Penggunaan aspal karet untuk pembangunan jalan di Sumatera Selatan terus ditingkatkan. Tahun ini, pemerintah mengucurkan dana sekitar Rp 115 miliar untuk pembangunan jalan dengan aspal karet di Sumsel.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS - Penggunaan aspal karet untuk pembangunan jalan di Sumatera Selatan terus ditingkatkan. Tahun ini, pemerintah mengucurkan dana sekitar Rp 115 miliar untuk pembangunan jalan dengan aspal karet di Sumsel. Hal itu diharapkan dapat meningkatkan penyerapan karet petani. Sejumlah inovasi pun dirancang, termasuk dengan mencampurkan aspal dan kompon.
Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) V Palembang Saiful Anwar, di Palembang, Senin (26/8/2019), mengatakan, pengerjaan aspal karet di Sumsel terus berlanjut sejak dimulai dua tahun lalu. Ini sebagai komitmen pemerintah untuk menyerap hasil karet produksi petani, terutama di Sumsel.
Tahun ini, anggaran yang dikeluarkan untuk membangun jalan menggunakan aspal karet sekitar Rp 115 miliar. Terdapat dua ruas jalan yang dibangun dengan material itu, yakni ruas Muara Beliti-Tebing Tinggi-Batas Kota Lahat sepanjang 10,7 kilometer (km) dan ruas jalan Prabumulih-Simpang Beringin-Baturaja sepanjang 17,25 km.
Melihat pemakaian aspal karet yang terus meluas, saya optimistis tahun depan anggaran yang diberikan lebih tinggi dibanding tahun ini.
Anggaran yang dikucurkan tahun ini jauh lebih tinggi dibanding tahun lalu. Pada 2018, hanya dialokasikan dana Rp 30 miliar untuk pembangunan aspal karet di ruas Muara Beliti-Tebing Tinggi-Batas Kota Lahat sepanjang 5,4 km. “Melihat pemakaian aspal karet yang terus meluas, saya optimistis tahun depan anggaran yang diberikan lebih tinggi dibanding tahun ini,” kata Saiful.
Pemakaian aspal karet di dua ruas jalan tersebut menggunakan bahan baku karet yang diserap dari petani di Sumsel tahun lalu. Saat itu, pemerintah menyerap sekitar 173 ton bahan olah karet rakyat (bokar) berbentuk karet alam (SIR 20).
Karet itu dibawa ke Pusat Penelitian Karet di Bogor untuk diolah menjadi brown crepe, selanjutnya diolah menjadi aspal karet di Lampung. “Setelah semua proses selesai, aspal karet tersebut kemudian dibawa ke sejumlah ruas jalan yang akan diperbaiki,” kata Saiful.
Saiful menuturkan, penggunaan karet pada aspal memang masih sedikit. Dari 1 ton aspal hotmix yang digunakan, sekitar 6 persen mengandung aspal. Di dalam aspal tersebut, kandungan karet hanya 7 persen. Walau komposisi karet yang digunakan pada aspal belum besar, diharapkan dapat berdampak pada penyerapan karet untuk kebutuhan domestik.
Secara terpisah, Direktur PT Jaya Trade Indonesia yang membuat aspal karet di beberapa daerah, Agus Setiadi Lukita, mengatakan, saat ini uji coba aspal karet yang dilakukan bersama Balai Riset dan Standarisasi (Baristand) Industri Palembang terus berlanjut. Hal itu termasuk untuk mencari formula baru dalam penggunaan aspal karet.
Sebelumnya, aspal karet sudah menggunakan jenis karet SKAT (serbuk karet alam teraktivasi) dan lateks (karet cair). Aspal yang menggunakan dua jenis karet ini sudah pernah dilakukan di beberapa daerah di Sumsel, seperti Musi Banyuasin, Musi Rawas, dan dalam waktu dekat akan diaplikasikan di Muara Enim.
Berdasarkan hasil uji coba di Musi Banyuasin, di mana aspal dicampur dengan karet jenis SKAT, kondisi aspal karet hingga kini masih baik. “Kami masih menguji sampai kapan aspal karet tersebut dapat bertahan,” kata Agus.
Dia menambahkan, aspal karet memiliki sejumlah kelebihan dibanding aspal biasa karena daya rekatnya lebih baik. Hal ini membuat daya tahan aspal karet lebih panjang dibanding aspal biasa. “Aspal karet lebih tahan air dan daya rekatnya lebih kuat dibanding aspal biasa. Terkait daya tahan, masih melihat uji coba yang ada di beberapa daerah,” ungkap Agus.
Kini, aspal karet terus dikembangkan, salah satunya yakni mencampurkan aspal dengan kompon (pengolahan karet dengan proses vulkanisasi) yang berbentuk padat. Kompon merupakan hasil turunan dari Bokar SIR 20. Jenis ini merupakan yang paling banyak diproduksi oleh petani karet di Sumsel dibanding lateks dan SKAT.
“Namun, memang butuh uji coba lebih lanjut karena mencampurkan aspal dengan karet padat bukan hal yang mudah, apalagi untuk kapasitas yang besar,” ujar Agus.
Namun, menurut Agus, hal terpenting saat ini adalah mencari pasar. Beberapa daerah sudah mengajukan usulan untuk membangun jalan menggunakan aspal karet dengan menggunakan APBD. Selain di Sumsel, dirinya sudah menerima usulan dari pemerintah daerah di Kalimatan Barat dan Sumatera Utara.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkebunan Sumsel Rudi Arpian berpendapat, hilirisasi sangat penting untuk penyerapan karet di Sumsel. Saat ini, dari sekitar 1 juta ton karet yang diproduksi Sumsel per tahun, sebagian besarnya diekspor.
Penyerapan karet untuk aspal diharapkan dapat meningkatkan penyerapan karet domestik. Namun, kata Rudi, bahan karet yang digunakan tidak banyak diproduksi di Sumsel. Petani kebanyakan menghasilakan SIR 20, bukan lateks atau SKAT. Untuk itu, perlu dilakukan sosialisasi dan kepastian pasar, termasuk pabrik pengolah untuk membantu petani memproduksi bahan yang dibutuhkan.