Dunia di Era Globalisasi yang Mereda dan Digitalisasi yang Menguat
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
KUTA, KOMPAS - Dunia tengah dihadapkan pada era meredanya globalisasi dan menguatnya digitalisasi. Jika era ini tidak diantisipasi dan disikapi, petumbuhan ekonomi negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, akan melambat dan akhirnya menurun.
Gubernur Bank Indonesia (BI) dan juga Editor in Chief Bulletin of Monetary Economics and Banking (BMEB) Perry Warjiyo menyatakan hal itu dalam pembukaan Konferensi Internasional BMEB di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (29/8/2019). Konferensi bertema “Maintaining Stability and Strengthening Momentum of Growth Amidst High Uncertainties in Digital Era”.
Perry mengatakan, ada empat ciri penanda meredanya globalisasi dan menguatnya digitalisasi. Pertama, banyak negara yang mengadalkan potensi dalam negeri dalam merespons ketegangan perdagangan internasional.
Kedua, arus modal antarnegara dan nilai tukar semakin bergejolak. Ketiga, kebijakan bank sentral tidak dapat mengandalkan suku bunga acuan dan menjaga inflasi saja, tetapi juga menjaga stabilitas sistem keuangan dan ekonomi, sehingga kebijakan makroprudensial juga diperlukan.
"Keempat, maraknya digitalisasi di bidang ekonomi dan keuangan yang perlu dikelola dan dimanfaatkan dengan baik agar tidak mendisrupsi perbankan dan sektor-sektor lain," kata dia.
Untuk menghadapi era tersebut, kata Perry, BI mengambil tiga langkah utama. BI menerapkan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, memperkuat sinergi dan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait, serta mengintegrasikan ekonomi dan keuangan digital.
Sinergi dengan pemangku kepentingan terkait misalnya dengan menerapkan kebijakan moneter, makroprudensial, dan fiskal. Adapun di sektor keuangan digital, BI pertama-tama mendorong digitalisasi perbankan sebagai wadah integrasi dengan tekfin.
Digitalisasi perbankan penting karena sebagai inti .... Jangan sampai bank-bank maya bermunculan, sehingga dapat merusak sistem perbankan dan merugikan masyarakat.
"Digitalisasi perbankan penting karena sebagai inti. Tekfin-tekfin kemudian akan disambungkan dengan perbankan untuk saling bersinergi dan berkolaborasi. Jangan sampai bank-bank maya bermunculan, sehingga dapat merusak sistem perbankan dan merugikan masyarakat," kata dia.
Selain itu, lanjut Perry, BI juga terus menjaga dan mengembangkan sistem pembayaran. Di tengah maraknya sistem pembayaran internasional, BI telah mengembangkan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).
Melalui GPN, semua transaksi pembayaran yang dilakukan di Indonesia menggunakan sistem GPN. Hal itu termasuk transaksi pembayaran yang dilakukan orang asing di Indonesia.
"Upaya-upaya lain BI untuk mengembangkan ekonomi digital adalah elektronifikasi, bantuan sosial nontunai, dan pengimplementasian Standar Kode Baca Cepat (QR Code Indonesia Standard/QRIS) sebagai sistem pembayaran nontunai nasional," kata Perry.
Sementara itu, BI Institute berkomitmen memberikan sumbangsih pemikiran untuk mengembangkan ekonomi Indonesia. Salah satunya adalah dengan menuangkan pemikiran itu dalam jurnal ilmiah.
Kepala BI Institute Solikin M Juhro mengatakan, BI Institute terus mendorong penguatan ekosistem riset akademis dan kebijakan di bidang ekonomi di tanah air melalui peningkatan kualitas publikasi riset dan infrastruktur pendukungnya. Hal itu termasuk juga peningkatan kualitas penyelenggaran konferensi internasional.
Upaya-upaya yang telah ditempuh BI Institute itu antara lain peningkatan kualitas BMEB sebagai jurnal internasional dan penyelenggaraan acara tahunan BMEB International Conference and Call for Papers.
BMEB sebagai jurnal internasional sejak Juli 2019 telah terindeks Scopus atau pangkalan data pustaka internasional yang mengandung abstrak dan sitiran artikel jurnal akademik.
"Dari tahun ke tahun BMEB terus menarik minat peneliti-peneliti terkemuka di bidang ekonomi dari dalam dan luar negeri. Sebanyak 437 artikel ilmiah telah dikirim dari 40 negara untuk mengikuti seleksi BMEB," kata dia.