Agus Prayogo Temukan Lagi Kepercayaan Diri
GIANYAR, KOMPAS – Pelari jarak menengah jauh andalan Indonesia Agus Prayogo menjadi juara maraton kategori nasional di Maybank Maraton Bali (MMB) 2019. Kemenangan itu membuat Agus menemukan kembali kepercayaan dirinya untuk berlomba setelah gagal finis di nomor maraton Asian Games 2018. Hal itu menjadi modal berharga bagi atlet kelahiran Bogor, 23 Agustus 1985 tersebut, dalam persiapan memenuhi target medali emas pada SEA Games 2019 di Filipina.
Dalam perlombaan yang berlangsung di kawasan Gianyar dan Klungkung, Bali, Minggu (8/9/2019) itu, Agus finis pertama dengan waktu 2 jam 36 menit 9 detik. Welman D Pasaribu finis kedua dengan waktu 2 jam 36 menit 44 detik, dan Mursalim finis ketiga dengan waktu 2 jam 37 menit 57 detik.
Menurut Agus, capaian itu sangat memuaskan. Sebab, ia baru pertama kali turun di kategori maraton MMB setelah sebelumnya hanya turun di nomor 10K dan setengah maraton. Lagi pula, lintasan MMB dianggap cukup berat. Selain punya kelembaban tinggi dan cukup panas, lintasan tersebut 60-70 persennya berupa tanjakan.
Kondisi lintasan seperti itu sangat menyiksa bagi pelari jarak jauh. ”Saya tadi jaga fisik dengan hanya berlari 70-80 persen dari awal start sampai km 30-an. Sebab, sepanjang jalur itu elevasinya sangat berat. Kalau memaksa diri, saya bisa habis di awal-awal. Setelah km 30-an, baru saya bisa mencapai laju normal saya karena jalanannya menurun dan rata,” ujar Agus yang waktu terbaiknya di maraton adalah 2 jam 21 menit ketika mengikuti Gold Coast Maraton 2016 di Australia.
Hasil itu memastikan Agus lolos limit maraton PON Papua 2020, yakni 2 jam 40 menit. Ia pun sudah pasti dapat tiket untuk berlaga di nomor maraton ajang multi cabang nasional tersebut di tahun mendatang. Namun, menurutnya, yang lebih berarti adalah kepercayaan dirinya kembali muncul.
Kepercayaan diri Agus sempat jatuh karena gagal finis di nomor maraton Asian Games 2018. Ketika itu, Agus mengalami otot tegang di km 30an. Ia tidak bisa mengontrol laju karena hanya berlari sendiri tanpa rekan yang bisa menjadi patokan kecepatan.
”Lari sendiri itu besar sekali dampaknya ke psikologis pelari jarak jauh. Sebab, kita tidak bisa mengatur strategi kecepatan. Kita akhirnya lari sendiri dan sering terikut dengan pelari pesaing. Hal itu yang membuat kita bisa lepas kontrol, antara lain terlalu memaksa diri di awal yang bisa membuat kita habis di tengah atau di akhir lomba,” kata Agus.
Sebelum finis pertama di MMB 2019, Agus juga berhasil memecahkan rekornas separuh maraton atas namanya sendiri dari 1 jam 7 menit 5 detik menjadi 1 jam 6 menit 26 detik saat ikut Gold Coast Maraton 2019 pada Juli lalu. Kemudian, ia menjadi juara nomor 5.000 meter dan 10.000 meter senior di Kejurnas Atletik 2019 pada Agustus lalu. Sehingga, wajar jika kepercayaan diri Agus kian bertambah.
Agus pun menjadikan hasil positif itu sebagai modal dalam menatap SEA Games 2019. Ia punya target meraih emas di ajang multi cabang Asia Tenggara itu pada November-Desember ini. Namun, ia tetap harus membenahi semua kekurangannya untuk mencapai target tinggi itu.
Dengan waktu 2 jam 36 menit di MMB 2019, ia berpotensi tak meraih medali jika membandingkan hasilnya di SEA Games 2017 Malaysia. Sebagai gambaran, Agus meraih perak dengan waktu 2 jam 31 menit 20 detik pada nomor maraton SEA Games 2017. Adapun peraih emas adalah pelari Singapura Soh Rui Yong dengan waktu 2 jam 29 menit 27 detik dan peraih perunggu pelari Malaysia Muhaizar bin Mohamad dengan waktu 2 jam 31 menit 52 detik.
”Selama dua-tiga bulan jelang SEA Games 2019 ini, saya akan semakin intensif mempersiapkan diri. Antara lain, saya sudah mulai turun berlatih dari kawasan Pangalengan, Jawa Barat yang sejuk ke Bandung yang lebih panas. Sebab, tempat perlombaan maraton di SEA Games 2019 nanti, situasinya lembab dan panas,” tutur atlet pelatnas lari jarak menengah jauh PB PASI itu.
Potensi putri
Dari MMB 2019, terlihat pula ada potensi dari pelari maraton putri. Paling tidak, pelari asal Jakarta Elvina Naibaho berhasil menjadi juara dengan waktu 2 jam 56 menit 8 detik di maraton nasional putri. Catatan waktu itu lebih cepat 3 menit dibanding ketika dirinya menjuarai maraton nasional putri MMB 2018.
Menurut Elvina, salah satu kunci keberhasilannya adalah pengalaman dengan jalur lomba maraton MMB. Ia sudah tiga tahun berturut ikut lomba maraton di ajang tersebut. Ia meraih peringkat ketiga pada 2017, juara pada 2018, dan juara lagi pada 2019. Sebelum-sebelumnya, ia ikut nomor 10K dan separuh maraton.
”Kuncinya adalah harus sabar dan fokus dengan laju sendiri. Jangan pernah egois untuk lebih cepat karena medan perlombaan ini berat. Kalau terlalu memaksa diri, justru akan buat laju kita menjadi kacau. Selain itu, saya terus ingat dan percaya dengan pertolongan Tuhan,” ujarnya.
Dengan raihan itu, Elvina punya potensi meraih medali perunggu SEA Games. Sebagai gambaran, pada maraton putri SEA Games 2017, peraih emas adalah pelari Filipina Mary Joy Reyes Tabal dengan waktu 2 jam 48 menit 26 deti, perak oleh pelari Vietnam Hoang Thi Thanh dengan waktu 2 jam 55 menit 43 detik, dan perunggu oleh pelari Thailand Natthaya Thanaronnawat dengan waktu 2 jam 58 menit 17 detik.
Pelatih lari jarak menengah jauh PB PASI Agung Mulyawan menuturkan, dirinya puas dengan raihan Agus. Dengan medan perlombaan yang berat, itu adalah hasil optimal Agus. Kini, ia berharap atlet asuhannya di pelatnas lari jarak menengah jauh PB PASI itu bisa lebih percaya diri untuk menatap SEA Games 2019.
Sekarang, Agung menambahkan, Agus tinggal mematangkan lagi latihan daya tahan kecepatan untuk waktu perlombaan 2-3 jam. ”Untuk daya tahan Agus sudah cukup baik. Tapi, daya tahan kecepatan untuk lomba dalam waktu berjam-jam, itu perlu ditingkatkan agar ia bisa meraih hasil optimal di SEA Games nanti,” katanya.
Terkait raihan Elvina, Agung mengutarakan, dirinya berharap Elvina bisa segera ditarik pelatnas. Hingga sekarang, Elvina masih berstatus atlet daerah DKI Jakarta. Padahal, prestasinya cukup baik beberapa tahun ini. Dia dianggap sebagai penerus Tryaningsih.
”Kalau dia masuk pelatnas, latihannya, asupan nutrisi, dan pemulihan tubuhnya akan terprogram lebih fokus dan punya standar lebih tinggi. Dengan begitu, harapan dia bisa lebih baik semakin meningkat. Dengan waktu tiga bulan jelang SEA Games, masih ada waktu untuk dia berlatih meningkatkan kemampuan,” tutur Agung.
Korban meninggal
Setelah tahun lalu ada korban meninggal jelang finis nomor 10K, tahun ini ajang MMB kembali memakan korban meninggal. Pelari asal Jepang Atsushi Ono (58) meninggal ketika mengikuti perlombaan nomor maraton MMB 2019 sekitar pukul 09.00 WITA.
Menurut rilis yang diberikan panitia MMB 2019, pihaknya telah memberikan pertolongan pertama segera dan membawa Atsushi ke RS Kasih Ibu Saba, Gianyar dengan ambulans. Menurut keterangan rumah sakit, korban meninggal karena cardiac arrest. Panita MMB 2019 yang bekerjasama dengan asuransi Allianz akan memberikan perlindungan serta pertanggungan asuransi sebagaimana telah tersedia untuk setiap peserta lomba.
Secara terpisah, Kepala Kepolisian Resor Gianyar Ajun Komisaris Besar Priyanto Priyo Hutomo menjelaskan, korban jatuh pingsan di jalur Blahbatuh, Gianyar. Tak lama, korban langsung diberikan pertolongan pertama oleh pihak PMI Gianyar. Korban memang warga Jepang tetapi berdomisili di Cikarang, Bekasi.
Secara keseluruhan, ajang tahun ini akan menjadi bahan evaluasi menyeluruh bagi pantia untuk menggelar ajang serupa tahun depan. Salah satu rencana utama, mereka ingin merubah jalur perlombaan di tempat yang punya pemandangan bagus dan juga lebih datar.
Hal itu juga mengakomodir masukan dari peserta yang menganggap jalur lomba ini cukup berat karena medan tanjakan mencapai 60-70 persen dari total rute. Di sisi lain, jalur yang ada saat ini cukup sempit untuk menampung peserta hingga 11.000 orang.
”Jalur ini tersertifikasi IAAF untuk lima tahun. Ini sudah tahun ketiga. Pada tahun keempat, kami sudah harus memikirkan jalur baru yang lebih baik,” ujar Presiden Direktur PT Bank Maybank Indonesia Taswin Zakaria.