Pasar Domestik Dibanjiri Produk Impor, Pengusaha Tekstil Minta Pengamanan
Volume impor produk TPT pada 2008 sebesar 1,55 juta ton dan meningkat pada 2018 menjadi 2,56 juta ton. Artinya, volume impor rata-rata tumbuh 5,59 persen per tahun sepanjang 2008-2018.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku industri tekstil dan produk tekstil atau TPT menilai, produk impor mengambil ceruk pertumbuhan konsumsi dalam negeri. Pelaku industri TPT juga memohon pemerintah menerapkan tindakan pengamanan perdagangan atau safeguards di dalam negeri.
Dengan tindakan pengaman perdagangan, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat mengharapkan, pelaku industri TPT dalam negeri dapat kembali menguasai pasar domestik. ”Kami akan mengajukan permohonan safeguards ke Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) pada akhir pekan ini. Dalam proses pengajuannya, kami telah berdiskusi dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan,” tuturnya saat ditemui dalam diskusi mengenai pertekstilan yang digelar Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Jakarta, Senin (9/9/2019).
Tindakan pengamanan perdagangan yang diajukan berupa pengenaan bea masuk terhadap impor delapan kategori produk. Kedelapan kategori tersebut pada umumnya meliputi serat (usulan pengenaan bea masuk 2,5 persen), benang (5-6 persen), fabrics atau kain (7 persen), dan garmen (15-18 persen).
Lonjakan impor
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan Pasal 70, tindakan pengamanan perdagangan dapat diterapkan jika terdapat lonjakan impor yang mengancam timbulnya kerugian serius terhadap industri dalam negeri. Penyelidikan merupakan tanggung jawab KPPI. Jika tindakan pengamanan perdagangan perlu dilakukan berdasarkan penyelidikan KPPI, Pasal 92 menyatakan, Kementerian Perdagangan akan memberikan notifikasi kepada Komite Tindakan Pengamanan Perdagangan (Committee on Safeguards) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia Redma Gita Wirawasta setuju dengan pengajuan tindakan pengamanan perdagangan. ”Namun, sepertinya butuh kajian lebih dalam terkait usulan angka bea masuk yang dikenakan. Tampaknya, angkanya dapat lebih tinggi dari yang diusulkan agar lebih optimal dalam melindungi pasar dalam negeri,” katanya.
Berdasarkan data yang dihimpun Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia, rata-rata pertumbuhan konsumsi masyarakat secara nasional 5,7 persen per tahun sepanjang 2008-2018. Angka konsumsi pada 2008 sebesar 1,24 juta ton, sedangkan pada 2018 sebesar 2,12 juta ton.
Di sisi lain, volume impor produk TPT pada 2008 sebesar 1,55 juta ton dan meningkat pada 2018 menjadi 2,56 juta ton. Artinya, volume impor rata-rata tumbuh 5,59 persen per tahun sepanjang 2008-2018.
Oleh sebab itu, Redma menyatakan, pertumbuhan konsumsi dalam negeri diisi oleh produk impor. Pelaku TPT domestik dinilai tidak menikmati pasar Indonesia.
Ekspor TPT mandek dengan angka pertumbuhan nilai sepanjang 2008-2018 sekitar 3 persen. Adapun pertumbuhan volume ekspor sebesar 2,07 persen. Redma berpendapat, saat ini pelaku industri TPT tengah menghadapi tantangan penetrasi pasar, baik tingkat internasional maupun domestik.
Perbaiki domestik
Tindakan pengamanan perdagangan yang diajukan dibagi dalam dua kurun waktu, yakni tahap pertama selama 200 hari dan tahap kedua selama tiga tahun. Redma mengharapkan tindakan pengamanan perdagangan selama 200 hari dapat membendung arus impor produk TPT ke pasar domestik.
Adapun dalam jangka waktu tiga tahun setelah tahap pertama berlangsung, Ade mengatakan, pihaknya akan fokus dalam perbaikan industri TPT dalam negeri. Langkahnya berupa pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan restrukturisasi permesinan.
Secara keseluruhan, Ade berpendapat, tindakan pengamanan perdagangan mesti dilakukan bersamaan. Tujuan akhirnya ialah meningkatkan daya saing industri TPT agar dapat merajai pasar domestik dan kompetitif di tingkat global.