Tinggal di Kamar Kapsul, Murah tetapi Bukan Favorit
Terlepas dari kritik publik hingga penutupan indekos dengan kamar berbentuk boks oleh pemerintah, kamar boks sebenarnya bukan barang baru di Indonesia. Bukan dalam bentuk indekos, tetapi penginapan.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
Akhir Agustus lalu, salah satu portal berita daring menerbitkan artikel berjudul ”Foto: Balada Kaum Urban dalam Sekotak Kontrakan”. Berita foto dengan narasi itu menampilkan kaum urban yang tinggal di indekos dengan kamar berbentuk boks atau sleep box berukuran 2 meter persegi.
Indekos berlantai tiga dengan tembok berwarna putih ini terletak di Rawa Selatan, Johar Baru, Jakarta Pusat. Terdapat 64 sleep box dengan harga sewa berkisar Rp 300.000 sampai Rp 400.000 per bulan.
Setiap sleep box dilengkapi 1 kasur, 1 bantal, 1 seprai, 1 sarung bantal, colokan listrik, dan lampu. Fasilitas lain berupa satu pendingin ruangan di setiap lantai, Wi-Fi, toilet di setiap lantai, dan area parkir motor di lantai satu.
Kompas menyambangi indekos ini, Kamis (29/8/2019). Sayangnya, pemilik dan penghuni kompak tutup mulut. Pagi itu, hanya terlihat dua penghuni indekos yang sedang beraktivitas di lantai satu. Seorang sedang mencuci pakaian dan seorang lainnya menemani.
”Maaf tidak bisa (melihat indekos dan wawancara) karena sedang renovasi,” ucap Kori, pemilik indekos melalui sambungan telepon.
Setelah indekos itu viral dan menuai kritik publik karena kondisi kamar yang tidak manusiawi dan tak layak huni, pemerintah menutup dan menyegel indekos tersebut.
Wakil Wali Kota Jakarta Pusat Irwandi menyatakan, indekos belum memiliki izin usaha dan izin mendirikan bangunan dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta.
Terlepas dari kritik publik hingga penutupan indekos itu oleh pemerintah, kamar boks atau kerap pula disebut kamar kapsul sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Tak sedikit penginapan atau hotel yang menyediakan kamar-kamar kapsul.
Tempat tersebut menyasar pelancong tunggal yang lebih banyak menghabiskan waktunya di luar kamar. Kepraktisan, harga terjangkau, tetapi tetap nyaman merupakan tawaran kepada calon pengguna.
Coba-coba
Hilel Hodawya (20) menilai, kamar boks cukup nyaman untuk tempat beristirahat dengan fasilitas seadanya. ”Untuk kasurnya cukup nyaman buat tidur, tetapi fasilitas lain, ya, seadanya saja,” kata Hilel.
Ia tertarik menginap di kamar kapsul setelah mendengar rekomendasi teman-temannya. ”Banyak teman-teman yang cerita tentang pengalaman mereka menginap di tempat itu, jadi ingin mencoba sendiri rasanya,” ucapnya.
Hilel menuturkan, pengalaman pertamanya menginap di hotel kapsul cukup berkesan. Suatu saat nanti mungkin ia akan kembali menginap di hotel itu.
Sementara Celine (20) memilih hotel kapsul dengan alasan harga yang lebih terjangkau. ”Karena waktu itu hanya ingin singgah dan harga yang diberikan murah. Padahal, letaknya di pusat kota. Ternyata tempatnya cukup nyaman,” kata Celine.
Bukan favorit
Namun, pengamat properti Tanto Kurniawan melihat, konsumen Indonesia akan berpikir dua kali untuk kembali ke hotel kapsul. ”Selain hanya untuk coba-coba, konsumen Indonesia juga akan mempertimbangkan kembali harga dan kemudahan fasilitas yang didapat,” kata Tanto.
Ia mencontohkan kasus Tune Hotel Indonesia yang dikhususkan untuk backpacker. Tune Hotel di Indonesia dibuka di Kuta dan Legian, Bali, sekitar tahun 2012. Pada awalnya, hotel tersebut memang menjadi tujuan para backpacker yang memiliki bujet terbatas.
Meskipun sempat populer, lama-kelamaan, tingkat okupansi hotel itu semakin menurun hingga akhirnya ditutup pada 2015. Menurut Tanto, hingga penutupan hotel tersebut, tingkat okupansi Tune Hotel adalah 28 persen. Padahal, untuk balik modal dalam usaha perhotelan, rata-rata tingkat okupansi hotel harus berada pada angka sekitar 60 persen.
”Untuk hotel kapsul, jika kita mau buang air kecil, kita harus keluar kamar dan kemudian ke kamar mandi. Sementara di hotel konvensional, kita tidak perlu keluar kamar. Masalah kemudahan ini juga menjadi pertimbangan konsumen, terutama di Indonesia,” ucapnya.
Selain itu, harga sewa kamar kapsul pun jadi pertimbangan. Sebab, harganya tak berbeda jauh dengan hunian bintang dua. Padahal, hunian bintang dua lebih banyak menawarkan fasilitas.
Dari penelusuran melalui aplikasi pemesanan kamar, harga kamar hotel kapsul berkisar Rp 150.000 hingga Rp 300.000, sedangkan harga kamar hotel bintang dua Rp 200.000 hingga Rp 350.000.
Tanto pun meyakini, indekos kapsul belum menjadi kebutuhan. Alasannya karena ketersediaan lahan dan harga hunian yang masih terjangkau.
”Berbeda dengan Jepang dan China. Harga tanah ataupun sewa kamar sangat mahal,” ujarnya.