Harga Ayam Masih Rendah, Kebijakan Pemerintah Belum Berdampak
Peternak ayam mandiri menilai beberapa langkah dan kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga ayam pedaging atau broiler belum berdampak. Saat ini, harga ayam hidup di tingkat petani masih di bawah harga pokok produksi.
Oleh
erika kurnia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Peternak ayam mandiri menilai beberapa langkah dan kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga ayam pedaging atau broiler belum berdampak. Sepanjang 2019, harga ayam hidup di tingkat peternak tercatat dua kali anjlok ke harga terendah. Saat ini, harga ayam hidup di tingkat petani masih di bawah harga pokok produksi.
Kamis (5/9/2019) siang, para peternak yang tergabung dalam Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) berunjuk rasa di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kompleks Parlemen di Jakarta.
Dalam aksi itu, mereka juga membagikan ayam hidup secara gratis dan menemui pihak terkait untuk menyampaikan tuntutan agar pemerintah memperbaiki tata niaga penjualan ayam broiler dan perlindungan terhadap usaha mereka.
Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Pengusaha Peternak Ayam Nasional (Gopan) Sugeng Wahyudi, selaku koordinator aksi mengatakan, kebijakan pemerintah sampai saat ini belum berhasil meningkatkan harga yang anjlok akibat produksi ayam broiler yang berlebih.
"Koordinasi dan evaluasi yang melibatkan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sampai Bareskrim Polri sudah banyak dilakukan. Namun, tak pernah ada solusi yang jitu dan berkepanjangan," kata dia.
Sepanjang tahun, harga ayam hidup di tingkat peternak kerap jauh di bawah harga pokok produksi (HPP), bahkan mengalami dua kali penurunan harga yang signifikan. Pada Juni 2019, harga ayam hidup pernah menyentuh kisaran Rp 7.000 per kg-Rp 9.000 per kg. Lalu pada Agustus 2019, harga ayam hidup menyentuh nilai terendah yakni Rp 8.000 per kg.
Saat ini, harga ayam di tingkat nasional berkisar Rp 11.000 per kilogram (kg)-Rp 13.000 per kg. Harga tersebut jauh dari HPP yang berkisar antara Rp 18.000 per kg-Rp 20.000 per kg. HPP itu ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2018.
Pada Juni 2019 silam, pemerintah juga pernah membuat Komisi Ahli Unggas di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. Tim yang bekerja sama dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dibentuk guna meningkatkan pengawasan kemitraan usaha pada sektor peternakan. Namun, PPRN meminta agar tim itu dibubarkan karena dinilai tidak berdampak.
Ditambahkan Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Jawa Tengah, Pardjuni, anjloknya harga didorong peningkatan jumlah populasi ayam hidup yang 20 persen lebih tinggi daripada jumlah permintaan.
Anjloknya harga didorong peningkatan jumlah populasi ayam hidup yang 20 persen lebih tinggi daripada jumlah permintaan.
"Saat ini, ayam hidup dari bibit dalam negeri yang harus dilepas per minggu mencapai 69 juta ekor. Sementara, permintaan masih stagnan di sekitar angka 55 juta ekor per minggu," kata dia pada kesempatan yang sama.
Upaya menekan populasi ayam dengan mengurangi jumlah anak ayam ras pedaging (day old chick/DOC) pernah dilakukan Kementerian Pertanian. Melalui surat edaran nomor 6996/SE/ PK.010/F/06/2019, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menarik 30 persen telur tetas berumur 19 hari dari mesin tetas.
Kebijakan untuk perusahaan pembibit ayam ras di Jawa Tengah itu hanya berlaku selama dua minggu, yaitu pada 28 Juni sampai 12 Juli 2019. Sebelumnya, harga ayam broiler turun sampai rata-rata Rp 11.500 per kg, jauh dari biaya pokok produksi di angka rata-rata Rp 19.000 per kg.
Kebijakan yang belum terasa itu juga turut ditekan pengaruh pelaku industri perunggasan atau perusahaan ayam terintegrasi. Perusahaan terintergasi yang menguasai sebagian besar pasar ayam selama ini dinilai mempengaruhi harga sarana produksi peternakan.
Harga produksi ayam yang tinggi dipicu harga sarana produksi ternak terus stabil di level tertinggi. Tercatat, sejak awal 2019 sampai saat ini harga pakan berada di level Rp 6.800 per kg-Rp 7.400 per kg. Selain pakan, harga DOC sejak Agustus 2018 selalu bertengger diharga Rp 6.600 per kg-Rp 6.100 per kg, sebelum akhirnya turun ke harga Rp 4.000 per kg pada Juli-Agustus 2019.
Kerugian peternak
Sugeng memperkirakan, peternak merugi hampir Rp 2 triliun dalam setahun terakhir. Nilai kerugian itu diasumsikan dari rata-rata kerugian Rp 1.200 untuk setiap ekor ayam yang dijual. Setiap tahun, 936 juta ekor ayam diproduksi dengan berat rata-rata per ekor 1,6 kg.
"Untuk menghindari kerugian yang lebih besar, PPRN meminta agar pemerintah menerbitkan peraturan presiden yang mengatur penataan iklim usaha perunggasan nasional yang berkeadilan dan melindungi peternak rakyat mandiri," kata Sugeng.
Selain itu, para peternak juga menuntut pembenahan dan penataan hilirisasi usaha perunggasan melalui upaya kewajiban memiliki Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) bagi perusahaan integrasi, seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 32 Tahun 2017.
Sementara, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud saat dihubungi Kompas, mengatakan, pemerintah masih membutuhkan waktu untuk menganalisa penyebab turunnya harga ayam broiler.
"Kami sudah berkoordinasi dengan kementerian terkait. Namun, memang butuh waktu untuk memberikan dampak ekonomi melalui pembuatan kebijakan. Kalau mereka minta instan, kami harus cari instrumen yang memungkinkan," kata dia.