sebelumnya tidak pernah ada kasus lumba-lumba mati di pesisir Karawang. Adapun tahun 2012, ada paus terdampar di pantai tapi akibat surutnya air laut
Tim verifikasi dari KKP pun melakukan pengambilan sampel pada bagian tulang, kulit, dan daging. Sampel itu akan dibawa ke laboratorium untuk dilakukan uji DNA. Uji DNA digunakan untuk memastikan bahwa sampel tersebut merupakan benar jenis lumba-lumba. Perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk mengetahui hasilnya sekitar satu hingga dua minggu. Kemudian, bangkai dikubur pada lokasi yang jauh dari pantai agar tak terbawa ombak pasang.
Lumba-lumba jenis ini masuk dalam daftar satwa yang dilindungi oleh negara. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua atas Permen LHK RI Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Adapun diatur juga dalam Undang Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Baca; Lumba-Lumba yang Tersesat Berhasil Dievakuasi
Ekosistem terganggu
Menurut Muhammad Reza Cordova, peneliti pencemaran laut dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, kematian mamalia laut dapat disebabkan banyak faktor, antara lain terjerat jaring, echo location yang terganggu sonar, penyakit, dan terkena minyak. "Kematian bisa disebabkan salah satunya atau gabungan keseluruhan faktor tersebut. Perlu ada bukti ilmiah seperti uji forensik dulu," ucapnya.
Laut yang tercemar limbah tumpahan minyak dapat berpengaruh terhadap kehidupan ikan, mamalia, dan ekosistem di dalamnya. Pada saat terekspos tumpahan minyak langsung, ikan bisa langsung pergi menjauhi tumpahan minyak tersebut. Namun, minyak yang tercampur di kolom air akan membuat ikan terpapar secara tidak langsung.
Hal itu berdampak pada ikan karena bisa menganggu pertumbuhannya. Adapun dapat membuat ukuran hatinya besar (karena hati adalah "benteng" tubuh dari racun), mengubah detak jantung, laju respirasi atau pernafasan, menganggu kerja sirip, dan mengganggu kesehatan reproduksi ikan.
Posisi minyak adalah di permukaan air, tapi karena jumlahnya yang banyak, terkena arus, dan gelombang, dapat bercampur dengan air. Minyak yang tercampur ini berada dari permukaan, kolom air, hingga ke dasar perairan. Minyak yang telah sampai ke dasar dan terakumulasi di sedimen dapat membuatnya lebih beracun. Hal itu disebabkan bentuk crude oil-nya berubah menjadi bentuk molekulnya.
Minyak juga memberikan dampak buruk pada terumbu karang, lamun (tumbuhan yang hidup di laut dangkal), dan mangrove. Minyak yang menutupi permukaan individu karang, lamun dan mangrove akan menyebabkan stress dan ekosistem laut akan terganggu. Jika ekosistem laut terganggu, otomatis ikan akan pergi atau mati.
Agar ekosistem ini kembali pulih, Reza menyarankan, proses pembersihan laut harus bersih dulu dari minyak, karena minyak akan menghalangi difusi oksigen dari udara ke air atau sedimen yang terkena dampak pencemaran. “Dibersihkan harus total agar tidak terendap yang akhirnya bisa terakumulasi di biota,” ujarnya.
Dihubungi secara terpisah, Vice President Relations PT Pertamina Hulu Energi Ifki Sukarya menyampaikan, pihaknya telah mendapatkan informasi tersebut dan melaporkan kepada KKP untuk dilihat penyebab kematian lumba-lumba. Hasil uji laboratorium tersebut akan menentukan langkah apa yang harus dilakukan oleh pihaknya. Apabila penyebab kematian terkait dengan insiden ini, maka pihaknya akan bertanggung jawab sesuai dengan arahan yang diberikan oleh pemerintah.
Sesuai dengan ketentuan pemerintah sendiri. Pertamina akan bertanggung jawab apa yang dirujukan oleh pemerintah. Kami akan menyiapkan fase-fase pemulihan eksosistem dan mengikuti arahan pemerintah
"Sesuai dengan ketentuan pemerintah sendiri. Pertamina akan bertanggung jawab apa yang dirujukan oleh pemerintah. Kami akan menyiapkan fase-fase pemulihan eksosistem dan mengikuti arahan pemerintah," ujarnya Ifki.