Motivasi juara Serena Williams masih berkobar meskipun telah merajai tenis putri selama dua dekade. Semangat itulah yang mempertemukan Serena dengan remaja pemberani yang sedang merintis mimpi besar, Bianca Andreescu.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
NEW YORK, KAMIS — Mentalitas tak pernah takut pada lawan dengan nama besar di panggung akbar akan menjadi bekal remaja berusia 19 tahun Bianca Andreescu untuk menghadapi sang legenda tenis Serena Williams dalam final Amerika Serikat Terbuka. Ketika sikap itu bisa dipertahankan, Andreescu memiliki kesempatan mengulang yang dilakukan Naomi Osaka pada final Amerika Serikat Terbuka 2018.
Andreescu mencapai final pertamanya di Grand Slam sejak menjalani debut pada turnamen tenis level tertinggi itu tahun 2017, ketika dia memulai dari babak kualifikasi. Final melawan Serena di Stadion Arthur Ashe, Flushing Meadows, New York, Sabtu (7/9/2019) sore waktu setempat atau Minggu dini hari waktu Indonesia, dicapai dalam debutnya pada babak utama AS Terbuka.
Kemenangan atas Belinda Bencic (Swiss), 7-6 (3), 7-5, pada semifinal, Kamis, menjadikan Andreescu sebagai petenis putri kedua Kanada yang lolos ke final Grand Slam. Dia mengikuti jejak Eugenie Bouchard yang tampil pada final Wimbledon 2014, tetapi kalah dari Petra Kvitova (Ceko).
Tiket final diraih Andreescu melalui laga yang membuat penonton tercengang. Bencic bahkan sulit mencerna kekalahannya. Andreescu menang setelah tertinggal, 2-5, pada set kedua, lalu berbalik menang dengan merebut lima gim beruntun.
Menurut media Kanada, penampilan Andreescu di semifinal disaksikan 852.000 penonton melalui saluran olahraga, The Sport Network (TSN). Ini menjadi jumlah pemirsa terbanyak dalam sejarah penayangan AS Terbuka di TSN.
”Saat tertinggal, 2-5, saya mengingatkan diri sendiri tak ingin bermain hingga tiga set. Saya benar-benar fokus pada setiap perebutan poin,” kata petenis keturunan Romania itu, dikutip dari laman resmi WTA.
Pola pikir itu mengantarkan Andreescu pada laga impian melawan Serena di final Grand Slam. Serena menang, 6-3, 6-1, atas Elina Svitolina di semifinal. Ini menjadi final ke-10 Serena di AS Terbuka sejak debutnya pada 1998.
”Saya ingin bermain melawan Serena. Saya selalu bicara kepada tim bahwa saya sangat menginginkan melawan Serena sebelum dia pensiun. Dia adalah juara sejati di dalam dan luar lapangan. Sekarang, saya akan bertemu dengan dia pada final Grand Slam, tak ada hal yang lebih baik dari ini,” tutur Andreescu.
Seperti dikatakan Sylvain Bruneau, yang melatih sejak Maret 2018, Andreescu adalah sosok pemberani. Bruneau pun bercerita tentang pengalamannya menyaksikan penampilan Andreescu ketika berusia 15 tahun. ”Dia tak pernah terlihat terintimidasi oleh lawannya,” ujar pelatih asal Kanada berusia 54 tahun itu.
”Saat melawan juara Grand Slam atau mantan petenis nomor satu dunia atau unggulan yang lebih tinggi dari dirinya, dia melihat itu sebagai tantangan dan peluang. Dia terlahir dengan DNA sebagai seorang atlet dan individu,” ujar Bruneau.
Serena pun memuji kemampuan Andreescu. Menurut dia, Andreescu memiliki variasi pukulan yang lengkap hingga bisa mengubah ritme permainan dengan cepat sesuai kebutuhan.
”Servis, pergerakan, dan kekuatan pukulannya juga bagus. Saya juga menyukai dia sebagai individu,” kata Serena yang bertemu Andreescu pada final Toronto Masters, dua pekan sebelum AS Terbuka.
Ketika itu, Serena mengundurkan diri saat tertinggal, 1-3, pada set pertama karena cedera punggung. Andreescu mendatangi Serena yang menangis untuk menghibur dan memeluknya. ”Perasaan saya menjadi lebih baik setelah dia menenangkan hati saya. Sikapnya sangat manis,” kata Serena.
Meski hanya berlangsung empat gim, pertemuan itu menjadi pengalaman berharga bagi Andreescu untuk final di Flushing Meadows.
Meniru Osaka
Dengan usia 19 tahun, Andreescu menjadi petenis pertama kelahiran era 2000-an—Andreescu lahir 16 Juni 2000—yang tampil pada final Grand Slam. Dia bahkan belum lahir ketika Serena memenangi gelar Grand Slam pertamanya di AS Terbuka 1999.
Selama ini, gelar juara turnamen tenis berlevel tertinggi itu didominasi petenis kelahiran 1990-an atau lebih tua. Persaingan di tunggal putra bahkan sering dimenangi petenis kelahiran 1980-an, seperti Roger Federer, Novak Djokovic, dan Rafael Nadal.
Becermin pada final AS Terbuka 2018 saat Naomi Osaka mengalahkan Serena, Andreescu memiliki peluang yang sama. Selain kemampuan teknis, Osaka berhasil memperlihatkan kekuatan mentalnya melawan Serena dengan reputasi 23 kali juara Grand Slam.
Osaka, yang ketika itu berusia 20 tahun, bahkan tak terganggu ketika laga diwarnai momen ”panas”, yaitu saat Serena memarahi wasit Carlos Ramos karena merasa dirugikan dengan keputusannya. Osaka bisa tetap memfokuskan diri pada permainannya.
Peristiwa serupa terjadi ketika Monica Seles, yang berusia 17 tahun, berhadapan dengan Martina Navratilova (34) pada final AS Terbuka 1991. Seles memenangi final itu.
Kini, dengan karakter tak kenal takut pada lawan, saatnya Andreescu memanfaatkan peluang melawan sang legenda. (AFP)