Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia dalam dua bulan berturut-turut, Juli dan Agustus, memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan BI. Pelaku usaha optimistis, langkah BI ini dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO /FERRY SANTOSO/ DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia dalam dua bulan berturut-turut, Juli dan Agustus, memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan BI. Pelaku usaha optimistis, langkah BI ini dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Selain berdampak positif terhadap pasar, penurunan suku bunga acuan juga diyakini bisa mendorong kegiatan ekonomi. Namun, perbankan diharapkan mengakomodasi penurunan suku bunga acuan BI dengan menurunkan suku bunga kredit.
Hasil Rapat Dewan Gubernur yang disampaikan Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (22/8/2019), suku bunga acuan BI turun 25 basis poin menjadi 5,5 persen.
Pada Juli, suku bunga acuan turun 25 basis poin menjadi 5,75 persen. Dengan dua kali penurunan ini, suku bunga acuan kembali ke posisi Agustus 2018.
BI juga memangkas suku bunga simpanan rupiah bank di BI sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen. Suku bunga pinjaman rupiah bank dari BI juga turun 25 basis poin menjadi 6,25 persen.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani menilai tepat keputusan BI. ”Hal ini merupakan langkah yang tepat dalam rangka mendorong dan menggerakkan pertumbuhan ekonomi serta menurunkan biaya dana,” ujar Rosan.
Sementara Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono berharap, penurunan suku bunga acuan ini bisa mendongkrak daya beli masyarakat. Konsumsi masyarakat yang meningkat akan mendorong pertumbuhan ekonomi RI.
Dari 5,05 persen pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2019, sebesar 2,77 persen disumbang konsumsi masyarakat, sedangkan investasi menyumbang 1,59 persen.
Wakil Presiden Komisaris PT Adaro Energy Tbk Teddy Rachmat berharap penurunan suku bunga acuan BI diikuti dengan suku bunga pinjaman perbankan yang turun. ”Penurunan suku bunga pinjaman bisa menggerakkan ekonomi dan memacu pertumbuhan ekonomi lebih tinggi,” katanya.
Adapun Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani berpendapat, suku bunga acuan yang turun bisa berdampak psikologis terhadap pasar. Kepercayaan pasar bahwa perekonomian RI akan bergerak cepat bisa tumbuh.
Hariyadi juga berharap perbankan mengikuti langkah BI, yakni menurunkan suku bunga pinjaman. Dengan suku bunga pinjaman yang turun, pelaku usaha bisa ekspansi.
Jaga momentum
Dalam jumpa pers, Perry menjelaskan, keputusan ini merupakan langkah lanjutan BI untuk menjaga momentum positif pertumbuhan ekonomi di Tanah Air. ”Kebijakan BI tetap harus preemptif untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi ke depan dari pelambatan pertumbuhan ekonomi global,” ujarnya.
Perry memaparkan, penurunan suku bunga acuan akan berdampak pada biaya investasi yang semakin murah. Peningkatan permintaan investasi, baik bangunan maupun non-bangunan, diharapkan dapat mendorong permintaan pembiayaan perbankan.
penurunan suku bunga acuan akan berdampak pada biaya investasi yang semakin murah.
Sektor-sektor yang bergerak itu akan turut mendorong dan menumbuhkan konsumsi rumah tangga.
”Kebijakan penurunan suku bunga diarahkan untuk mendorong permintaan pembiayaan dari sisi korporasi maupun rumah tangga setelah kami pastikan kebutuhan likuiditas terpenuhi,” ujarnya.
Kendati suku bunga acuan BI dipangkas, Perry tetap optimistis, tingkat kepercayaan investor pada perekonomian Indonesia tetap tinggi. Hal ini sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2019 di bawah titik tengah 5-5,4 persen.
Berdasarkan catatan BI, sampai dengan 8 Agustus 2019, aliran modal asing mencapai Rp 179,6 triliun. Jumlah itu masuk ke Surat Berharga Negara (Rp 113,7 triliun) dan instrumen pasar saham (Rp 65,9 triliun).
Ekonom UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja, menilai, keputusan pelonggaran suku bunga dapat mendukung pemulihan ekonomi domestik. Hal ini dapat dilakukan dengan catatan inflasi terukur pada kisaran rendah serta gejolak stabilitas nilai tukar rupiah terjaga.
”Ruang pelonggaran moneter memang masih terbuka, tetapi harus dipastikan kondisi (likuiditas) perbankan dapat menerima sokongan dari penurunan suku bunga,” ujarnya.
Nilai tukar berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Kamis, sebesar Rp 14.234 per dollar AS. Adapun Indeks Harga Saham Gabungan ditutup melemah 0,219 persen ke posisi 6.239,245.
Ekonom Bank Danamon, Wisnu Wardana, berpendapat, pelonggaran moneter perlu disertai upaya mempertahankan stabilitas nilai tukar. Dengan demikian, setiap peningkatan permintaan domestik tidak menimbulkan risiko bagi keseimbangan transaksi berjalan.
”Upaya tersebut selaras dengan tujuan BI dalam mengatasi risiko pelemahan permintaan domestik setelah terjadi penurunan kinerja ekspor akibat pelambatan pertumbuhan ekonomi global,” katanya. (FER/CAS/DIM)