Desain Jalan di Indonesia Kurang Memperhatikan Keselamatan Pengendara
Meski desain infrastruktur jalan yang dibangun pemerintah umumnya sudah baik, desain jalan masih kurang memperhatikan potensi bahaya bagi pengguna jalan.
Oleh
Erika Kurnia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah kasus dan korban kecelakaan di jalan masih terbilang tinggi di Indonesia meski desain infrastruktur jalan yang dibangun pemerintah umumnya sudah baik. Namun, desain jalan masih kurang memperhatikan potensi bahaya bagi pengguna jalan.
Investasi untuk menekan hal tersebut perlu lebih diperbanyak, terutama dalam hal pendidikan serta pengawasan keselamatan berkendara dan tertib lalu lintas.
Berdasarkan data Kepolisian RI (Polri), pada 2010, sekitar 31.000 jiwa meninggal dari sekitar 66.000 kasus kecelakaan lalu lintas. Pada 2018, jumlahnya menurun sekitar 27.000 jiwa dari 103.672 kasus kecelakaan. Sementara, pada 2020, pemerintah menargetkan untuk menurunkan fatalitas atau korban jiwa kecelakaan lalu lintas menjadi sekitar 15.000 jiwa.
Kepala Program Studi Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya Institut Teknologi Bandung (ITB) Aine Kusumawati menilai, salah satu faktor yang menyebabkan masih tingginya angka kecelakaan adalah lingkungan jalan yang belum didesain lebih baik untuk pengguna jalan. Padahal, menurut Polri, 30 persen penyebab kecelakaan lalu lintas adalah prasarana dan lingkungan jalan.
”Saya kira pemerintah sudah berinvestasi untuk lingkungan jalan yang berkeselamatan, tetapi masih sangat minim. Masalah klasik, biaya,” ujarnya saat dihubungi Jpada umat (6/9/2019).
Aine mengatakan, meski desain infrastruktur jalan yang dibangun pemerintah umumnya sudah baik, tetapi, menurut dia, desain jalan masih kurang memperhatikan potensi bahaya bagi pengguna jalan. Aine mencontohkan, keberadaan pagar keselamatan yang masih sangat kurang di jalan tol.
Di sisi lain, menurut Guru Besar Bidang Transportasi ITB Ade Sjafruddin, investasi yang perlu lebih banyak digenjot untuk mengurangi angka kecelakaan lalu lintas adalah investasi untuk sumber daya manusia. Pasalnya, 60 persen lebih kasus kecelakaan di jalan disebabkan faktor manusia.
”Investasi terbesar harus pada bagaimana memperbaiki faktor manusianya, mulai dari pendidikan, kampanye keselamatan, hingga penegakan hukum. Kebanyakan masalah kecelakaan oleh faktor manusia bukan karena ketidaktahuan, tetapi disiplin,” ujarnya.
Upaya itu juga menjadi salah satu perhatian perusahaan asuransi milik pemerintah, PT Jasa Raharja Persero. Sekretaris Perusahaan Jasa Raharja Harwan Muldidarmawan mengatakan, pada tahun ini, pihaknya mengadakan dua program bina lingkungan dengan fokus menyosialisasikan keselamatan berkendara dan tertib lalu lintas.
Program yang dilakukan dalam bentuk kegiatan Traffic Hero dan Pendidikan Transportasi sejauh ini telah menggunakan sebagian dari dana bina lingkungan senilai Rp 15 miliar. Upaya itu dilakukan Jasa Raharja dengan harapan ikut mengurangi angka fatalitas akibat kecelakaan lalu lintas.
Investasi terbesar harus pada bagaimana memperbaiki faktor manusianya, mulai dari pendidikan, kampanye keselamatan, hingga penegakan hukum.
Setiap tahun, perusahaan itu menyalurkan Rp 1 triliun-Rp 2 triliun santunan, baik bagi korban luka-luka maupun meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Dana itu dihimpun dari iuran wajib kendaraan umum dan sumbangan dari kendaraan pribadi. Pada 2014, Jasa Raharja menyalurkan Rp 1,2 triliun untuk 89.414 korban. Pada 2018, santunan Rp 2,5 triliun disalurkan pada total 124.062 korban kecelakaan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pernah memperkirakan, potensi kerugian negara karena kecelakaan di jalan raya di Indonesia bisa mencapai 3 persen dari total produk domestik bruto (PDB).
Sementara itu, penelitian Bank Dunia menunjukkan, keberhasilan suatu negara untuk mengurangi korban kecelakaan lalu lintas sampai setengahnya dapat berkontribusi menambah 7 persen sampai 22 persen PDB per kapita. Penelitian itu dilakukan selama 24 tahun di 135 negara, khususnya negara berkembang.