Liverpool mencatat kemenangan keempat beruntun membuka kompetisi Liga Inggris musim 2019-2020. Namun, rekor sempurna itu terganggu kemarahan Sadio Mane pada Mohamed Salah yang dinilai bersikap egois di depan gawang Burnley.
Oleh
Yulvianus Harjono
·3 menit baca
BURNLEY, MINGGU - Liverpool FC menjaga tren positif di Liga Inggris dengan membekap tuan rumah Burnley 3-0, Minggu (1/9/2019) dini hari WIB. Namun, kemenangan yang menandai rekor baru Liverpool itu dinodai kemarahan Sadio Mane atas rekan setimnya, Mohamed Salah.
Mane, yang biasanya tenang dan kalem, terbakar emosi sambil berteriak-teriak saat ditarik keluar lapangan menit ke-85 di Stadion Tur Moor itu. Sejumlah pemain Liverpool seperti Jordan Henderson, Roberto Firmino, dan James Milner, mencoba menenangkan pemain asal Senegal itu.
Kemarahan penyerang sayap ”The Reds” itu bukan lantaran diganti Divock Origi. Ia nyaris mengamuk karena insiden di lapangan beberapa menit sebelumnya. Saat itu, Salah menggiring bola di area penalti Burnley. Di saat sama, Mane berdiri di depan kiper lawan tanpa terkawal bek-bek lawan. Liverpool berpeluang besar menambah keunggulan menjadi empat gol.
Alih-alih mengoper bola ke Mane, Salah memaksakan diri untuk membuat gol. Aksi solonya itu mudah dipatahkan bek Burnley yang mengepungnya. Liverpool gagal menambah gol dan kedudukan tak berubah, 3-0 di akhir laga. Berkat kemenangan itu, The Reds bercokol di puncak klasemen Liga Inggris dengan 12 poin sempurna dari empat laga.
Mereka pun membukukan rekor baru internal, yaitu 13 kemenangan beruntun sejak Maret. Di satu sisi, tren positif itu menambah optimisme penggemar The Reds akan peluang mengakhiri tiga dekade puasa trofi juara Liga Inggris. Mereka terus berlari kencang menghindari kejaran pesaingnya, Manchester City, yang menang 4-0 atas Brighton & Hove Albion.
Kali terakhir Liverpool tampil begitu konsisten dan tak terkalahkan adalah pada 1990, saat diasuh Kenny Dalgish. Ketika itu, The Reds mencetak 12 kemenangan beruntun, April hingga Oktober 1990. Di akhir musim itu, Liverpool menjadi kampiun Liga Inggris untuk ke-18 kalinya. Sejak itu, mereka tidak pernah lagi juara di Liga Inggris.
Di sisi lain, kekesalan Sane pada Salah itu membuat cemas sebagian fans Liverpool. Mereka khawatir situasi ini memburuk. Bukan kali ini saja Mane dan Salah terlibat konflik. Dua musim lalu, keduanya juga sempat disorot karena saling tidak memberikan operan di beberapa laga. Musim lalu, keduanya seolah berlomba menjadi lumbung gol Liverpool.
Kebetulan, Mane dan Salah sama-sama mencetak 22 gol di Liga Inggris musim lalu. Mane hanya kalah satu gol dari koleksi lima gol Salah di Liga Champions saat mereka menjadi juara. ”Mane berhak Marah. Salah harusnya mengoper bola dan tidak egois,” ujar Graeme Kelly, penggemar Liverpool, di akun Twitter.
Egois
Jamie Carragher, mantan bek Liverpool, berpendapat senada, Salah acapkali terlihat egois. ”Produktivitasnya untuk Liverpool di Liga Inggris sangat luar biasa, entah itu gol atau asis. Tiada pemain lain yang berperan dalam gol lebih banyak darinya. Namun, tidak diragukan, ia egois dan serakah,” tuturnya di Sky Sports seusai insiden serupa di laga kontra Fulham, Maret lalu.
Manajer Liverpool Juergen Klopp pun angkat bicara soal insiden kemarahan Mane. Ia membantah hal itu bisa mengakibatkan prahara, apalagi konflik, di internal timnya. ”Ia (Mane) marah. Itu jelas sekali. Ia tidak mampu menutupi emosinya. Namun, kami telah membahas hal ini dan semuanya baik-baik saja. Sepekan ke depan, tiada lagi yang bakal mengingatnya,” tukasnya.
Beruntung, Liga Inggris dan liga Eropa lainnya akan jeda sejenak akhir pekan ini. Jadi, Liverpool punya waktu dua pekan untuk membenahi masalah Mane dan Salah sebelum menghadapi Newcastle United 14 September mendatang. “Mereka adalah para individu yang hebat. Namun, juga berkawan baik di kamar ganti. Mereka punya keterikatan,” tutur Adrian, kiper Liverpool, yang tidak mencemaskan hubungan Mane dan Salah.
Jon Walters, mantan striker Burnley, berpendapat senada. Persaingan Salah dan Mane di lapangan justru menjadi hal bagus bagi Liverpool. “Sebagai tim, kami ingin dua atau tiga striker saling memacu diri sepanjang musim. Jadi, bukan satu saja yang mendominasi. Saya kira, Liverpool adalah satu kesatuan yang bagus,” ungkapnya dikutip Express. (AFP)