Pemerintah diharapkan memperluas tes HIV agar semakin banyak penduduk Indonesia yang mengetahui status HIV-nya. Deteksi dini status HIV menjadi kunci untuk memberikan pengobatan, mencegah penularan, serta memperbaiki kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Pemerintah diharapkan memperluas tes HIV agar semakin banyak penduduk Indonesia yang mengetahui status HIV-nya. Deteksi dini status HIV menjadi kunci untuk memberikan pengobatan, mencegah penularan, serta memperbaiki kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS.
Demikian diungkapkan Guru Besar Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Zubairi Djoerban, saat Indonesia PLHIV Treatment Advocacy Summit 2019, Rabu (28/8/2019) di Surabaya. “Tanpa tes sebanyak mungkin, tidak akan berhasil target 90-90-90,” katanya.
Negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, memiliki target 90-90-90 pada 2027, yakni 90 persen dari jumlah estimasi positif HIV terdeteksi, 90 persen dari orang dengan HIV memulai terapi antiretroviral (ARV) secepatnya, dan jumlah virus pada 90 persen dari mereka yang memakai ARV tak terdeteksi lagi. Harapannya, tak muncul infeksi baru.
Tanpa tes sebanyak mungkin, tidak akan berhasil target 90-90-90, kata Zubairi Djoerban
Namun hingga akhir 2018, dari perkiraan sebanyak 640.443 orang positif HIV di Indonesia, baru 52 persen atau 327.282 orang terdeteksi HIV, dan 108.478 di antaranya mendapat obat ARV. Adapun target ARV pada 2020 sebanyak 40 persen, atau sekitar 258.340 orang.
Menurut Zubairi, satu satunya cara untuk menemukan 48 persen orang positif HIV lainnya adalah dengan memperbanyak tes HIV. Dengan demikian, peluang untuk menemukan orang positif HIV semakin tinggi sehingga bisa mempercepat penanganannya.
Dia mencontohkan, beberapa negara sudah menerapkan tes HIV bagi sebagian besar, bahkan seluruh penduduknya. Negara yang melakukan tes HIV kepada seluruh penduduknya yakni di Botswana. Di Afrika Selatan, 30 persen penduduknya sudah melakukan tes HIV, sedangkan di China ada sekitar 70 juta orang melakukan tes HIV setiap tahun.
Untuk meningkatkan partisipasi warga mengikuti tes HIV, lanjut Zubairi, pimpinan negara perlu memberikan contoh mengikuti tes. Keikutsertaan pimpinan negara bisa menumbuhkan keberanian bagi warga agar semakin banyak yang mengetahui status HIV-nya. “Kalau ditinjau dari segi biaya mungkin mahal, tetapi tes HIV banyak manfaatnya,” ucapnya.
Kasubdit HIV/AIDS dan Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS) Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Sedya Dwisangka, mengatakan, orang dengan HIV-AIDS (ODHA) per tahun sekitar 40.000 orang per tahun dengan 85 persen di antaranya berada pada kelompok usia produktif.
Kemenkes, lanjut dia, juga terus menambah layanan HIV di berbagai wilayah untuk memudahkan ODHA mengakses pengobatan. Jika hingga Juli 2019 ada 1.090 titik layanan pengobatan HIV, pada akhir 2020 ditargetkan ada 2.150 titik layanan HIV yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
“Berbagai upaya pengendalian tersebut mampu menurunkan kematian akibat HIV/AIDS dari 13,21 persen pada 2004 menjadi 0,04 pada 2017,” kata Sedya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, Wiendra Waworuntu, memastikan, ketersediaan obat untuk HIV/AIDS selalu tersedia di seluruh lokasi pengobatan. Obat itu juga diberikan gratis sejak 2004 sehingga tidak membebani ODHA. Obat yang harus diminum oleh ODHA juga saat ini hanya 1 butir pil, jauh lebih sedikit dibandingkan tahun 1990-an yang mencapai 20 butir.
Berbagai upaya pengendalian tersebut mampu menurunkan kematian akibat HIV/AIDS dari 13,21 persen pada 2004 menjadi 0,04 pada 2017, kata Sedya.
Direktur Eksekutif Indonesia AIDS Coalition Aditya Wardhana menilai, strategi yang dimiliki Kemenkes sudah baik, namun luas Indonesia yang mencapai 17.000 pulau menjadi tantangan tersendiri bagi pengobatan HIV/AIDS.
Oleh sebab itu, peningkatan jumlah layanan kesehatan bagi ODHA menjadi hal yang penting dilakukan agar semakin banyak ODHA yang bisa mengakses layanan tersebut. “ODHA harus mudah mengakses sehingga layanan kesehatan harus mendekati klien,” ujarnya.