Pengusaha Tagih Janji Perbaikan Pelabuhan Batu Ampar, Batam
Pelaku industri di Batam menagih janji pemerintah untuk memperbaiki fasilitas dan birokrasi di Pelabuhan Kargo Batu Ampar, Batam. Mereka kewalahan karena biaya pengiriman kontainer dari Batam ke Singapura jauh lebih mahal dibanding ke tujuan sama melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS – Pelaku industri di Batam menagih janji pemerintah untuk memperbaiki fasilitas dan birokrasi di Pelabuhan Kargo Batu Ampar, Batam. Mereka kewalahan karena biaya pengiriman kontainer dari Batam ke Singapura jauh lebih mahal dibanding ke tujuan sama melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Saat berkunjung ke Batam pada Februari 2019, Wakil Presiden Jusuf Kalla, meminta Pelindo I untuk menuntaskan masalah di Pelabuhan Batu Ampar dalam jangka waktu sebulan. Namun, hingga enam bulan kemudian, janji itu belum terwujud. Kondisi Batu Ampar tidak banyak berubah dari sebelumnya.
Presiden Direktur PT Sat Nusapersada Abidin Fan di Batam, Jumat (30/8/2019), mengatakan, pengiriman kontainer dari Pelabuhan Batu Ampar ke Singapura lebih mahal 70 hingga 80 persen daripada pengiriman ke tujuan yang sama melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Hal ini berpengaruh mengurangi daya saing ekspor produk dari Batam.
“Memang pelabuhan itu tidak layak. Ini sudah enam bulan sejak Jusuf Kalla datang, tetapi belum ada perubahan,” kata Abidin.
Hal itu sudah lama menjadi keluhan para pelaku industri di Batam. Biaya pengiriman kontainer membebani harga barang ekspor yang dihasilkan. Akibatnya pelaku industri Batam kalah saing di luar negeri. Oleh karena itu, saat ini mereka lebih memilih untuk memasarkan barang produksinya di dalam negeri.
“Jika dikelola secara profesional, Batam tidak akan kalah dengan Singapura maupun Johor Bahru. Kalau infrastruktur pelabuhan, jalan, air, dan listrik di Batam tersedia dengan memadai maka investasi akan datang dengan sendirinya,” ujar Abidin.
Batam ke Singapura paling lama hanya 4 jam, tetapi biayanya jauh lebih mahal daripada Jakarta ke Singapura yang lama perjalanannya 4 hari. (Abidin Fan)
Keunggulan kondisi geografis Batam yang terletak di jalur laut tersibuk dunia selama ini terbuang percuma karena fasilitas pelabuhannya tidak memadai. Kapasitas crane Batu Ampar yang saat ini hanya mampu mengangkat 5 kontainer per jam seharusnya ditingkatkan menjadi minimal 45 kontainer per jam seperti crane yang terdapatdi Pelabuhan Singapura.
“Harga pengiriman kontainer dari Batam enggak masuk akal. Batam ke Singapura paling lama hanya 4 jam, tetapi biayanya jauh lebih mahal daripada Jakarta ke Singapura yang lama perjalanannya 4 hari,” kata Abidin.
Rp 10 juta
Lambatnya proses bongkar muat di Pelabuhan Batu Ampar membuat biaya pengiriman kontainer menjadi mahal. Tarif pengiriman kontainer 40 feet dari Batam ke Singapura saat ini sekitar Rp 10 juta. Jumlah itu lebih mahal daripada tarif pengiriman kontainer dari Tanjung Priok ke Singapura yang hanya Rp 3,5 juta.
Deputi Bidang Pengusahaan Sarana Usaha Badan Pengusahaan (BP) Batam Dwianto Eko Winaryo mengatakan, sudah ada tambahan dua buah harbour mobile crane (HMC) di Pelabuhan Batu Ampar hasil kerja sama dengan Pelindo I. Penambahan alat itu diharapkan bisa meningkatkan efisiensi bongkar muat.
Selain itu, BP Batam juga akan melakukan pengerukan agar kapal kargo berukuran besar bisa berlabuh di Batu Ampar. Saat ini kapal pengangkut yang besarnya 2.000 TEUs ke atas jarang berlabuh karena dermaga dangkal dan proses bongkar muat memakan waktu terlalu lama.
“Revitalisasi membutuhkan biaya besar, sehingga kami menggunakan skema kerja sama dengan BUMN. Agar bisa cepat rampung, BP Batam membutuhkan bantuan dana dari BUMN,” kata Dwianto.
Skema pengembangan tersebut ditargetkan akan meningkatkan kapasitas tampung Pelabuhan Batu Ampar menjadi 1,5 juta TEUs per tahun dari yang sebelumnya hanya 500.000 TEUs per tahun. Target itu terbilang kecil jika dibandingkan dengan Pelabuhan Singapura yang mampu menampung lebih dari 30 juta TEUs per tahun. Adapun total kontainer yang melintas di Selat Malaka jumlahnya mencapai 90 juta TEUs per tahun.