Keterbatasan anggaran pelatnas SEA Games 2019 dan Olimpiade Tokyo 2020 disiasati oleh sebagian atlet Indonesia dengan menggaet sponsor.
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keterbatasan anggaran pelatnas SEA Games 2019 dan Olimpiade Tokyo 2020 disiasati oleh sebagian atlet Indonesia dengan menggaet sponsor. Dukungan dari sponsor, baik berbentuk dukungan uang tunai maupun barang, sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan latihan dan kejuaraan.
Perenang andalan Indonesia, I Gede Siman Sudartawa, misalnya, mendapatkan dukungan penuh dari perusahaan yang memproduksi bumbu penyedap masakan Ajinomoto. Selain memberikan uang tunai, sponsor tersebut mendukung Siman dengan menyediakan nutrisionis, ahli masak, serta bahan baku makanan berkualitas untuk memenuhi kebutuhan nutrisi 3.600 kalori per hari.
Siman mengatakan, sponsor mendukungnya sejak persiapan Asian Games 2018. Tidak hanya selama berada di Indonesia, tim nutrisi dari sponsor juga mendampingi dan menyediakan makanan saat Siman harus menjalani pemusatan latihan di West Virginia, Amerika Serikat, sejak awal September hingga akhir November atau menjelang SEA Games 2019.
”Sebagai imbal baliknya, saya dituntut menunjukkan prestasi,” ujar perenang spesialis gaya punggung itu, dihubungi dari Jakarta, Kamis (5/9/2019).
Di negara lain, perusahaan yang sama telah mendukung tim nasional renang Jepang selama tujuh tahun berturut-turut, 2009-2016. Efek dari dukungan yang berkelanjutan tersebut, Jepang dapat mengantongi dua keping emas Olimpiade Rio 2016 melalui perenang Rie Kaneto dan Kosuke Hagino.
Siman mengatakan, tanggung jawabnya terhadap sponsor tidak berarti harus mempersembahkan medali. Namun, dia dituntut dapat menunjukkan progres saat latihan dan kejuaraan. Bagi Siman, dukungan sponsor ini sangat berguna untuk menyiasati minimnya anggaran pemerintah.
Lifter andalan Indonesia, Eko Yuli Irawan, juga mendapatkan dukungan sponsor, baik secara tim maupun individu. ”Kalau dari tim angkat besi saya mendapatkan dukungan dari Herbalife. Sementara sponsor pribadi dari Lazada, Visa, dan Bridgestone,” ujar juara dunia angkat besi kelas 61 kilogram itu.
Dari perusahaan-perusahaan itu, Eko mendapatkan uang tunai dan juga produk sesuai kebutuhan. Herbalife, misalnya, mendukung nutrisi Eko dan kawan-kawan di pelatnas. Sebagai imbal baliknya, Eko diwajibkan mengikuti aturan-aturan dari sponsor, seperti pengambilan gambar, video, publikasi media sosial, dan menghadiri kegiatan-kegiatan saat libur pelatnas.
Eko mengatakan, dirinya pernah kesulitan mendapatkan sponsor karena selama ini fokus latihan sehingga tidak bisa mengajukan proposal ke perusahaan swasta. Begitu berprestasi, seperti meraih medali emas Asian Games 2018 dan menjadi juara dunia 2018, Eko mulai dilirik oleh sponsor.
Anggaran menurun
Pelatih renang Indonesia, Albert C Sutanto, mengatakan, sponsor menjadi jalan keluar untuk menyiasati minimnya dukungan anggaran dari pemerintah. Apalagi, dukungan dari pemerintah semakin lama semakin kecil.
”Dibandingkan empat penyelenggaraan SEA Games terakhir, paling turun dukungan anggaran tahun ini,” ujar mantan perenang nasional ini.
Albert mencontohkan, anggaran akomodasi dan konsumsi dari pemerintah turun dari Rp 500.000 menjadi Rp 350.000 per hari. Demikian juga pagu anggaran latihan di luar negeri turun dari 225 dollar AS menjadi 150 dollar AS per hari.
”Mohon maaf, kualitas makanan yang diterima atlet akhirnya menurun juga, mengikuti pagu dari pemerintah,” lanjutnya.
Albert mengatakan, idealnya cabang olahraga memang tidak mengandalkan dukungan pemerintah untuk menyelenggarakan pelatnas. Namun, hal tersebut tidak mudah mengingat sponsor di Indonesia masih fokus mendukung olahraga populer, seperti bulu tangkis dan sepak bola. Sementara dukungan sponsor untuk cabang renang harus dialokasikan untuk nomor-nomor berbeda, yaitu renang, renang indah, loncat indah, dan polo air.
Selain kesulitan memenuhi nutrisi sesuai kebutuhan atlet, tim renang Indonesia juga harus menjalani pelatnas hanya dengan satu pelatih asing. Padahal, pada 2017, tim renang Indonesia mempunyai dua pelatih asing, yaitu David Amandoni (Perancis) dan Grant Stoelwinder (Australia).
”Pada 2017, kami mempunyai sponsor untuk pelatih asing. Sekarang tidak ada,” ujar Albert.
Biaya yang dibutuhkan untuk mendatangkan pelatih asing tidak murah. Tarif untuk mendatangkan Pelatih Sergio Lopez Miro, yang kini melatih Siman di AS, misalnya, Rp 35 juta per hari.
”Kalau mau stay di Indonesia, tarifnya Rp 300 juta per bulan. Padahal, pagu dari pemerintah maksimal hanya Rp 50 juta per bulan,” kata Albert.
Kebutuhan pelatih asing berkualitas, menurut Albert, sangatlah mendesak untuk memperbaiki kualitas atlet-atlet dalam negeri. Kehadiran Miro di Singapura, misalnya, terbukti meningkatkan kualitas perenang-perenang Singapura. Puncak prestasi negara itu adalah mengantar Joseph Schooling meraih emas Olimpiade Rio de Janeiro 2016 pada nomor 100 meter gaya kupu-kupu.
Agar prestasi Indonesia bisa meningkat, menurut Albert, pemerintah perlu fokus dalam menentukan kebijakan anggaran untuk cabang-cabang Olimpiade dengan jumlah medali banyak, seperti renang, mengingat dukungan sponsor untuk cabang ini masih minim.
”Pembagian dukungan cabang olahraga berdasarkan kluster seperti yang saat ini diterapkan tidak efektif karena setiap cabang olahraga punya ciri khas dan kebutuhan berbeda-beda,” kata Albert.