Pemblokiran Akses Layanan Data Berlanjut, Rudiantara Minta Maaf
Mayoritas konten yang disebar di dunia maya bertentangan dengan hukum, antara lain, memprovokasi, menghasut, bahkan mengadu domba.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara meminta maaf kepada masyarakat yang terkena pemblokiran akses layanan data telekomunikasi di Provinsi Papua dan Papua Barat. Pemerintah belum bisa memastikan waktu pencabutan blokir akses layanan data.
"Saya bersimpati kepada saudara-saudara kita di Papua. Saya mohon maaf kalau memang (pemblokiran akses layanan data) ini turut memberi dampak," kata Rudiantara ketika dihubungi dari Jakarta, Minggu (25/8/2019).
Dia menjelaskan, suasana memang berangsur kondusif di Papua dan Papua Barat, pasca-demonstrasi beberapa waktu lalu. Akan tetapi, propaganda di dunia maya belum berhenti.
Hal ini membuat pemerintah belum bisa memastikan pencabutan waktu pembatasan akses layanan data telekomunikasi. “Dunia maya yang dimaksud tidak hanya di lingkup nasional, tetapi sampai merembes ke dunia internasional,” katanya.
Dia menjelaskan, mayoritas konten yang disebar di dunia maya bertentangan dengan hukum, antara lain, memprovokasi, menghasut, bahkan mengadu domba.
Pemerintah, lanjut Menkominfo, bertindak dengan mengacu kepada Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pasal 40 Ayat 2a menyatakan, pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Selanjutnya, Ayat 2b menerangkan, dalam melakukan pencegahan, pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan atau memerintahkan penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang muatan melanggar hukum.
“Saya berharap bisa secepatnya (dicabut). Namun masih belum ada indikasi dari sisi waktu sampai sekarang,” katanya.
Dalam memblokir akses layanan data telekomunikasi ini, Rudiantara memastikan bahwa dirinya berkoordinasi dengan penegak hukum. Di samping menghubungi personel lapangan, Rudiantara juga sudah berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara RI (Polri).
“Mana berani saya melakukan hal ini tanpa berkoordinasi dengan penegak hukum,” lanjutnya.
Pemblokiran akses layanan data telekomunikasi memicu reaksi keras dari elemen masyarakat sipil. Pada 23 Agustus lalu, gabungan masyarakat sipil menyomasi Presiden dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. Dalam somasinya, Presiden dituding telah melakukan perbuatan melanggar hukum dengan membiarkan Rudiantara bertindak di luar batas-batas hukum.
UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menyatakan bahwa pencegahan penyebarluasan dan penggunaan informasi elektronik atau dokumen elektronik yang dapat dibatasi pemerintah hanya untuk konten yang memiliki muatan yang dilarang peraturan perundang-undangan.
Dengan arti kata lain, pemutusan akses hanya dapat dilakukan kepada muatan yang melanggar UU, bukan layanan akses secara keseluruhan.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Ari Pramuditya, menyatakan, elemen masyarakat sipil sedang mempertimbangkan untuk menggugat pemerintah di pengadilan.