Hasil diet yang tidak optimal bisa terjadi karena diet tidak sesuai dengan faktor genetika yang dimiliki. Faktor genetika sangat berpengaruh pada respons tubuh terhadap nutrisi yang dikonsumsi serta latihan fisik yang dijalankan.
Oleh
Dionisia Arlinta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Diet atau mengatur pola makan menjadi salah satu cara untuk mengatasi masalah obesitas. Sejumlah orang memilih untuk membatasi kalori ataupun pantang mengonsumsi jenis makanan tertentu sebagai model dietnya. Namun, sebagian orang mengeluh tidak mendapatkan manfaat yang signifikan dari dietnya meski sudah dijalankan secara teratur.
Ketua Organisasi Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia Cabang Jakarta Win Johanes menyampaikan, hasil diet yang tidak optimal bisa terjadi karena diet tersebut tidak sesuai dengan faktor genetika yang dimiliki. Faktor genetika sangat berpengaruh pada respons tubuh terhadap nutrisi yang dikonsumsi serta latihan fisik yang dijalankan.
”Makanan sangat memengaruhi ekspresi gen seseorang. Begitu pula dengan jenis olahraga yang dilakukan. Ilmu terkait hubungan antara makanan serta olahraga dan ekspresi gen ini dipelajari melalui nutrigenomik. Hasil dari hubungan ini sifatnya sangat individual dan berbeda antara satu orang dengan yang lain,” tutur Win dalam acara peluncuran panel baru pada pemeriksaan genetik Nutrigenme dari Kalbe Farma, di Jakarta, Jumat (23/8/2019).
Oleh karena itu, lanjut Win, pemeriksaan genetik nutrigenomik perlu dilakukan untuk mengetahui profil seseorang berbasis genetik yang dimiliki. Rekomendasi yang diberikan dokter gizi pun menjadi lebih tepat dalam memerikan konsultasi, perencanaan pola makan, serta panduan aktivitas fisik pasien.
Ahli nutrigenomik dari Universitas Toronto, Kanada, Bibiana Bailo, menuturkan, tren pemeriksaan nutrigenomik semakin berkembang di tingkat global. Hasil dari pemeriksaan ini bisa menjadi panduan pola hidup sehat berbasis genetik yang sifatnya spesifik dan personal sehingga bisa mencapai kondisi kesehatan yang optimal.
Obesitas
Terkait efektivitas pemeriksaan nutrigenomik pada seseorang dengan obesitas, Bibiana menyatakan, identifikasi dari hasil pemeriksaan ini bisa memperlihatkan faktor risiko apa yang menyebabkan obesitas seseorang. Misalnya, pada gen FTO (fat mass and obesity-associated protein) atau gen yang berkaitan dengan obesitas. Seseorang dengan gen tersebut memiliki potensi keberhasilan untuk menjalankan diet protein tinggi.
”Pemeriksaan nutrigenomik bisa menunjukkan banyak penanda gen (genetic marker) pada individu dengan beberapa panel, mulai dari kesehatan kardiometabolik, metabolisme nutrisi, intoleransi tubuh pada makanan, kebiasanan makan, hingga aktivitas fisik dan olahraga. Dari hasil identifikasi ini, akan ditunjukkan apa saja yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan diet dalam mengatasi obesitas,” ucap Bibiana.
Selain mengatasi obesitas, hasil dari pemeriksaan ini juga dapat mencegah risiko penyakit kardiometabolik, seperti jantung, stroke, hipertensi, diabetes, dan gagal ginjal. Dengan mengetahui adanya risiko penyakit tersebut, diharapkan seseorang bisa mencegah sejak dini melalui pendekatan berbasis genetik.
Di Indonesia, Nutrigenomix dari Universitas Toronto, Kanada, telah berkolaborasi dengan PT Kalbe Farma menghasilkan produk Nutrigenme. Direktur Bisnis Genomik PT Bifarma Adiluhung (anak perusahaan PT Kalbe Farma) Julito P Siahaan mengatakan, teknologi ini mulai dikembangkan di Indonesia sejak 2017. Setidaknya sudah ada 1.000 sampel yang diperiksa dengan teknologi itu.
Secara teknis, pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan sampel air ludah atau saliva yang memiliki kandungan genetik dari dinding mukosa mulut. Saliva tersebut akan ditampung pada alat yang telah dilengkapi pengawet. Sebelumnya, pasien hanya diminta puasa selama 30 menit.
Setelah itu, sampel tersebut akan dikirim langsung ke laboratorium Nutrigenomix di Kanada. Hasilnya bisa didapatkan sekitar tiga minggu setelah pengambilan sampel dilakukan. Biaya untuk melakukan pemeriksaan ini sekitar Rp 10 juta.
”Memang tidak murah, tetapi pemeriksaan ini hanya perlu dilakukan sekali dalam seumur hidup. Hasil pemeriksaan ini pun bisa menjadi panduan bagi pasien seumur hidup. Dari hasil pemeriksaan ini juga nanti akan digunakan oleh dokter gizi dalam memberikan rekomendasi menu makanan serta pola hidup yang tepat bagi pasien,” kata Julito.