Kompensasi Warga Terdampak Tumpahan Minyak Menunggu Aturan Pemerintah Pusat
Produk legal aturan dasar penentuan besaran kompenasi berbentuk Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Perumusan dokumen juga melibatkan kementerian terkait seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Warga terdampak tumpahan minyak di pantai Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dari kebocoran anjungan pemboran sumur YYA-1 PHE ONWJ atau Pertamina Hulu Energi Offshore Northwest Java masih menunggu kompensasi. Hal itu disebabkan oleh perusahaan tengah menunggu aturan yang berfungsi menentukan besaran kompensasi ke tingkat pemerintah pusat.
"Wilayah terdampak sudah mencapai 7 kabupaten/kota. Agar tiap daerah tidak berbeda-beda, kami menunggu aturan yang menjadi dasar besaran kompensasi bagi korban terdampak dari pemerintah pusat," kata Ketua Tim I Incident Management Team PHE Rifky E Hardijanto saat konferensi pers terkait pemuktahiran informasi penanganan tumpahan minyak, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Sebelumnya, aturan tersebut direncanakan berada di tataran pemerintah daerah. Dasar tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup.
Pasal 4 peraturan tersebut menyatakan, penghitungan kerugian lingkungan dilakukan oleh ahli di bidang pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Ahli di bidang valuasi ekonomi lingkungan hidup juga dapat terlibat.
Rifky mengatakan, produk legal aturan dasar penentuan besaran kompenasi berbentuk Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Perumusan dokumen juga melibatkan kementerian terkait seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Saat ini PHE sedang mendata dan memverifikasi jumlah warga terdampak tumpahan minyak. Prosesnya telah rampung sekitar 90 persen. Data sementara menyebutkan, jumlahnya berkisar 10.000 orang.
Ditransfer ke rekening
Selain itu, korporasi merencanakan, pembagian biaya kompensasi akan bersifat nontunai. Warga terdampak akan dibukakan rekening penerimaan yang berprinsip sesuai nama dan alamat.
Rifky menyatakan, sistem pembukaan rekening dan pembagian kompensasi secara nontunai tersebut tengah disiapkan bersama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. "Sistem pembagian kompensasi secara nontunai ini bertujuan menghindari pendataan yang manipulatif dan pemotongan yang tidak sesuai aturan. Harapannya, pembagian kompensasi dapat akurat dan akuntabel serta bisa diaudit dan dipertanggungjawabkan," katanya.
PHE juga berencana mengganti alat tangkap nelayan yang rusaknya. Mekanismenya, nelayan terdampak mengajukan klaim lalu tim dari PHE akan datang memverifikasi.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati menyoroti ganti rugi korporasi terhadap hutan mangrove dan ekosistem bawah laut terdampak. Hal ini menjadi sorotan penting karena menyangkut keberlanjutan dan keberlangsungan produksi ikan di wilayah setempat.
"Ganti rugi alat tangkap yang rusak memang sudah kewajiban perusahaan (PHE). Namun, ganti rugi terhadap kerusakan mangrove dan ekosistem tidak boleh dilupakan. Kami minta perusahaan membuka data luas mangrove dan ekosistem bawah laut yang rusak akibat tumpahan minyak," tuturnya saat dihubungi secara terpisah.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 juga menyebutkan, kerugian ekosistem termasuk dalam kerugian lingkungan hidup. Penghitungan nilai kerugian ekosistem juga mesti melibatkan ahli terkait.
Mengeluhkan kesehatan
Berdasarkan laporan yang diterimanya, Susan menyatakan, sejumlah warga pesisir terdampak mengeluhkan kesehatannya. Keluhan kesehatan terdiri dari, penyakit kulit, pernafasan, dan pusing.
Dari sisi sosial dan ekonomi, Susan mengatakan, lebih dari sebulan nelayan wilayah terdampak sulit melaut. Hasil tangkapan berkurang drastis, dari yang biasanya berkisar minimal 10 kilogram (kg) kini menjadi 2 kg.
Dalam hal penanganan kesehatan masyarakat pesisir pantai utara Karawang, Jawa Barat, yang terdampak tumpahan minyak, PHE dan Petramedika telah membentuk 9 posko kesehatan. Posko-posko itu terletak di wilayah Ciwaru, Pusaka Jaya Utama, Sedari, Tambaksari, Batu Jaya, Tanjung Pakis, Cemara Jaya, Pasir Putih dan Sungai Buntu.