Usai Direhabilitasi, Delapan Orangutan Dilepasliarkan ke Habitatnya
Delapan orangutan yang sudah direhabilitasi dilepasliarkan di Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, Selasa (3/9/2019).
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Delapan orangutan yang sudah direhabilitasi dilepasliarkan di Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, Selasa (3/9/2019). Pelepasliaran orangutan dilakukan dalam memperingati Hari Primata Internasional, yang jatuh pada 1 September.
Pelepasliaran dilakukan atas kerja sama Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) bersama USAID-Lestari dan pemerintah di Kalimantan Tengah. Pelepasliaran ini adalah yang ke-17 kalinya di Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (TNBBBR) sejak pelepasliaran pertama 2016 lalu. Kegiatan ini menambah populasi orangutan hasil rehabilitasi di taman nasional tersebut. Kini populasi orangutan yang sudah direhabilitasi menjadi 136 individu.
“Kondisi kami saat ini lebih berat karena jumlah yang ada di pusat rehabilitasi masih banyak, jadi harus sesering mungkin melepaskan orangutan,” kata CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite di Palangkaraya.
Jamartin menjelaskan, saat ini di Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Nyaru Menteng di Palangkaraya, Kalteng terdapat 347 orangutan yang sudah maupun sedang direhabilitasi dan reintroduksi.
"Pekerjaan konservasi bukan pekerjaan one man show, ini kerja sama semua pihak," tambah Jamartin.
Delapan orangutan tersebut terdiri dari tiga orangutan jantan dan lima orangutan betina. Mereka dibawa ke titik pelepasliaran baru di Daerah Aliran Sungai (DAS) Hiran, Kabupaten Katingan, yang perlu menempuh perjalanan 19 jam ke lokasi.
“Titik baru itu supaya lebih maksimal penyebaran populasi orangutan hasil rehabilitasi, jadi gak melulu di lokasi yang sama, sebelumnya kan di Sungai Bemban, sekaran di Hiran,” ungkap Jamartin.
Baik Sungai Hiran maupun Bemban berada di area kaki Pegunungan Schwaner. Titik tertinggi pegunungan ini berada di Bukit Raya dengan ketinggian 2.278 meter (7.474 kaki). Wilayah ini terbagi di dua provinsi yakni Kalteng dan Kalimantan Barat.
Untuk mencapai lokasi tim pelepasliaran menggunakan mobil dilanjutkan dengan perahu kayu mesin atau yang disebut kelotok oleh warga Kalimantan. Tim harus menginap di tenda sebelum perjalanan dilanjutkan dengan kelotok.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Kalteng Adib Gunawan mengungkapkan, orangutan merupakan salah satu satwa dilindungi Undang Undang, jadi setiap warga negara maupun lembaga wajib melindunginya.
“Kerja sama antara lembaga dan bahkan pelaku bisnis itu sangat berarti bagi kami, apalagi tujuannya mengembalikan orangutan yang sudah siap hidup liar ke habitatnya,” ungkap Adib.
Adib menjelaskan, keberadaan orangutan di habitatnya memiliki peran penting dalam keberlangsungan ekosistem hutan. “Melindungi hutan berarti melindungi keanekaragaman hayati di dalamnya,” ujar Adib.
Kerja sama antara lembaga dan bahkan pelaku bisnis itu sangat berarti bagi kami, apalagi tujuannya mengembalikan orangutan yang sudah siap hidup liar ke habitatnya
Koordinator Landscape USAID Lestari Kalteng Rosenda Chandra Kasih mengungkapkan, orangutan merupakan spesies yang memberikan peran penting dalam regenerasi hutan. Berkurangnya orangutan akan berdampak pada hilangnya spesies lain baik tanaman maupun satwa lainnya di dalam hutan.
“Pelepasliaran ini tentunya memberikan dampak positif untuk hutan kita, hutan terjaga manusia juga diuntungkan,” ungkap Rosenda.