Kombinasi Terapi Target dan Kemoterapi Jadi Terobosan Pengobatan
Oleh
Deonisia Arlinta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pilihan terapi lini kedua untuk pasien kanker payudara human epidermal growth factor receptor-2 (HER2) positif pada stadium lanjut masih terbatas. Untuk itu, inovasi dalam pengobatan kanker payudara pada lini kedua sangat dibutuhkan. Tujuannya untuk megendalikan penyakit sehingga harapan hidup dan kualitas hidup pasien bisa meningkat.
Konsultan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) Andhika Rachman, Rabu (28/8/2019), menuturkan, Trastuzumab emtansine (T-Dm1) bisa menjadi jalan keluar dan pilihan terbaru dalam pengobatan lini kedua kanker payudara dengan HER2 positif.
Obat tersebut merupakan obat tunggal yang menggabungkan dua agen antikanker yakni kemoterapi dan terapi target.
“Trastuzumab emtansine merupakan Antibody Drug Conjugate pertama untuk kanker payudara metastatic (metastatis). Artinya, obat ini memiliki dua agen antikanker dalam satu obat. Dengan obat ini, kerusakan pada sel normal dalam organ tubuh bisa diminimalisir karena agen antikanker dirancang untuk membunuh sel kanker dengan target yang spesifik,” kata Andhika.
HER2 positif merupakan jenis kanker payudara yang paling ganas. Kanker jenis ini memiliki perilaku yang cepat menyebar dan menyebabkan penyakit menjadi lebih agresif. Biasanya, kanker payudara dengan HER2 positif lebih sering ditemukan pada pasien dengan usia lima tahun lebih muda dari pada pasien dengan kanker payudara jenis lain.
Andhika menambahkan, pilihan pengobatan pada lini kedua untuk pasien kanker payudara HER2 positif sangat dibutuhkan karena kekambuhan yang terjadi pascapengobatan lini pertama sangat tinggi.
Sekitar 50 persen pasien kanker payudara HER2 positif pada stadium lanjut mengalami perburukan penyakit atau kekambuhan setelah menjalani pengobatan pada lini pertama.
Wakil Ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) Pusat, Cosphiadi Irawan menambahkan, kemajuan dalam pengobatan kanker payudara metastatik HER2 positif diperlukan untuk mengatasi persoalan resistensi sel kanker yang semakin meningkat. Dengan pengobatan yang lebih baik, harapan dan kualitas hidup pasien pun bisa lebih baik.
Mengutip hasil studi Emilia yang membandingkan pemberianT-Dm1 dengan terapi standar lini kedua lapatinip dan capecitabine, Cosphiadi mengatakan, T-Dm1 memberikan efikasi yang lebih baik dan efek samping yang lebih sedikit.
Pemberian T-Dm1 mampu memberikan rata-rata harapan hidup hingga 30,9 bulan, sementara lapatinip dan capecitabine sebesar 25,1 bulan. Lapatinip merupakan jenis terapi target untuk kanker payudara metastatik HER2 stadium lanjut dan capecitabine merupakan jenis obat kemoterapi.
“Trastuzumab emtansine juga mampu menunda pemburukan penyakit sampai dengan 9,6 bulan. Jika dibandingkan, pemberian lapatinip dan capecitabine hanya mampu menunda sampai 6,4 bulan,” ujar Cosphiadi Irawan.
Meski begitu, pasien yang akan diberikan T-Dm1 harus melewati validasi terkait kondisi penyakit yang dimiliki. Pasien yang boleh menerima obat ini adalah pasien dengan kanker payudara HER2 positif stadium lanjut (stadium III dan IV).
Selain itu, pasien juga sudah pernah mendapatkan anti HER2 dan kemoterapi serta mengalami kekambuhan dalam enam bulan setelah terapi pada stadium dini atau pada lini pertama stadium akhir diberikan.
Secara teknis, obat ini diberikan melalui intravena dengan cara memasukkan obat ke dalam pembuluh darah vena menggunakan jarum suntik. Dosis yang diberikan setiap pasien berbeda, yakni 3,6 miligram per kilogram berat badan. Pemberian dosis diulang kembali setelah tiga minggu kemudian dengan pemantauan ketat dari dokter.
“Obat ini bisa diberikan sampai perburukan penyakit terjadi serta efek samping yang dirasakan pasien tidak lagi bisa ditoleransi. Dosis bisa dikurangi atau dihentikan apabila kondisi tersebut terjadi,” kata Cosphiadi.