Proyek infrastruktur jaringan tulang punggung Palapa Ring diyakini hanya mampu menekan biaya pembangunan dan operasional jaringan.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proyek infrastruktur jaringan tulang punggung Palapa Ring diyakini hanya mampu menekan biaya pembangunan dan operasional jaringan. Masih ada persoalan beban besar biaya pengembangan jaringan akhir yang bisa mendistribusikan layanan sampai ke konsumen.
”Untuk mengatasi permasalahan itu, diskusi mengarah pada perlu atau tidaknya pemerintah mengucurkan insentif pembangunan sampai ke jaringan akhir sehingga biaya layanan data seluler antarwilayah menjadi sama,” ujar Ketua Program Studi Sarjana Teknik Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung Ian Yoseph saat dihubungi, Selasa (3/9/2019), di Jakarta.
Menurut dia, ketika negara memiliki Palapa Ring, satu harga pemakaian jaringan tulang punggung bisa diciptakan. Sementara, untuk jaringan akhir, harga yang harus dikeluarkan operator kemungkinan berbeda, tergantung sejumlah faktor. Misalnya, biaya membangun sambungan dari jaringan tulang punggung menuju jaringan akhir, teknologi yang dipakai, jaminan layanan, perawatan, jarak wilayah, tingkat kesulitan, harga transfer data per bita per detik, dan jumlah pengguna yang disasar. Pada akhirnya, seluruh hal itu akan menyebabkan biaya layanan yang dibebankan langsung ke konsumen berbeda antarwilayah.
”Jaringan tulang punggung memengaruhi 50 persen total biaya pembangunan jaringan,” kata Ian.
Tantangan pembangunan jaringan akhir adalah kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari pulau dan kepulauan. Menurut dia, medan yang berat akan mendorong perbedaan biaya pembangunan. Selain kabel serat optik, solusi lain adalah satelit. Akan tetapi, kapasitas transfer data per bita per detik satelit tidak sebesar kabel.
Sebelumnya, pada acara ”Seremoni Digital di Perbatasan”, di Nunukan, Kalimantan Utara, Sabtu (31/8/2019), Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, kehadiran jaringan tulang punggung Palapa Ring mampu membuat harga layanan data seluler menjadi satu harga di seluruh Indonesia. Permasalahannya, harga beli paket data seluler di wilayah timur Indonesia lebih mahal dibandingkan dengan di Jakarta.
Dengan kehadiran jaringan tulang punggung Palapa Ring, harga layanan data seluler menjadi rata meskipun secara kecepatan belum akan sebaik di Jakarta.
Palapa Ring Paket Barat menjangkau Provinsi Riau dan Kepulauan Riau sampai dengan Pulau Natuna. Total panjang kabel serat optik mencapai 2.275 kilometer (km). Palapa Ring Paket Tengah yang mempunyai panjang kabel serat optik 2.995 km menggapai 27 kabupaten/kota di Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Kalimantan Timur. Kedua paket ini sudah selesai dibangun dan kini sedang dipasarkan.
Adapun Palapa Ring Paket Timur menjangkau 35 kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua Barat, dan Papua. Total panjang kabel serat optik yang dibangun mencapai sekitar 8.450 km. Proyek ini hingga sekarang belum selesai dibangun.
General Manager External Communications PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Aldin Hasyim mengatakan, penggelaran jaringan ke berbagai daerah di Indonesia memiliki besaran biaya yang beragam. Hal ini pada umumnya menyesuaikan dengan tingkat kesulitan dan komponen ongkos lainnya yang dibutuhkan untuk menggelar infrastruktur ke lokasi.
”Komponen ongkos penggelaran jaringan, seperti jaringan pita lebar 3G dan 4G, tidak hanya mencakup biaya pembangunan pemancar, tetapi juga biaya pemeliharaan. Biaya pemeliharaan pun menyesuaikan beberapa faktor, seperti letak dan kondisi geografis,” ujarnya.
Aldin menyebutkan tiga kriteria lokasi pemancar yang dikedepankan oleh perusahaan. Kriteria pertama adalah pemancar reguler. Pemancar ini berdiri di kawasan yang memerlukan pembangunan ataupun penambahan unit baru.
Kriteria kedua yaitu pemancar di daerah yang secara bisnis tidak terlalu menguntungkan bisnis, tetapi perusahaan memprediksi akan ada pertumbuhan perekonomian suatu hari.
Ketiga, perusahaan membangun pemancar karena lokasi butuh, tetapi belum ada potensi bisnis jangka panjang. Kriteria ketiga ini biasanya terjadi di daerah perbatasan dengan jumlah populasi terbatas, tetapi akses komunikasi penting.
Group Head Corporate Communications PT XL Axiata Tbk Tri Wahyuningsih mengklaim tidak ada disparitas harga paket data seluler di dalam dan luar Jawa. Ia mencontohkan, harga paket Hotrod bulanan dengan kuota 800 megabita sekarang mencapai Rp 30.000. Pelanggan di wilayah Indonesia mana pun akan dibebankan biaya yang sama jika mereka ingin membeli paket dengan kuota itu.
”Secara prinsip, kami mendukung rencana pemerintah untuk memeratakan akses pita lebar ke seluruh Indonesia,” katanya.
Berdasarkan data Kemkominfo pada triwulan I-2019, luas wilayah permukiman mencapai 44.650 km persegi dan jumlah desa/kelurahan 83.218. Dilihat dari luas wilayah permukiman, capaian keterjangkauan layanan seluler berteknologi akses 2G adalah 98,48 persen, 3G sebesar 94,07 persen, dan 4G tercatat 95,59 persen.
Ditilik dari total desa/kelurahan, capaian keterjangkauan layanan seluler berteknologi akses 2G adalah 90,11 persen, 3G sebesar 77,97 persen, dan 4G tercatat 81,45 persen. (MED)