Luasan kawasan kumuh di Indonesia bertambah seiring dengan semakin banyaknya warga yang tinggal di kawasan perkotaan. Program pengentasan kawasan kumuh harus dipercepat.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Beberapa anak kecil bermain di kali penuh sampah yang sedang surut di kawasan 3-4 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I, Palembang, Minggu (16/6/2019). Masalah ketimpangan pembangunan masih terjadi di Palembang.
PALEMBANG, KOMPAS — Luasan kawasan kumuh di Indonesia bertambah seiring dengan semakin banyaknya warga yang tinggal di kawasan perkotaan. Program pengentasan kawasan kumuh harus dipercepat agar tidak menimbulkan masalah ke depan.
Hal ini disampaikan Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Permukiman Rakyat Didiet Arief Akhdiat, seusai membuka Rapat Koordinasi Percepatan Pelaksanaan Program Kota Tanpa Kumuh, di Palembang, Selasa (3/9/2019).
Didiet mengatakan, setelah kepala daerah di seluruh Indonesia melakukan pembaruan data terkait kawasan kumuh, luas kawasan kumuh di Indonesia bertambah.
Pada tahun 2014, jumlah kawasan kumuh di Indonesia sekitar 38.000 hektar. Namun, ketika dilakukan pembaruan, saat ini luas kawasan kumuh mencapai 87.000 hektar. Meningkatnya jumlah kawasan kumuh ini disebabkan semakin banyak warga yang tinggal di kawasan perkotaan.
Anak-anak di Kampung Bengek, yang menempati lahan milik PT Pelindo II di kawasan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, bermain di lingkungan yang dikelilingi sampah, Senin (2/9/2019).
Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan penduduk nasional rata-rata 1,17 persen per tahun, sementara jumlah penduduk perkotaan tumbuh sekitar 2,75 persen per tahun. Masih berdasarkan sumber yang sama, ungkap Didiet, pada 2025, diperkirakan 68 persen populasi di Indonesia akan tinggal di perkotaan. Tahun 2035, penduduk perkotaan akan naik menjadi 76 persen.
Tantangan yang dihadapi pun beragam, mulai dari migrasi desa ke kota, reklasifikasi desa, kesenjangan antarwilayah, hingga masalah kemiskinan. ”Pertumbuhan ini harus segera diantisipasi agar tidak menimbulkan permasalahan ke depan,” kata Didiet.
Pertumbuhan ini harus segera diantisipasi agar tidak menimbulkan permasalahan ke depan.
Untuk itu, saat ini beragam upaya dilakukan guna mengurangi kawasan kumuh di Indonesia, mulai dari menyediakan infrastruktur permukiman, seperti rumah, air bersih, sarana sanitasi, pengelolaan limbah, dan perbaikan drainase.
”Dengan pembangunan ini, diharapkan luasan kawasan kumuh di Indonesia dapat berkurang secara bertahap,” ucap Didiet.
Tumpukan sampah ditemukan di aliran Sungai Jerujuk, Kamis (13/9/2018). Di muara sungai ini ditemukan anak tangga bersejarah yang diduga buatan zaman Kesultanan Palembang.
Didiet mengakui, saat ini, pengentasan kawasan kumuh terus dilakukan, yang sudah mencapai 32.000 hektar. Memang masih ada kekurangan 6.000 hektar dari target hingga 2020 sebesar 38.000 hektar. Namun, dengan peran semua pihak, diharapkan kawasan kumuh dapat berkurang. Kendala utama pengurangan kawasan kumuh adalah terbatasnya anggaran.
Untuk itu, lanjut Didiet, diperlukan peran dari pemerintah daerah agar turut mengurangi kawasan kumuh di wilayahnya masing-masing. Ia pun berharap pengentasan kawasan kumuh dapat disesuaikan dengan kearifan lokal masing-masing daerah.
Wali Kota Palembang Harnojoyo mengatakan, pihaknya terus berupaya untuk mengurangi kawasan kumuh di wilayah Palembang. Dari 2.032 hektar, sudah tertangani sekitar 610 hektar kawasan kumuh. Apabila dihitung dari jumlah titik, dari 58 titik kawasan kumuh di Palembang, sebanyak 48 titik sudah tertangani.
Kawasan kumuh di Palembang biasanya lebih banyak berada di kawasan hulu Palembang. Itu karena kebanyakan warga yang berpenghasilan menengah ke bawah tinggal di kawasan tersebut, terutama di bantaran sungai.
Selain anggaran yang terbatas, perilaku masyarakat juga sangat berperan untuk mengurangi kawasan kumuh. Saat ini, berbagai cara dilakukan untuk mengurangi kawasan kumuh, misalnya menata pinggiran sungai. Hal ini sudah diterapkan untuk rute kawasan Sungai Sekanak-Sungai Lambidaro.
”Selain menata sungai, kawasan kumuh yang ada di pinggir sungai tersebut juga akan ditata,” ujarnya.
Wali Kota Palembang Harnojoyo melihat cara kerja ekskavator amfibi yang mengangkat sampah di Sungai Sekanak, Minggu (4/2/2018). Sungai Sekanak menjadi salah satu obyek wisata baru karena dihias dengan kreativitas pegiat mural.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Palembang Agus Kelana mengatakan, selain membangun infrastruktur, ada cara lain yang bisa dilakukan, misalnya merelokasi warga ke kawasan lain yang tidak kumuh.
”Setelah itu, kawasan kumuh yang dulunya ditempati warga dijadikan ruang terbuka hijau,” lanjutnya. Tentu, cara ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Cara lain adalah mengarahkan warga pada sejumlah kawasan permukiman untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Di beberapa daerah sudah dibangun sejumlah rumah yang layak huni untuk ditempati.
Di sisi lain, pengawasan terhadap lahan pemerintah juga akan dilakukan agar tidak tercipta kawasan kumuh yang baru.