Sekitar 500 pengungsi asing masih bertahan di tempat penampungan sementara eks-Kodim Kalideres, Jakarta Barat, Minggu (1/9/2019). Para pencari suaka itu menolak direlokasi karena dana kebutuhan hidup yang disalurkan UNHCR dinilai tidak mencukupi.
Oleh
Stefanus Ato
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekitar 500 pengungsi asing masih bertahan di tempat penampungan sementara eks-Kodim Kalideres, Jakarta Barat, Minggu (1/9/2019). Para pencari suaka itu menolak direlokasi karena dana kebutuhan hidup yang disalurkan Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi atau UNHCR dinilai tidak mencukupi.
Mereka juga merasa dibohongi karena biaya yang diberikan tidak sesuai janji UNHCR. Para pengungsi asing dan pencari suaka itu seharusnya sudah meninggalkan penampungan sementara pada Sabtu (31/8).
Zein Alitahirin (39), salah satu pengungsi, mengatakan, saat ini masih ada sekitar 500 dari total 1.152 pengungsi yang bertahan di tempat penampungan. Mereka akan tetap berada di sana sampai UNHCR memberi kejelasan terkait nasib mereka.
”Kalau nanti diusir dari sini, kami akan ke UNHCR di Jakarta Pusat. UNHCR punya tanggung jawab melindungi dan menjamin kehidupan seluruh pengungsi di dunia, termasuk kami,” kata pria asal Afghanistan itu.
Zein menambahkan, dari sekitar 500 pengungsi yang bertahan, sebagian belum dipanggil namanya untuk mendapatkan uang dari UNHCR. Sementara itu, ada sekitar 150 pengungsi yang menolak bantuan kebutuhan hidup dari UNHCR.
”Awalnya, UNHCR bilang kami akan dikasih uang tunjangan selama enam bulan, tetapi mereka bohong. Uang yang dikasih itu hanya untuk satu bulan,” katanya.
Awalnya, UNHCR bilang kami akan dikasih uang tunjangan selama enam bulan, tetapi mereka bohong. Uang yang dikasih itu hanya untuk satu bulan.
Hasan (41), salah satu pengungsi asal Afghanistan, menunjukkan bukti pemberian uang yang diberikan pihak UNHCR kepada Kompas. Dalam kuitansi itu tertulis biaya akomodasi selama satu bulan sebesar Rp 1,3 juta untuk satu keluarga dengan jumlah 2-4 orang.
Di bagian bawah kuitansi terdapat tulisan yang menyebutkan, ”Saya setuju untuk menerima bantuan satu kali ini untuk akomodasi dan tidak akan kembali ke Gedung Pemda di Kalideres.”
Hasan menambahkan, uang Rp 1,3 juta tidak cukup untuk memenuhi keperluan sehari-hari, mulai dari menyewa kontrakan hingga makan dan minum. Apalagi, biaya yang diberikan itu bukan untuk orang per orang, melainkan untuk satu keluarga.
”Satu juta sangat tidak cukup untuk hidup di Jakarta. Kami juga punya keluarga, punya anak dan istri. Setelah uang itu habis, kami ke mana lagi,” ucap lelaki yang sudah tiga tahun di Indonesia itu.
Syed (22), salah satu pengungsi Afghanistan, mengatakan, sejak Sabtu lalu, fasilitas yang mereka dapatkan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, seperti air dan listrik, sudah dihentikan. Saat ini, semua keperluan untuk makan dan minum diperoleh dari UNHCR dan sebagian warga Indonesia yang menaruh perhatian kepada mereka.
”Makanan dari UNHCR juga hanya dua kali (pagi hari dan malam hari). Setiap orang satu bungkus nasi dan satu gelas air minum. Dari kemarin, kami hanya cuci badan, tidak mandi,” katanya.
Syed menambahkan, pada Sabtu malam mereka terpaksa menginap tanpa penerangan. Untuk mengisi daya telepon seluler, mereka mengharapkan kemurahan hati warga sekitar di luar area penampungan.
Kemanusiaan
Ketua Harian Satuan Tugas Penanganan Pengungsi Luar Negeri Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Brigadir Jenderal (Pol) Chairul Anwar mengatakan, Indonesia tidak memiliki kewajiban menerima pengungsi. Sebab, Indonesia tidak meratifikasi Konvensi Internasional 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi.
”Kami membantu pengungsi, memberikan izin tinggal di Indonesia, dan memberikan bantuan-bantuan itu dalam konteks kemanusiaan. Jadi, kami tidak punya kewajiban menerima pengungsi dari luar negeri,” ujar Chairul di Jakarta, Sabtu (31/8/2019).
Kami membantu pengungsi, memberikan izin tinggal di Indonesia, dan memberikan bantuan-bantuan itu dalam konteks kemanusiaan.
Pemerintah juga terus mendesak UNHCR agar mempercepat penempatan bagi para pengungsi asing tersebut ke negara ketiga atau negara penerima pengungsi. Tujuannya agar penanganan masalah pengungsi asing tak berlarut-larut.
Chairul menambahkan, sebagian pengungsi asing yang sebelumnya tinggal di penampungan sementara di lahan eks-Kodim Jakarta Barat kini telah berada di Sudanese African Asian School (SAAS) di Jalan Asem Baris Raya, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Di kantor lembaga swadaya masyarakat mitra UNHCR itu, para pengungsi mulai menjalani proses administrasi atau pendataan.
Pendataan itu meliputi identifikasi asal negara atau tempat tinggal serta pengklasifikasian tingkat kerentanan dari pengungsi. Kategori rentan adalah anak-anak tanpa orangtua, wanita lajang, dan ibu yang memiliki anak, tetapi tanpa suami.
Terhadap kategori rentan, UNHCR akan memberikan bantuan selama enam bulan. Adapun di luar kategori rentan, mereka hanya dapat bantuan selama satu bulan.
”Dari bantuan itu, mereka bisa mencari tempat tinggal,” kata Chairul.