Semangat menjaga kondisi bumi diwujudkan Iro Yam Martok (51) dan Biyanto (49) dalam bentuk membuat restoran yang menyajikan menu vegetarian. Restoran hanya menyediakan menu sayuran dan hasil tumbuhan, antara lain kerupuk rumput laut, sama sekali tak ada produk hewani.
Oleh
Samuel Oktora
·4 menit baca
Iro Yam Martok dan Biyanto meninggalkan pekerjaan mereka sebagai pengusaha besi dan kopi. Mereka ingin turut serta berjuang untuk memulihkan bumi yang damai dan indah.
Suatu sore, beberapa waktu lalu, pengunjung masih berdatangan ke Resto ”Kehidupan Tidak Pernah Berakhir” (KTPB) di Jalan Padjadjaran, Kota Bandung, Jawa Barat. Restoran ini didirikan Iro dan Biyanto pada 2012, beberapa bulan setelah mereka mendirikan rumah makan pertama, yakni Resto ”Satu Dunia Satu Cinta” (SDSC) di kawasan Teluk Gong, Jakarta Utara.
Di restoran KTPB, Iro dan Biyanto duduk berbaur di meja pengunjung. Sampai-sampai, tak terlihat kalau mereka adalah pemilik restoran itu.
Sore itu, Iro tengah meneliti sejumlah surat undangan. ”Ini adalah surat cinta (surat undangan). Sampai saat ini kami terus melakukan sosialisasi sebagai bentuk edukasi ke masyarakat bahwa pola makan nabati penting serta dapat mendinginkan dan menyelamatkan bumi,” tutur Iro dengan antusias.
Pada Januari-April lalu, sejumlah pelajar dan guru SMP, SMA, mahasiswa dari perguruan tinggi, dan karyawan rumah sakit diundang ke Restoran KTPB. Sekitar 20-30 orang dari tiap lembaga atau kelompok masyarakat diundang. Mereka menjadi sasaran sosialisasi tentang upaya menjaga bumi. Peserta sosialisasi ditargetkan 3.600 orang dalam setahun.
Di acara sosialisasi, selain dialog interaktif, peserta juga dijamu berbagai menu yang tersaji di restoran. Masyarakat dijelaskan mengenai kondisi bumi akibat pemanasan global, termasuk cuaca sangat ekstrem yang menjadi akibatnya.
Dampak yang terasa adalah pola curah hujan menjadi tidak menentu, termasuk kekeringan dan banjir di sejumlah wilayah.
Iro mengutip Steinfeld et al, Livestock’s Long Shadow, 2006, yang menyebutkan, penghasil metana (CH4) terbesar di dunia adalah industri peternakan. Metana juga merupakan akar utama permasalahan pemanasan global gas rumah kaca. Metana dapat ditemukan pada kotoran hewan, antara lain sapi, kambing, domba, babi, dan unggas.
Problem lain, peternakan membutuhkan lahan luas. ”Peserta diharapkan dapat menyebarluaskan informasi ini kepada warga lainnya,” ujar Iro.
Tidak murahan
Untuk menarik minat masyarakat agar tertarik beralih menjadi vegan, Iro dan Biyanto menetapkan harga menu vegetarian yang murah di restoran mereka. Prinsip mereka, harga makanan harus terjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Pada awal dibuka, satu porsi menu vegetarian di restoran ini, yang terdiri dari nasi putih dan empat macam sayuran seharga Rp 6.000. Masih ditambah air putih gratis. Namun, seiring kenaikan harga bahan baku, kebutuhan operasional, dan gaji karyawan, kini harga bersih untuk menu yang sama Rp 12.000. Restoran KTPB dan SDSC kini memiliki 83 karyawan, termasuk 20 koki.
”Harga ini relatif murah, tapi tidak murahan. Kualitas menu vegetarian tetap baik untuk kesehatan dan semua kalangan bisa menikmati, mulai dari yang kaya, miskin, semua agama, golongan, etnik, tua dan muda, dewasa hingga anak-anak, laki-laki, maupun perempuan,” ujar Iro.
Bagi Iro dan Biyanto, keputusan menjadi vegan dan membuka resto vegetarian adalah ketika mereka tiba pada satu titik, merasa jenuh, hampa, dan tiada berarti.
”Saya sempat merasakan hidup ini hampa. Tiap hari yang dilakukan cuma sibuk bekerja, cari uang. Tapi setelah dapat uang, kembali lagi ke rutinitas dan tidak ada sesuatu yang bermakna bagi kemaslahatan manusia,” kata Biyanto.
Kemudian, mereka bertemu orang yang mengajarkan cara mencintai bumi dan berguna bagi banyak orang. Mereka pun tertarik untuk terlibat dalam gerakan menyelamatkan bumi.
Keputusan itu diwujudkan setelah Biyanto dan Iro bertemu di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Sukabumi, pada 2009. Mereka memutuskan membuka restoran yang menyajikan menu berbasis sayuran.
Menu masakan vegetarian yang tersaji di Resto ”Kehidupan Tidak Pernah Berakhir”, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/6/2019). Sumber: Resto Kehidupan Tidak Pernah BerakhirPasar yang bagus
Menurut Biyanto, vegetarian mempunyai prospek pasar yang bagus ke depan, seperti daging vegan, yang bisa dibuat dari sari kedelai padat.
”Jika tren pasar vegetarian terus tumbuh, orang juga pada akhirnya akan beralih dari industri peternakan dan produk turunannya kepada vegetarian,” ujarya.
Sementara Manajer Resto Kehidupan Tidak Pernah Berakhir, Silvi Pely Joedha menuturkan, terkait aspek kesehatan, menu sayuran yang dijual tidak ada yang menggunakan santan. Sebagai pengganti santan, seperti untuk sayur lodeh dan soto, restoran itu menggunakan susu kedelai.
”Garam, gula, bawang, micin atau vetsin juga tidak dipakai. Sebagai ganti bumbu penyedap, kami menggunakan bumbu sari jamur,” ujar Joedha.
Tahun ini, restoran itu akan menjalin kemitraan dengan investor dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sistem yang digunakan adalah bagi hasil.
”Dengan pola kemitraan ini, diharapkan restoran vegetarian semakin banyak, seperti halnya mini market yang tumbuh hingga berbagai pelosok daerah. Hal ini akan membuka peluang usaha dan pasar yang baru, serta membuka lapangan kerja yang dapat mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat,” kata Iro.