Koperasi kredit atau credit union terus bertumbuh menjadi penopang ekonomi kerakyatan. Di Sumatera Utara, Koperasi Kredit Perkeleng kini punya 176 kelompok, 45.000 anggota, dan aset Rp 250 miliar. Setiap kelompok menyalurkan Rp 1 miliar hingga Rp 3 miliar pinjaman setiap tahun untuk bantuan modal usaha bagi anggotanya.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
SIBOLANGIT, KOMPAS – Koperasi kredit atau credit union terus bertumbuh menjadi penopang ekonomi kerakyatan. Di Sumatera Utara, Koperasi Kredit Perkeleng kini punya 176 kelompok, 45.000 anggota, dan aset Rp 250 miliar. Setiap kelompok menyalurkan Rp 1 miliar hingga Rp 3 miliar pinjaman setiap tahun untuk bantuan modal usaha bagi anggotanya.
“Credit union (CU) Persadaan Kelompok Ate Keleng (Perkeleng) ini terus bertumbuh pesat dalam 10 tahun ini. Jumlah kelompok dan anggota terus bertambah. Ekonomi masyarakat pun berkembang,” kata Direktur Eksekutif Yayasan Ate Keleng Gereja Batak Karo Protestan Pendeta Yusuf Tarigan pada acara ulang tahun ke-10 CU Perkeleng, di Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (30/8/2019).
Hadir Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, Bupati Karo Terkelin Brahmana, dan Asisten Deputi Pembiayaan Non Bank dan Perpajakan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Santoso.
Yusuf mengatakan, partisipasi masyarakat untuk bergabung dan aktif di CU kini terus meningkat karena melihat dan merasakan langsung manfaat dari koperasi. Jumlah anggota, kelompok, dan aset pun terus meningkat. Dana yang disalurkan kepada masyarakat pun terus bertambah.
Yusuf mengatakan, koperasi-koperasi anggota CU Perkeleng kini mempunyai aset Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar per kelompok. “Dana ini disalurkan koperasi kepada anggotanya untuk pengembangan ekonomi, sosial, dan rehabilitasi lingkungan,” katanya.
Tantangan
Namun, Yusuf mengingatkan, berbagai tantangan masih dihadapi dalam pengembangan koperasi yakni banyaknya dana mengendap, minimnya kaderisasi pengurus, dan jumlah koperasi yang berbadan hukum yang sangat sedikit. Selain itu, penggunaan dana untuk industri pengolahan atau padat karya masih minim. “Penyalahgunaan uang koperasi juga masih ditemukan,” katanya.
Serasi Ginting (32), anggota Koperasi Dalin Ersada Derek dari Desa Durin Serugun, Sibolangit, mengatakan, ia merasakan manfaat yang sangat besar selama 10 tahun menjadi anggota koperasi. Saat baru menikah, ia mengalami kesulitan ekonomi karena bekerja serabutan sebagai buruh tani, bangunan, dan pembuat keranjang bambu.
Setelah setahun menjadi anggota koperasi, Serasi bisa meminjam Rp 5 juta atau tiga kali dari simpanannya yang telah mencapai Rp 1,7 juta. Modal itu digunakannya untuk membuka kedai kopi di desanya. “Usaha saya pun bisa berjalan dan saya bisa membayar angsuran selama dua tahun dengan bunga dua persen menurun. Saya juga dapat deviden setiap tahun,” katanya.
Setelah angsurannya rampung, Serasi kembali meminjam Rp 10 juta dari koperasi untuk menambah modal kedai kopinya. “Perekonomian keluarga kami sekarang sudah membaik,” katanya.
Koperasi itu pun menyelamatkannya dari rentenir yang biasanya mematok bunga 10 persen per bulan. (Serasi Ginting)
Serasi mengatakan, koperasi itu pun menyelamatkannya dari rentenir yang biasanya mematok bunga 10 persen per bulan. Banyak usaha di desanya yang bangkrut karena tidak bisa membayar utang di rentenir.
Edy mengatakan, ekonomi kerakyatan merupakan salah satu pendorong pembangunan Sumatera Utara. Ia berharap koperasi rakyat bisa terus bertumbuh sebagai lembaga keuangan yang menambah wirausaha di desa.
Santoso mengatakan, Kementerian Koperasi dan UKM terus mendorong bertumbuhnya koperasi berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Saat ini ada sekitar 126.000 koperasi yang berkembang di berbagai daerah di Indonesia. Pemerintah pun menyelenggarakan pelatihan manajerial dan teknis untuk para anggotanya.
Menurut Santoso, tahun ini mereka mengalokasikan Rp 200 miliar untuk pelatihan koperasi dan kewirausahaan di 170 kabupaten/kota di Indonesia. Ia berharap, koperasi-koperasi yang ada bisa terus berkembang mendorong ekonomi kerakyatan.