Masyarakat sipil di sejumlah daerah, seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Sumatera Barat, mengkritisi proses seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023 yang kini sedang berjalan.
Oleh
IAN/NCA/JOL
·3 menit baca
Proses seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dikritisi sejumlah elemen masyarakat. Hasil seleksi akan turut menentukan kerja KPK, setidaknya empat tahun ke depan.
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat sipil di sejumlah daerah, seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Sumatera Barat, mengkritisi proses seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023 yang kini sedang berjalan. Suara dan masukan dari masyarakat ini diharapkan lebih didengarkan oleh Presiden Joko Widodo, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK.
Sementara itu, petisi di laman daring Change.org, yang meminta agar calon pimpinan (capim) KPK yang bermasalah dicoret, hingga Rabu (28/8/2019) sudah didukung lebih dari 60.000 netizen. Padahal, petisi itu baru diunggah pada Sabtu lalu.
Petisi dan harapan dari pegiat gerakan masyarakat sipil itu muncul karena dari 20 calon pimpinan (capim) KPK saat ini, diduga ada yang mempunyai rekam jejak yang patut dipertanyakan dalam pemberantasan korupsi.
”Presiden harus mendapat masukan yang benar. Orang yang bermasalah dan punya titik hitam jangan dipilih. Orang baik masih ada. Orang baik ini yang perlu memimpin lembaga ini. Mari bersama kita menangkan kewarasan, kita menangkan akal sehat,” kata mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif dalam diskusi Menjaga KPK, Mengawal Seleksi Pimpinan KPK, di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.
Sinta Nuriyah, istri presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid yang juga hadir di acara itu, mengatakan, masyarakat sangat peduli dengan pemberantasan korupsi dan KPK. ”Presiden juga berkepentingan untuk memiliki pimpinan KPK yang berintegritas. Apabila lembaga korupsi memiliki integritas, kualitas pembangunan akan meningkat,” katanya.
Secara terpisah, sejumlah kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Jaringan Anti Korupsi Yogyakarta, kemarin, di Yogyakarta, juga mengatakan, hasil seleksi pimpinan KPK akan mencerminkan komitmen Presiden pada pemberantasan korupsi.
Terkait hal itu, menurut Sekretaris Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Hazrul Halili, jika ada capim KPK yang diduga bermasalah, Presiden Jokowi hendaknya bersikap tegas dengan mengevaluasi hasil seleksi yang dilakukan panitia seleksi (pansel).
Mantan penasihat KPK, Suwarsono M, mengatakan, KPK merupakan lembaga negara yang unik. Pasti ada banyak pihak yang berusaha memengaruhi lembaga itu untuk melancarkan kepentingannya. Dalam kondisi seperti ini, KPK perlu tetap berdiri sebagai lembaga yang independen.
Oleh karena itu, kata Suwarsono, dibutuhkan langkah yang sangat hati-hati dalam memilih capim KPK. Bivitri Susanti, pengajar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, menyatakan, jika sosok yang kredibilitas dan integritasnya dipertanyakan sampai dipilih menjadi pimpinan KPK, patut diduga hal itu sebagai bentuk pelemahan terhadap lembaga tersebut.
Peneliti Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Maulana Fajri Adrian, di Padang, berharap pansel lebih memperhatikan latar belakang para capim.
Uji publik
Kemarin, Pansel Capim KPK kembali menggelar uji publik dan wawancara yang diikuti tujuh capim. Mereka adalah Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Johanis Tanak; mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Lili Pintauli Siregar; dosen Luthfi Jayadi Kurniawan; mantan jaksa Jasman Panjaitan; hakim tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar Nawawi Pomolango; pegawai Kemenkeu Neneng Euis Fatimah; dan akademisi Nurul Ghufron.
Dalam uji publik itu, semua capim berkomitmen menerapkan ketentuan di UU Tindak Pidana Pencucian Uang ketika mengusut kasus korupsi jika mereka menjadi pimpinan KPK. Koordinasi, supervisi, serta sinergi dengan kejaksaan dan kepolisian juga menjadi agenda semua capim.
Hari ini, uji publik dan wawancara akan kembali digelar untuk enam capim. Setelah itu, Pansel Capim KPK akan berkumpul untuk menentukan 10 nama capim KPK yang akan diserahkan kepada Presiden. Presiden lalu menyerahkan para capim itu ke DPR untuk dipilih lima orang menjadi pimpinan KPK 2019-2023.