Pemimpin umat Katolik Roma, Paus Fransiskus, dalam kunjungannya ke Madagaskar, Minggu (8/9/2019), mengecam budaya pengistimewaan dan korupsi.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
ANTANANARIVO, SENIN — Pemimpin umat Katolik Roma, Paus Fransiskus, dalam kunjungannya ke Madagaskar, Minggu (8/9/2019), mengecam budaya pengistimewaan dan korupsi. Budaya ini mengakibatkan ketimpangan mendasar, sangat sedikit warga hidup berkecukupan, dan mereka harus merana dalam kemiskinan.
Paus menegaskan hal itu dalam homili misa yang digelar di sebuah kawasan luas di pinggiran ibu kota Antananarivo. Banyak dari jemaat misa menghabiskan malam di luar rumah dalam cuaca dingin. Vatikan mengatakan, penyelenggara setempat memperkirakan sekitar satu juta orang ikut dalam misa itu.
Paus secara senada telah menyinggung tentang perilaku korup dalam kunjungannya di Afrika Sub-Sahara. Ia menegaskan tentang kesenjangan antara si kaya dan si miskin di Afrika. Dia telah mengunjungi Mozambik dan akan berlanjut ke Mauritius pada hari Senin ini.
Paus mengecam keras budaya klan yang memberikan keistimewaan hanya kepada mereka yang terhubung dengan suatu kelompok secara eksklusif. Pada saat bersamaan, kondisi itu mengecualikan dan meninggalkan banyak orang lain secara permanen. Orang-orang itu akan terpinggirkan tanpa peluang untuk meningkatkan kehidupan mereka.
”Ketika ’keluarga’ menjadi kriteria penentu untuk apa yang kami anggap benar dan baik, kita akhirnya membenarkan dan bahkan ’menguduskan’ praktik yang mengarah pada budaya hak istimewa dan pengecualian: favoritisme, patronase dan—sebagai konsekuensinya—korupsi,” demikian Paus mengatakan dalam homilinya.
Madagaskar adalah pulau terbesar keempat di dunia dan salah satu negara termiskin. Program Pangan Dunia PBB memperkirakan bahwa lebih dari 90 persen dari 26 juta penduduk Madagaskar hidup dengan kurang dari 2 dollar AS sehari, dengan malanutrisi anak secara kronis yang menyebar luas.
Korupsi merajalela di antara kelompok kelas politik dan bisnis negara itu, menurut beberapa organisasi, seperti Transparency International, yang menempatkan Madagaskar di peringkat terendah dalam Indeks Persepsi Korupsi globalnya.
Presiden Andry Rajoelina (45), seorang Katolik yang terpilih tahun lalu dan duduk di bagian depan pada Misa dengan Paus itu, telah berjanji untuk memerangi korupsi di negara pulau Samudra Hindia itu setelah pelantikannya pada Januari.
Dalam kunjungan di Antananarivo, iring-iringan mobil Paus Fransiskus melewati orang-orang yang berdagang, warga yang beraktivitas dalam pengerjaan logam dan pertukangan di sisi jalan berdebu. Selang beberapa menit kemudian, di kiri-kanan jalan berjajar vila-vila bergaya Eropa yang dikelilingi tembok, dengan taman dan kolam renang.
”Ketika kita melihat sekeliling kita, berapa banyak pria dan perempuan, anak muda dan anak-anak menderita dan sangat membutuhkan!” ujar Paus.
Dalam beberapa kesempatan, Paus Fransiskus memang menyerukan kesetaraan pendapatan yang lebih besar dan distribusi kekayaan yang lebih adil antara negara-negara makmur dan berkembang. Ia pun membela hak negara-negara untuk mengendalikan sumber daya mineral mereka.
Setelah misa di Antananarivo, Paus Fransiskus mengunjungi Akamasoa, sebuah distrik di ibu kota yang dikenal sebagai ”Kota Persahabatan”. Kawasan itu didirikan oleh Pastor Pedro Opeka, seorang misionaris berusia 71 tahun yang mempelajari teologi di negara asal Fransiskus, yakni Argentina. Opeka mendedikasikan hidupnya untuk membangun komunitas bagi keluarga-keluarga di Madagaskar.
Dalam 50 tahun terakhir, organisasi yang didirikan oleh Opeka telah membangun rumah untuk 25.000 orang, 100 sekolah, 6 klinik, dan 2 stadion sepak bola. Tahun depan mereka berencana membangun sebuah perguruan tinggi untuk paramedis. (REUTERS/AFP)