Anak-anak perlu mengenal sejarah Indonesia sejak dini. Salah satunya dengan mengajak mereka ke museum dan memberikan penjelasan kepada anak-anak dengan cara menyenangkan.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
Suasana Museum Nasional pada Rabu (14/8/2109) berbeda dari biasanya. Suara tawa anak-anak terdengar riuh. Sebanyak 1.000 siswa pendidikan anak usia dini berseragam coklat, lengkap dengan topi seperti topi petualang, tampak rapi berbaris mendengarkan penjelasan pemandu dari museum.
Pemandu bertanya kepada anak-anak berusia 4 hingga 6 tahun itu mengenai nama museum. ”Museum Gajah!” anak-anak itu menjawab dan segera dikoreksi bahwa nama yang benar adalah Museum Nasional.
Mereka kemudian tertib menaiki eskalator menuju lantai pertama. Melihat berbagai artefak yang dipamerkan di museum itu, berbagai pertanyaan lucu terlontar dari mulut siswa. Misalnya, ”Kok batu bisa masuk museum?” tanya mereka saat melihat replika prasasti Ciaruteun.
Pemandu dengan bahasa yang ringan kemudian menjelaskan bahwa batu besar itu sangat bersejarah. Hasil peninggalan kerajaan zaman dulu bernama Tarumanagara dengan raja yang hebat bernama Purnawarman. Siswa pun manggut-manggut mendengar kisah yang disampaikan laksana dongeng.
Celotehan terus terdengar selama mereka menjelajah museum. Bahkan, ada siswa yang mengatakan timbangan kayu dari Kesultanan Banjarmasin adalah ayunan raksasa. Para pemandu dengan sabar dan kocak menjelaskan bahwa timbangan itu dipakai untuk mengukur pajak hasil bumi.
Pajak diibaratkan sebagai hadiah untuk sultan. Konon, jumlah pajak diukur melalui mendudukkan sultan di satu sisi timbangan dan hasil bumi di sisi satunya. Berat pajak harus pas dengan berat badan sultan. Akibatnya, ada satu siswa berceletuk, ”Kalau rajanya berat banget dapat hadiah banyak, dong.”
Anak-anak perlu mengenal sejarah Indonesia, tentunya dengan cara yang menyenangkan.
Kegiatan tersebut bernama ”PAUD ke Museum” yang diselenggarakan Direktorat Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam rangka menyambut Hari Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus. Sebanyak 15 institusi mitra, seperti TNI/Polri, organisasi keagamaan, dan yayasan pendidikan, mengikutsertakan PAUD-PAUD binaan mereka.
”Anak-anak perlu mengenal sejarah Indonesia, tentunya dengan cara yang menyenangkan,” kata Direktur PAUD Kemendikbud Muhammad Hasbi.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan, kegiatan ini bermaksud mengenalkan museum kepada guru-guru PAUD karena banyak dari mereka yang ternyata tidak pernah mengunjungi museum mana pun. Melalui acara ini, guru bisa melihat dan merasakan bahwa museum merupakan salah satu tempat belajar yang menyenangkan. Setiap artefak memiliki cerita yang bisa menjadi inspirasi membuat materi ajar.
”Orangtua mungkin masih memiliki kendala waktu dan biaya untuk membawa anak ke museum. Akan tetapi, sekolah bisa mendapat potongan biaya masuk dan guru-guru juga bisa menyiapkan kunjungan secara matang melalui berkomunikasi dengan pihak museum beberapa hari sebelum datang,” tuturnya.
Hal tersebut diungkapkan Nadia Rahmah, guru Taman Kanak-kanak Bina Siwi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ia termasuk dalam 250 guru yang mendampingi siswa ke Museum Nasional dan baru pertama kali mengunjungi museum itu.
Media pemelajaran
Sebelumnya, Nadia membayangkan museum sebagai tempat yang sesak dan gelap. Tidak cocok untuk membawa anak-anak karena takut mereka sukar diatur dan tidak memahami konteks sejarah benda-benda yang dipamerkan.
”Ternyata ada layanan pemandu dari museum yang bisa berkomunikasi dengan anak-anak dan menceritakan kisah di balik artefak. Lain kali sekolah akan mengatur kunjungan lagi ke museum,” ucapnya. Ia juga akan menggunakan internet untuk mencari museum-museum lain yang menarik.
Selain kegiatan itu, Direktorat PAUD Kemendikbud juga melakukan pelatihan dan pendampingan guru membuat media pemelajaran sejarah. Caranya yakni dengan memanfaatkan benda-benda di sekitar, termasuk barang-barang bekas agar sekolah tidak dibebani biaya membeli mainan pabrikan.
Juliani, guru PAUD Terang Bagi Sesama di Teluk Gong, misalnya, membuat bahan ajar dari kardus bekas kemasan makanan dan pelepah pisang yang diambil dari taman kota. Kegiatan itu melibatkan siswa karena sekaligus mengajak mereka peduli kebersihan lingkungan.