Perlindungan Petani Longgar, Pemerintah Susun Strategi Perdagangan
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Perlindungan terhadap petani dan peternak dalam negeri melonggar akibat revisi aturan sebagai konsekuensi kekalahan Indonesia dalam sengketa perdagangan dengan Amerika Serikat dan Selandia Baru. Pemerintah pun tengah menyusun strategi perdagangan untuk meningkatkan perlindungan.
Topik tersebut dibahas dalam rapat koordinasi tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta, Selasa (3/9/2019). Rapat dibuka Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.
Selain Darmin, hadir juga Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana; Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto; dan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita.
Secara spesifik, revisi aturan tersebut berkaitan dengan produk hortikultura serta hewan ternak dan turunannya. Wisnu menyatakan, pemerintah tengah menyusun strategi terhadap peningkatan perlindungan ada produk peternak dan petani dalam negeri pascarevisi tersebut.
"Ada 17 aturan, termasuk Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan), yang sedang dalam proses akhir compliance agar sesuai dengan rekomendasi WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) dalam penyelesaian sengketa perdagangan," tutur Wisnu.
Sebelumnya, WTO mengatakan, Indonesia kalah dalam sengketa perdagangan dengan nomor kasus DS 477 dan DS 478. Penggugat kedua kasus ini secara berturut-turut ialah, Selandia Baru dan Amerika Serika (AS).
Akibat kekalahan itu, Badan Penyelesaian Sengketa WTO merekomendasikan Indonesia untuk merevisi sejumlah regulasi. Sepanjang 2018, pemerintah mengubah sejumlah aturan tingkat menteri.
Contohnya, Permentan Nomor 24 Tahun 2018 merevisi Permentan Nomor 38 Tahun 2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura; Permentan Nomor 23 Tahun 2018 merevisi Permentan Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan/atau Olahannya ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia; dan Permendag Nomor 20 Tahun 2018 merevisi Permendag Nomor 59 Tahun 2016 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan.
Namun, perubahan aturan tersebut berpotensi melonggarkan impor yang dapat menekan petani dan peternak dalam negeri. Misalnya, Permentan Nomor 24 Tahun 2018 menghapuskan pasal yang melarang impor produk hortikultura pada saat masa panen.
Demi melindungi petani dan peternak dalam negeri, pemerintah pun membahas strategi perdagangan di ranah tarif. Salah satu usulan strategi tarif yang dapat diterapkan ialah tariff-rate quota (TRQ).
Wisnu mengatakan, mekanisme TRQ dapat diterapkan dengan mengenakan tarif bea masuk lebih tinggi pada masa panen dibandingkan masa lainnya. Pemerintah melihat, Indonesia memiliki ruang untuk menjalankan strategi ini dalam aturan WTO.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor, rata-rata tarif bea masuk impor produk hortikulturan serta hewan ternak dan turunannya ialah 5 persen.
Strategi tarif untuk melindungi produk dalam negeri lebih memungkinkan untuk dijalankan.
Menurut Darmin, strategi tarif untuk melindungi produk dalam negeri lebih memungkinkan untuk dijalankan. Sedangkan strategi nontarif lebih berpotensi disengketakan oleh negara lain.
Senada dengan Wisnu, Prihasto menilai adanya penetapan tarif bea masuk impor di masa panen dapat melindungi petani hortikultura. Pada saat panen, produk hortikultura dalam negeri berlimpah dan harga di petani cenderung rendah. Apabila impor tidak dibatasi, harga di tingkat petani akan anjlok.
Ketut berpendapat, penerapan tarif yang lebih tinggi saat produksi hewan ternak dan produk turunannya tengah berlimpah merupakan wujud perlindungan terhadap peternak dalam negeri.
"Langkah ini seharusnya masih dalam ranah batasan yang diperbolehkan WTO," kata Prihasto.
Dari sisi hambatan nontarif, Ketut menyatakan, kewajiban sertifikasi halal masih jadi andalan. Bahkan, pihaknya tengah mengusahakan penelusuran kehalalan hingga pakan yang dikonsumsi oleh produk ternak dan turunannya.