Gagasan, pemikiran, dan ajaran yang diwariskan mendiang Nurcholish Madjid atau Cak Nur perlu dihayati dan diterapkan oleh generasi saat ini. Salah satu ajaran tersebut seperti sikap inklusivitas, yaitu mengakui dan menghargai keberagaman Indonesia sebagai negara majemuk.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gagasan, pemikiran, dan ajaran yang diwariskan mendiang Nurcholish Madjid atau Cak Nur perlu dihayati dan diterapkan oleh generasi saat ini. Salah satu ajaran tersebut seperti sikap inklusivitas, yaitu mengakui dan menghargai keberagaman Indonesia sebagai negara majemuk.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan hal itu dalam acara peringatan Haul Ke-14 Cak Nur dan orasi budaya bertajuk ”Moralitas Luhur dan Kreativitas Tinggi untuk Indonesia Kita” yang diselenggarakan Yayasan Nurcholish Madjid Society di Jakarta, Kamis (29/8/2019) malam.
Haedar menyampaikan, sikap inklusivitas telah terbukti menjadi sebuah pemecah solusi atau titik temu dari berbagai perbedaan pandangan. Sifat ini juga yang diterapkan para pendiri bangsa dalam menyusun ideologi Pancasila sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan dibacakan.
”Perbedaan pandangan ini kemudian dikonversi pendiri bangsa menjadi sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila pertama ini merupakan titik temu sehingga setiap agama dan perbedaan di Indonesia mempunyai tempat untuk diakui,” ujarnya.
Warisan sikap inklusivitas dari pendiri bangsa dan Cak Nur, kata Haedar, juga perlu dihayati serta diteladani generasi saat ini. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara, yakni melalui pendidikan formal ataupun tidak langsung di ruang publik.
”Pendidikan adalah proses penanaman nilai yang paling awet dan sifatnya jangka panjang. Meski lambat, tetapi melalui pendidikan orang akan belajar tentang nilai-nilai inklusif dan di bawah bimbingan guru mempraktikan sikap itu,” katanya.
Selain itu, sikap inklusif ini juga harus dibarengi dengan sifat berbagi dengan sesama. Sikap inklusif ini akan sia-sia jika tidak diwujudkan dalam semangat untuk saling peduli dan mencari solusi dari berbagai macam permasalahan di sekitar kita.
Ketua Yayasan Nurcholish Madjid Society Muhammad Wahyuni Nafis mengatakan bahwa gagasan dan sikap dari Cak Nur akan senantiasa diajarkan dalam yayasan. ”Nurcholish Madjid Society bagian kecil yang ikut berjuang agar bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat bahwa intoleransi dan menolak pluralisme maupun inklusivisme bukan masa depan Indonesia,” ucapnya.
Memberikan contoh
Cak Nur merupakan cendekiawan Muslim yang melahirkan banyak pembaruan pemikiran Islam, demokrasi, dan keindonesiaan. Semasa hidupnya, Cak Nur yang meninggal pada 2005 ini selalu mengkaji pentingnya inklusivisme, pluralisme, dan dialog antar-peradaban.
Meski demikian, menurut istri Cak Nur yang juga Ketua Dewan Pembina Yayasan Nurcholish Madjid Society, Ommy Komariah Madjid, Cak Nur tidak pernah mengajarkan pemikiran ataupun sikapnya secara langsung. Cak Nur menyampaikan ajarannya dengan cara memberikan contoh atau learning by example.
Ommy berharap, generasi saat ini dapat mengambil pelajaran dari pemikiran Cak Nur ataupun tokoh atau pendiri bangsa. Sebab, mereka mengetahui hakikat Indonesia sebagai negara yang majemuk sehingga kedamaian, kerukunan, dan kesejahteraan tetap terpelihara.