Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat akan menjadikan materi revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai bahan pertimbangan dalam memilih calon pemimpin KPK 2019-2023.
Oleh
Agnes Theodora, Riana A Ibrahim
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat akan menjadikan materi revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai bahan pertimbangan dalam memilih calon pemimpin KPK 2019-2023. Calon yang memiliki cara pandang sejalan dengan arah revisi UU yang direncanakan DPR akan memiliki kans lebih besar untuk lolos dalam proses uji kelayakan dan kepatutan.
Pertimbangan itu menjadi problematik berhubung konten revisi UU KPK yang tiba-tiba dimunculkan DPR secara diam-diam, dan dijadikan RUU usul inisiatif DPR di rapat paripurna, Kamis (5/9/2019), itu mengandung substansi yang ditengarai melemahkan semangat pemberantasan korupsi. Sementara itu, dari sepuluh nama calon yang diserahkan ke DPR, beberapa memiliki catatan rekam jejak bermasalah.
Sebagaimana diketahui, setelah menerima surat pemberitahuan nama-nama calon dari Presiden, Rabu (4/9/2019), DPR pun segera mengadakan sesi uji kelayakan dan kepatutan, pekan depan. DPR berencana menyelesaikan proses seleksi dari sepuluh nama menjadi lima nama itu pada periode 2014-2019 ini, yang akan berakhir dalam waktu sepuluh hari lagi.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Nasdem, Taufiqulhadi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin, mengatakan, saat uji kelayakan dan kepatutan, DPR akan bertanya mengenai pandangan para calon terkait konsep pemberantasan korupsi ke depan.
”Kami akan lihat, cocok atau tidak pandangannya. Kalau memang cocok dengan UU baru, mungkin itu yang kami pilih. Kami tidak mau berkonsultasi dulu dengan para calon untuk merevisi UU KPK, yang penting (calon) perspektifnya bisa sejalan,” kata Taufiqulhadi.
Senada, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, mengatakan, calon yang akan diuji kelayakan dan kepatutan diharapkan dapat menjawab sesuai dengan pandangan profesionalnya.
”Kami tidak mau ada calon yang saat diuji setuju (revisi UU KPK) agar dipilih DPR, tetapi kemudian setelah menjabat menjadi tidak setuju karena tidak mau berbeda dari suara LSM,” katanya.
Ia mengacu pada proses uji kelayakan dan kepatutan calon pemimpin KPK 2015-2019 di Komisi III DPR pada 2015. Saat itu, revisi UU KPK juga dijadikan salah satu bahan pertanyaan di sesi wawancara. Beberapa calon yang akhirnya terpilih pada saat sesi uji menyatakan mendukung revisi UU KPK beserta substansinya, tetapi setelah menjabat menyatakan menolak revisi UU KPK.
”Biar mereka menjadi penegak hukum saja, tidak usah jadi politikus yang berstrategi. Jawab saja sesuai hati nurani dan pandangan profesional. Jika tidak setuju, bilang saja,” kata Arsul.
Dengan demikian, ada kemungkinan proses uji kelayakan dan kepatutan para calon akan dilangsungkan bersamaan dengan proses revisi UU KPK. Opsi kedua, revisi UU KPK disahkan terlebih dahulu sebelum uji kelayakan dan kepatutan diproses di Komisi III. Apa pun opsinya, keduanya ditargetkan sama-sama rampung pada periode ini.
Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan, pihaknya telah memberi catatan terhadap sejumlah nama berdasarkan data yang ada di KPK. Catatan itu sebelumnya sudah disampaikan kepada Panitia Seleksi KPK, bahwa ada calon yang pernah terbukti melanggar etik hingga dugaan gratifikasi.