Festival tahunan Soundrenaline 2019 kembali digelar di Garuda Wisnu Kencana Cultural Park, Kabupaten Badung, Bali. Acara dimulai Sabtu (7/9/2019) sekitar pukul 15.00 sampai Minggu.
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI
·3 menit baca
Festival tahunan Soundrenaline 2019 kembali digelar dengan mengambil tempat yang sama seperti sebelumnya, Garuda Wisnu Kencana Cultural Park, Kabupaten Badung, Bali. Acara dimulai pada Sabtu (7/9/2019) sekitar pukul 15.00 sampai Minggu. Tema penyelenggaraan kali ini adalah ”Spirit of All Time”.
”Ini adalah satu-satunya festival yang telah dilaksanakan sebanyak 17 kali. Masa-masa itulah yang hendak dirayakan. Itu tecermin pada pemilihan penampil dan juga karya seni yang dipajang,” kata Andhika Adiputra, Direktur Utama Level7, penyelenggara festival, Sabtu, sebelum acara dimulai.
Penampil utama festival ini adalah pemusik yang telah berkali-kali tampil di Soundenaline. Sebut saja Maliq & D’Essentials, Padi Reborn, Jamrud, Pee Wee Gaskins, Seringai, Burgerkill, Tulus, Mocca, dan The Upstairs. Bintang tamu pada hari pertama adalah band asal Inggris, Suede, juga Primal Scream yang akan main pada hari kedua.
Adapun untuk mewakili wajah musik hari ini, penyelenggara juga menghadirkan penampil yang relatif baru. Mereka antara lain Feast, Hondo, Fiersa Besari, Reality Club, dan Tashoora. Sementara perwakilan dari negara Asia ada Gym and Swim dari Thailand dan Mellow Fellow dari Filipina. Para pemusik itu tampil bergantian di empat panggung.
Selain menyuguhkan pertunjukan musik, ada banyak karya seni yang meramaikan suasana festival. Saleh Husein sebagai art director festival ini melibatkan lebih dari 17 seniman berbagai disiplin. Jumlah seniman itu berkembang dari tahun ke tahun. Pada penyelenggaraan tahun lalu, ada lima seniman yang dilibatkan.
”Pendekatan kultural tak bisa dilepaskan dari produk (seni). Seniman membuat karya, itulah kulturnya dia, itu yang akan abadi. Gue membagi ruang (arena festival) menjadi tiga era, yaitu era contemporary art yang diwakili gaya industrial, new media art, dan urban street culture,” ujar Saleh.
Salah seorang artis yang memajang karyanya adalah Muklay dari Jakarta. Dia membuat patung sepatu karet (sneakers) berukuran 4 meter x 1 meter. Karya yang ia beri judul ”A Pair of Timeless Time Travel” itu terpajang di depan panggung bernama A Creator’s Stage. Muklay, yang kerap mengolah foto digital juga seni mural ini, terinspirasi dari tren sneakers yang saat ini sedang menggejala di kota-kota besar.
”Gue bikin sesuatu yang dekat sama gue. Hype sneakers ini ada di mana-mana, termasuk di Jakarta, kota asal gue, juga di Bali sini. Pembuatan patung sepatu itu sekitar 1,5 minggu dan melukisnya empat hari,” ujarnya.
Selain Muklay, ada juga karya grafis Eko Nugroho dari Daging Tumbuh, Yogyakarta. Karakter-karakter asing bikinannya, yang telah tenar di sejumlah ruang publik dan museum banyak negara, menghiasi salah satu panggung.
Adapun seniman patung asal Bali, I Kadek Agus Mediana dan I Puyu Kharisma Edi, membuat karya berjudul ”Penjaga Jaman”. Patung itu merespons suasana terkini di Bali yang lekat dengan industrialisme dan budaya kuat.