Harga Bawang Merah Kembali Anjlok, Pemerintah Jangan Diam
Petani meminta pemerintah jangan diam terkait harga bawang merah yang anjlok saat ini. Pemerintah harus segera menyerap hasil panen petani sesuai harga acuan pembelian.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS – Harga bawang merah yang kembali anjlok di tingkat petani di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, membuat petani merugi. Pemerintah diminta jangan diam, tetapi segera menyerap hasil panen petani sesuai harga acuan pembelian.
Dalam dua pekan terakhir, harga bawang merah di tingkat petani Cirebon menyentuh Rp 7.000 per kilogram (kg). Padahal, tiga bulan lalu, harga komoditas itu masih berkisar Rp 15.000 per kg. Bahkan, harganya sempat mencapai Rp 20.000 per kg untuk kualitas konde.
“Kalau harga bawang merah naik, Kementerian Pertanian mengunjungi kami dan minta agar petani tidak menaikkan harga terlalu tinggi. Tetapi, kalau harganya anjlok seperti sekarang, jangankan pusat, pemerintah daerah saja diam,” kata Wasirudin (50), Ketua Kelompok Saka Tani, Babakan, Cirebon, Selasa (27/8/2019).
Akibat kondisi ini, kata Wasirudin, petani bisa merugi hingga puluhan juta rupiah. Modal tanam bawang merah untuk satu hektar mencapai sekitar Rp 124 juta. Menurut dia, sebagai produsen, petani juga tidak ingin memberatkan konsumen dengan harga bawang merah yang melambung. Namun, pihaknya meminta pemerintah menjaga harga komoditas tersebut tetap stabil.
Anjloknya harga bawang merah di Cirebon kerap terjadi tiga tahun terakhir. Kompas mencatat, pada Oktober 2017, petani bawang berunjuk rasa di kantor Bupati Cirebon karena harga komoditas itu menyentuh Rp 6.000 per kg di tingkat petani. Pada September 2018, harga bawang kembali turun hingga Rp 5.000 per kg.
Dulu, pemerintah daerah bersama Perum Bulog mau menyerap bawang petani jika harganya anjlok. Tetapi, sampai sekarang belum pernah terwujud.
Padahal, sudah ada harga acuan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen. Berdasarkan aturan itu, harga acuan di tingkat petani Rp 15.000 per kg, dan konde askip (bawang dengan daun) Rp 18.300 per kg.
“Kami mendesak pemerintah menyerap hasil panen petani sesuai harga acuan. Dulu, pemerintah daerah bersama Perum Bulog mau menyerap bawang petani jika harganya anjlok. Tetapi, sampai sekarang belum pernah terwujud,” kata Wasirudin yang menggarap lahan bawang merah 1,4 hektar.
Warid (48), petani bawang merah di Gebang, terpaksa hanya memanen 1,4 hektar dari 5 hektar lahannya yang siap dipanen. Produksi sekitar 24 ton bawang merah itu hanya disimpan di lahan sembari menunggu pembeli. “Saya butuh uang untuk bayar buruh memanen lahan lainnya. Tetapi, belum ada yang mau beli,” katanya.
Menurut dia, akibat harga bawang merah yang kerap jatuh, sekitar 70 persen petani di Desa Gebang tidak lagi menanam bawang. Daerah sentra bawang merah itu kini didominasi tanaman jagung, padi, dan tebu.
Kepala Seksi Sayuran dan Tanaman Hias Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Mohamad Ropai mengatakan, pihaknya pernah membuat surat kepada pemerintah pusat agar menyerap bawang petani karena harganya anjlok. “Ujung-ujungnya, enggak bisa (diserap). Padahal, petani butuh modal,” katanya.
Kepala Perum Bulog Subdivisi Regional Cirebon Topan Ruspayandi baru mengetahui harga bawang merah di tingkat petani anjlok. “Kami segera berkoordinasi dengan Pemkab Cirebon dan tim pengendali inflasi daerah,” katanya.