Presiden Minta Menkumham Mempelajari Terlebih Dahulu
Pemerintah masih belum menentukan sikap atas rancangan undang-undang inisiatif DPR terkait KPK. Presiden Joko Widodo baru meminta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly untuk mempelajari draf RUU tersebut.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah masih belum menentukan sikap atas rancangan undang-undang inisiatif DPR terkait Komisi Pemberantasan Korupsi. Presiden Joko Widodo baru meminta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly untuk mempelajari draf RUU tersebut, Senin (9/9/2019).
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tampak memasuki Kompleks Istana Kepresidenan sekitar pukul 10.35. Keluar dari mobilnya yang bernomor pelat RI 25, Yasonna segera masuk ke Istana Merdeka, Jakarta, dan baru muncul kembali pukul 11.23.
Kepada wartawan yang bertugas, Yasonna menjelaskan, Presiden Joko Widodo memberikan draf revisi UU KPK dan meminta supaya draf ini dipelajari dulu. Baru setelahnya, pemerintah akan bersikap.
”Ya, ada beberapa concern beliau (terkait RUU KPK),” ujar Yasonna. Namun, saat ditanya lebih lanjut apa saja yang dipertimbangkan dan diperhatikan Presiden terkait revisi aturan ini, dia enggan menjawab. Dia bahkan segera meninggalkan wartawan, menaiki mobilnya, serta menutup pintu dan jendela mobilnya. ”Kami harus mempelajari dulu, pokoknya ada perhatian dan ini harus dipelajari hati-hati,” ujarnya.
Mengenai surat presiden sebagai penanda dimulai atau ditolaknya pembahasan RUU bersama DPR, Yasonna mengatakan bahwa surat itu sampai sekarang belum diterbitkan.
Kendati ada penolakan dari masyarakat luas atas RUU KPK ini, Yasonna tetap pada jawabannya. ”Ya, kami pelajari dulu. Kan, baru sampai. Presiden, kan, baru kembali, saya juga belum baca resminya,” katanya. Berapa lama waktu yang diberikan untuk mempelajari draf ini juga tak bisa dijawab Menkumham.
Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Kalimantan Barat, Kamis (5/9/2019), dan ke Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/9/2019). Presiden kembali ke Jakarta Minggu (8/9/2019) malam.
Pengajar Ilmu Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Herlambang Perdana, mengatakan, sampai Senin ini terdapat 41 pengajar Unair, termasuk beberapa guru besar, yang menolak revisi UU KPK. Jumlah ini masih terus bertambah. Demikian pula di kampus-kampus lain, penolakan disuarakan.
”Melihat perkembangan tindak pidana korupsi sampai sekarang, KPK masih perlu dipertahankan sampai agak lama,” ujarnya. Masyarakat pun menolak pelemahan KPK dan pembiaran korupsi membudaya di Indonesia.
Revisi terbatas
Sebelumnya, DPR menginginkan enam hal yang akan diubah dalam RUU KPK. Pertama, kedudukan KPK disepakati berada pada cabang eksekutif, yang dalam menjalankan tugas dan kewenangannya bersifat independen. Pegawai KPK akan berstatus aparatur sipil negara.
Kedua, penyadapan oleh KPK baru dapat dieksekusi setelah mendapat izin dari Dewan Pengawas KPK. Ketiga, KPK menjadi bagian tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia yang harus bersinergi dengan lembaga penegak hukum lain.
Keempat, kinerja KPK di bidang pencegahan akan ditingkatkan. Setiap instansi, kementerian, dan lembaga wajib menyelenggarakan pengelolaan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggaraan negara sebelum dan sesudah berakhir masa jabatan. Kelima, munculnya Dewan Pengawas KPK yang berjumlah lima orang yang bertugas mengawasi KPK.
Keenam, kewenangan KPK menghentikan penyidikan dan penuntutan perkara korupsi yang tak selesai dalam jangka waktu setahun. Hal itu harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas dan diumumkan kepada publik.
Dari informasi yang ditelusuri Kompas, Presiden Jokowi disebut-sebut mendukung revisi terbatas pada soal pembentukan Dewan Pengawas KPK serta penghentian penyidikan dan penuntutan dalam waktu setahun jika kasusnya tidak selesai. Alasannya, terkait Dewan Pengawas KPK, semua lembaga negara selalu memiliki pengawas. Penghentian kasus korupsi tak boleh lebih dari setahun agar ada perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Terkait Dewan Pengawas ini, Yasonna tampak sepakat. ”Ya, kita lihat saja. Semua institusi, kan, harus ada checks and balances. Itu saja,” ujarnya.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.