Teknologi Digital Bantu Meningkatkan Produktivitas Nelayan
Teknologi digital diyakini mampu mendorong produktivitas menangkap ikan para nelayan. Ketika produktivitas naik, kehidupan ekonomi nelayan diharapkan membaik.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JEMBRANA, KOMPAS -- Teknologi digital diyakini mampu mendorong produktivitas menangkap ikan para nelayan. Ketika produktivitas naik, kehidupan ekonomi nelayan diharapkan membaik.
Chief Technology Officer PT XL Axiata Tbk (XL Axiata) Yessie D Yosetya, di sela-sela peluncuran aplikasi Laut Nusantara versi ketiga, Kamis (29/8/2019), di Jembrana, Bali, mengklaim, berdasarkan evaluasi pemakaian terhadap sekitar 15.000 nelayan pengguna, aplikasi Laut Nusantara mampu meningkatkan rata-rata volume tangkapan ikan sampai dua kali lipat. Sebab, peta lokasi potensi ikan yang diberikan di aplikasi akurat dan selalu diupayakan yang terkini. Nelayan cukup mengunduh, lalu mengikuti arahan peta.
Di dalam aplikasi Laut Nusantara juga ditanamkan fitur menghitung kebutuhan bahan bakar minyak untuk melaut yang disesuaikan dengan jarak tempuh ke lokasi penangkapan ikan.
Dia mencontohkan salah satu pembaruan adalah dashboard yang memungkinkan pemantauan pergerakan nelayan. Tim pengembang XL Axiata menjadi tahu nelayan yang aktif atau tidak mempergunakan aplikasi Laut Nusantara.
Aplikasi Laut Nusantara pertama kali diluncurkan pada 2016. Upaya memperkenalkan kepada nelayan, diakui Yessie, harus melalui komunitas desa. Setelah perkenalan, tim XL Axiata juga tetap mendampingi dan memberi pelatihan.
Sasaran utama pengguna aplikasi Laut Nusantara adalah nelayan pesisir, meskipun aplikasi ini sebenarnya juga terbuka bagi nelayan nasional.
"Aplikasi Laut Nusantara juga mempunyai fitur pemantauan harga tangkapan laut. Fitur ini bermanfaat bagi nelayan yang ingin menjual dan menghitung untung penjualan ikan. Kalau nelayan rajin memasukkan data volume tangkapan, di pasar nasional pun jadi punya data valid," kata dia.
Pendapatan
Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sjarief Widjaja, menekankan, keberadaan teknologi digital mampu meningkatkan taraf hidup nelayan tradisional. Ketika produktivitas nelayan naik, produksi ikan dalam negeri turut bertambah. Pada akhirnya, pendapatan nelayan juga meningkat.
Mengutip data Kementerian Kelautan dan Perikanan, nilai tukar nelayan pada Mei 2019 sebesar 113,08 atau naik 0,64 persen dibandingkan dengan bulan yang sama tahun 2018, yaitu dari 112,36.
Sementara itu, nilai tukar nelayan pada Mei 2019 dibandingkan dengan April 2019 meningkat 0,54 persen.
Nilai tukar usaha nelayan (NTUN) pada Mei 2019 sebesar 127,25 atau tumbuh 1,21 persen dibandingkan dengan bulan yang sama tahun 2018, yaitu dari 125,73. Sementara itu, jika dibandingkan dengan April 2019, NTUN terjadi peningkatan sebesar 0,99 persen, yaitu dari 126,00 (April 2019) menjadi 127,25 (Mei 2019). Artinya, pada bulan Mei tahun 2019, usaha nelayan membaik.
Selain aplikasi Laut Nusantara, dia Sjarief mencermati ada tren sejumlah generasi muda yang peduli pada kehidupan ekonomi nelayan tradisional. Beberapa kali mereka mendatangi Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk meminta data produksi ikan. Data itu digunakan untuk memudahkan mereka menciptakan platform pasar ikan.
Menurut dia, dengan kecepatan teknologi digital, sistem pendataan semakin mudah diciptakan. Layanan seluler yang dimiliki operator telekomunikasi dapat digunakan untuk menciptakan sistem pendataan. Dia berharap, pemerintah daerah serta unit pelaksana teknis terkait industri perikanan tergerak menciptakan sistem pendataan suplai dan permintaan ikan.
Sjarief menyebutkan, pada akhir 2018, produksi ikan nasional mencapai sekitar 16 juta ton, sedangkan konsumsi dalam negeri sekitar 12,8 juta ton. Dia mengatakan, realitas itu patut diapresiasi, apalagi menurutnya, ada kecenderungan konsumsi dalam negeri semakin naik.
Head of Institute for Marine Research and Observation (Balai Riset dan Observasi Laut) Kementerian Kelautan dan Perikanan, I Nyoman Radiarta, mengatakan, aplikasi Laut Nusantara merupakan bagian dari Sistem Informasi Prediksi Kelautan. Pengembangan aplikasi ini bekerja sama dengan XL Axiata. Setiap pembaruan atau penambahan fitur berdasarkan masukan nelayan.
Ia mencontohkan, pada aplikasi Laut Nusantara versi kedua, peta diambil dari sumber data global dan sudah ada fitur penghitungan bahan bakar minyak. Aplikasi Laut Nusantara versi kedua dirilis pada April 2019. Sementara pada versi ketiga yang diluncurkan, sumber petanya dari data nasional. Fitur baru lain adalah rute peta laut, layanan pemanggilan darurat (SOS), dan bercakap-cakap dengan petugas.
Pembaruan mengikuti masukan dari nelayan pengguna. Jika masih ditemukan kasus nelayan susah akses, pembaruan sistem ataupun fitur kembali dilakukan. Oleh karenanya, dalam aplikasi Laut Nusantara versi ketiga ditanamkan fitur feedback agar siapapun, terutamanya nelayan, bisa menuliskan keluhan atau kritik kinerja aplikasi.
Secara khusus di Jembrana, nelayan pengguna aplikasi Laut Nusantara baru mencapai 150 orang. Balai Riset dan Observasi Laut akan memasarkan aplikasi Laut Nusantara akan terus dilakukan melalui komunitas-komunitas nelayan.
Sementara XL Axiata turut memasarkan aplikasi Laut Nusantara lewat program Nelayan Go Online Kementerian Komunikasi dan Informatika dan program Desa Maritim milik Badan Keamanan Laut Nusantara.
Salah seorang perwakilan nelayan pengguna aplikasi Laut Nusantara di Jembrana, Rustam, mengatakan, kehadiran aplikasi Laut Nusantara memudahkan nelayan menangkap ikan. Mereka cukup melihat peta lokasi yang mengandung potensi ikan banyak di aplikasi, lalu pergi.
"Sebelum ada aplikasi Laut Nusantara, setiap hari nelayan pergi ke laut, walaupun saat pulang, mereka belum tentu membawa hasil. Sebelumnya, saya hanya dapat dua kuintal kini menjadi dua ton,"kata Rustam. (MED)