20 Capim KPK Jalani Tes Kesehatan
JAKARTA, KOMPAS – Proses seleksi 20 Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memasuki tahap tes kesehatan yang dilakukan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Senin (26/8/2019). Kemudian para kandidat akan mengikuti wawancara dan uji publik sebelum 10 nama diserahkan kepada Presiden Joko Widodo pada 2 September 2019.
Sekitar pukul 08.00, para Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) telah mengenakan baju khusus berwarna biru untuk menjalani medical check up. Mereka akan menjalani serangkaian pemeriksaan mulai dari jasmani hingga kejiwaan.
Kepala RSPAD Gatot Soebroto Mayor Jenderal dr Terawan Agus Putranto menyampaikan para Capim KPK akan menjalani dua tahapan, yaitu tahapan pemeriksaan pskiatri dan psikologi, kemudian tahapan pemeriksaan fisik. Dalam pemeriksaan, para dokter akan mengutamakan ketepatan dan kedetailan.
“Ada sekitar 40 dokter yang terlibat. Kami akan cek dengan detail, apakah ada penyakit-penyakit atau halangan bukan hanya fisik tapi juga kejiwaan yang intinya bisa menghalangi pekerjaan beliau-beliau di tengah tekanan selama 4 tahun ke depan. Standar pemeriksaannya pun sama dengan Presiden,” kata Terawan.
Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK Yenti Ganarsih menyampaikan, tes kesehatan ini merupakan tahapan penting. Tahapan ini akan menentukan para komisioner nantinya tidak terhalang dalam menjalankan profesinya.
Setelah menjalani tes kesehatan, para Capim KPK akan menjalani tahapan wawancara dan uji publik yang dimulai besok, Selasa (27/8/2019) hingga Kamis (29/8/2019) di Gedung Utama Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat. Setiap harinya akan ada 7 kandidat berdasarkan urutan nama yang diuji oleh Pansel Capim KPK beserta dua panelis.
“Isyaallah tanggal 29 Agustus 2019 sudah selesai hasil dari tes kesehatan dan hasil wawancara serta uji publik. Sehingga kami (Pansel Capim KPK) bisa langsung rapat maraton sampai malam. Bersamaan dengan itu, hasil sudah bisa kami bahas juga,” ujar Yenti.
Anggota Pansel Capim KPK Al Araf menyampaikan dua panelis yang dilibatkan akan menjadi perwakilan dari publik untuk memberikan pertanyaan kepada para Capim KPK. Mereka adalah Mutia Gani Rahman dan Luhut M Pangaribuan.
“Ibu Mutia itu sosiologi anti korupsi yang memang concern dalam isu korupsi. Empat tahun lalu juga beliau menjadi Pansel Capim KPK. Sementara Pak Luhut adalah pakar hukum pidana yang punya kapasitas dalam isu hukum pidana, jadi beliau memang kompeten,” ujar Al Araf.
Lanjutnya, hasil dari tahapan tes kesehatan akan menjadi bagian pengecekan bersamaan dengan wawancara dan uji publik. Kedua tahapan ini memiliki bobot yang sama, kalau tidak lolos tes kesehatan maka akan menjadi catatan dan tidak akan diproses lebih lanjut.
“Dalam tahapan-tahapan ini, penelusuran rekam jejak juga tetap akan dilihat dalam proses 20 kandidat yang akan disaring menjadi 10 kandidat,” kata Al Araf.
Tahapan
Latar belakang peserta yang lolos terbanyak berasal dari Polri, yakni 4 orang, disusul akademisi 3 orang, serta masing-masing 2 orang dari jaksa, pegawai negeri sipil (PNS), dan pegawai atau komisioner KPK.
Sejauh ini, para Capim KPK sudah melalui empat tahap seleksi. Pada saat pendaftaran, ada 376 orang yang menyerahkan berkas pendaftaran. Setelah melalui proses seleksi administrasi, ada 192 orang yang lolos.
Baca juga : Publik Jadi ”Benteng” Terakhir Penilaian
Para Capim KPK kemudian mengikuti uji kompetensi dan didapatkan 104 kandidat. Kemudian uji psikologi yang meloloskan 40 kandidat. Terakhir, profile assessment yang meloloskan 20 kandidat.
Pada 30 Agustus 2019, Pansel Capim KPK akan melayangkan surat berisi 10 nama kandidat melalui Menteri Sekretariat Negara yang akan diterima Presiden pada 2 September 2019. Setelah itu, nama-nama Capim KPK akan menjadi hak prerogatif dari Presiden untuk ditunda atau diserahkan langsung kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk diadakan fit and proper test.
Menunggu kepastian
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Trimedya Panjaitan mengapresiasi 20 Capim KPK yang telah lolos tes profile assessment. Menurut dia, komposisi capim saat ini menunjukkan fenomena yang menarik karena terdapat calon yang berprofesi sebagai hakim. Keberadaannya melengkapi dua unsur penegak hukum lainnya, yaitu polisi dan jaksa.
Latar belakang peserta yang lolos terbanyak berasal dari Polri, yakni 4 orang, disusul akademisi 3 orang, serta masing-masing 2 orang dari jaksa, pegawai negeri sipil (PNS), dan pegawai atau komisioner KPK.
Jika hakim, jaksa, dan polisi tersebut lolos hingga tahap fit and proper test, ini akan menjadi sejarah. Pertama kalinya tiga elemen penegak hukum lengkap mengikuti seleksi hingga tahap tersebut.
Ia menambahkan, Komisi III menunggu kepastian dari presiden apakah fit and proper test akan diserahkan pada DPR periode 2014—2019 atau periode berikutnya. Sebab masa jabatan mereka akan habis pada akhir September mendatang. DPR membutuhkan waktu paling lama dua hari untuk menyelenggarakan tes tersebut.
Jika fit and proper test akan diserahkan pada DPR periode 2014—2019, Trimedya berharap panitia seleksi sudah menyerahkan nama capim kepada presiden setidaknya pada 2 September. Dengan begitu, ia memprediksi paling lambat presiden akan menggulirkan ke DPR pada 10 September 2019.
“Kami berharap, capim KPK periode ini akan lebih baik dari periode sebelumnya. Mereka juga harus tegas menentukan arah kebijakan, ingin memprioritaskan pencegahan atau penindakan korupsi,” kata Trimedya.
Berkaca pada pimpinan KPK 2015—2019, pada saat fit and proper test tak ada satu pun yang mempresentasikan untuk memprioritaskan penindakan. Akan tetapi, kenyataannya, aktivitas mereka didominasi oleh operasi tangkap tangan (OTT). Menurut Trimedya, langkah tersebut perlu didalami kembali, apakah cukup signifikan dalam menangani korupsi.
“Sejak dulu kami konsisten bahwa pencegahan korupsi semestinya yang diprioritaskan,” kata dia. Guna mendukung pencegahan, KPK juga perlu menguatkan kerja sama dengan pemerintah. Salah satunya dengan memanfaatkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan kecenderungan kementerian yang mendapatkan anggaran terbesar sebagai prioritas objek pengawasan.