Masyarakat Papua mendesak pemerintah untuk mengusut oknum aparat yang melakukan diskriminasi ras dan etnis dalam insiden di Surabaya, Jawa Timur. Ulah oknum aparat itu menjadi pemicu unjuk rasa di sejumlah kota.
Oleh
Wisnu Aji Dewabrata
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat Papua mendesak pemerintah untuk mengusut oknum aparat yang melakukan diskriminasi ras dan etnis dalam insiden di Surabaya, Jawa Timur. Ulah oknum aparat itu menjadi pemicu unjuk rasa di sejumlah kota. Masyarakat Papua juga meminta agar pengiriman pasukan serta penggunaan kekerasan di Papua dihentikan.
Desakan masyarakat Papua itu muncul dalam dialog ”Merajut Persatuan dan Kesatuan dalam Semangat Kebinekaan” di Markas Polda Metro Jaya, Jumat (23/8/2019). Dialog dihadiri Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono, Panglima Kodam Jaya Mayor Jenderal Eko Margiyono, Gubernur DKI Anies Rasyid Baswedan, mahasiswa Papua, dan tokoh masyarakat Papua.
Ketua Dewan Pembina Forum Komunikasi Anak Papua Baharudin Farawowan menuturkan, masyarakat Papua meminta TNI/Polri melakukan penegakan hukum terhadap oknum aparat ataupun ormas yang melakukan diskriminasi ras dan etnis dalam insiden di Surabaya. Oknum aparat yang terbukti melakukan diskriminasi ras dan etnis harus dipecat karena perbuatannya telah menimbulkan kemarahan masyarakat Papua.
Masyarakat Papua meminta TNI/Polri melakukan penegakan hukum terhadap oknum aparat ataupun ormas yang melakukan diskriminasi ras dan etnis dalam insiden di Surabaya.
Menurut Baharudin, warga Papua sudah lama mengalami diskriminasi sosial ataupun etnis, tetapi mereka hanya diam. Akibatnya, warga pendatang di Papua menjadi korban emosi masyarakat Papua setelah insiden di asrama mahasiswa Papua di Surabaya.
”Misalnya, mahasiswa Papua terlambat membayar kos atau naik angkot tidak bayar lalu dibilang ’dasar Papua’. Tidak usah berkata begitu. Kan, itu bisa dilakukan oleh semua etnis. Mahasiswa Papua susah mendapat rumah kos. Terpaksa pemda menyediakan asrama yang membebani keuangan pemda,” ujarnya.
Semmy Jenggu dari Forum Komunikasi Anak Papua meminta pengiriman pasukan ke Papua dihentikan karena hanya menimbulkan konflik baru. Pengiriman pasukan ke Nduga menyebabkan warga mengungsi. Nduga jadi medan perang antara TNI/Polri dan kelompok kriminal bersenjata (KKB), padahal warga Nduga juga warga Indonesia.
”Yang terjadi adalah perang kepentingan oknum aparat, tetapi warga yang menjadi korban,” katanya.
Menurut Semmy, membangun Papua harus dengan hati, bukan dengan membangun gedung seperti di Jakarta atau dengan membangun infrastruktur. Masyarakat Papua menuntut keadilan dan diperlakukan sama seperti wilayah lain.
Eko Margiyono mengatakan, Polisi Militer Kodam Brawijaya masih memeriksa oknum TNI yang diduga melakukan diskriminasi ras dan etnis dalam insiden di Surabaya.
”Sekarang masih diproses. Pasti hasilnya akan diungkap. Jangan ada rasa takut dari saudara-saudara. Kami, TNI dan Polri, terdepan melindungi. Tidak perlu risau dan terhasut berita-berita,” tutur Pangdam.
Menurut Gatot, pertemuan tersebut untuk menyikapi berbagai peristiwa yang terjadi di beberapa daerah. Ia mengharapkan warga Papua di Jakarta tidak terpengaruh peristiwa di daerah lain dan berita-berita hoaks.
Anies mengatakan akan segera berkunjung ke asrama mahasiswa Papua yang ada di Jakarta bersama Pangdam dan Kapolda. Menurut Anies, masyarakat Papua perlu memperoleh kesetaraan kesempatan agar ada rasa keadilan. Dari rasa keadilan akan muncul persatuan.