Biaya Sekolah dan Emas Dorong Inflasi Agustus 2019
Badan Pusat Statistik melaporkan, indeks harga konsumen pada Agustus 2019 mengalami inflasi 0,12 persen. Secara tahunan, inflasi berada pada posisi 3,49 persen. Inflasi tersebut terutama disumbang kenaikan biaya sekolah dan perhiasan emas.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pusat Statistik melaporkan, indeks harga konsumen pada Agustus 2019 mengalami inflasi 0,12 persen. Secara tahunan, inflasi berada pada posisi 3,49 persen. Inflasi tersebut terutama disumbang kenaikan biaya sekolah dan perhiasan emas.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto, Senin (2/9/2019), di Jakarta, mengatakan, kenaikan inflasi tercatat dari kenaikan harga di 44 kota dari 82 kota yang diteliti.
”Inflasi tertinggi terjadi di kelompok pengeluaran pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 1,21 persen. Diikuti kelompok pengeluaran sandang sebesar 0,88 persen,” paparnya.
Biaya sekolah berandil pada inflasi 0,09 persen, seiring dengan masuknya tahun ajaran baru 2019/2020. Adapun biaya sekolah dasar (SD) berandil paling besar dengan sumbangan 0,04 persen, dibandingkan dengan biaya sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) yang hanya 0,02 persen, serta biaya kuliah akademi atau perguruan tinggi 0,01 persen.
Dari kelompok sandang, kenaikan harga perhiasan emas berkontribusi 0,05 persen terhadap inflasi pada Agustus 2019. Direktur Statistik Harga BPS Nurul Hasanudin mengatakan, dalam dua bulan terakhir, harga emas melonjak signifikan akibat ketidakpastian ekonomi global.
”Kondisi global membuat investasi emas lebih dipilih sehingga harganya naik,” katanya.
Data Logam Mulia PT Aneka Tambang Tbk (Antam) menunjukkan, harga emas Antam sejak akhir Juli hingga akhir Agustus naik sekitar 9 persen. Dalam sebulan, harga emas melonjak dari sekitar Rp 711.000 per gram menjadi Rp 770.000 per gram.
Harga emas Antam sejak akhir Juli hingga akhir Agustus naik sekitar 9 persen.
Kenaikan harga emas Antam tersebut sejalan dengan kenaikan harga emas dunia. Dikutip dari gold.org, harga emas dalam sebulan terakhir naik sekitar 7 persen, yakni dari 1.427 dollar AS per ounce pada akhir Juli menjadi 1.528 dollar AS per ounce pada akhir Agustus.
Direktur Utama Bursa Berjangka Jakarta Stephanus Paulus Lumintang, saat ditemui beberapa waktu lalu, memprediksi kenaikan harga emas akan berlangsung hingga akhir tahun. Harga emas diproyeksi bisa mencapai 1.575 dollar AS per ounce, bahkan menembus Rp 800.000 per gram.
Kekeringan
Sementara itu, pada Agustus 2019, beberapa kelompok pengeluaran menyumbang deflasi, salah satunya bahan makanan. Meski menyumbang deflasi, cabai merah mengalami kenaikan harga karena musim kering yang panjang.
Suhariyanto mengatakan, beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga dan menyumbang inflasi perlu diwaspadai. Salah satunya cabai merah. ”Cabai merah menyumbang inflasi 0,10 persen. Kemarau cukup panjang menyebabkan kenaikan harga cabai di 62 kota, seperti Mamuju yang naik 54 persen,” ujarnya.
Kekeringan juga patut diwaspadai karena berdasarkan perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kemarau tahun ini akan lebih lama daripada biasanya.
Dampak kekeringan, menurut Suhariyanto, juga diperkirakan memengaruhi kenaikan harga cabai rawit, yang menyumbang inflasi 0,07 persen. Inflasi bahan makanan juga disumbang harga ikan segar dan kentang, masing-masing 0,01 persen.
Sementara itu, komoditas yang berandil pada deflasi adalah bawang merah (0,08 persen) yang mengalami penurunan harga di 79 kota. Penurunan harga disebut terjadi karena adanya musim panen raya di sejumlah daerah, antara lain Bima, Nganjuk, Pati, dan Brebes.
Deflasi kelompok bahan makanan juga disumbang tomat sayur (0,06 persen) serta bayam dan bawang putih yang masing-masing 0,02 persen.
Sementara itu, deflasi terbesar disumbang kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,55 persen. Penurunan harga tiket pesawat menjadi faktor terbesar dengan andil 0,11 persen.