JAKARTA, KOMPAS Sejak dicanangkan pada 2015, Kawasan Sains dan Teknologi mulai menunjukkan dampak. Meski masih kecil, kemunculnya teknopreneur, terserapnya tenaga kerja, hingga tumbuhnya bisnis jadi indikator yang membangkitkan optimisme bahwa Indonesia pun mampu menumbuhkan kewirausahaan berbasis teknologi.
Semula, pemerintahan menargetkan membangun 100 kawasan sains dan teknologi (KST) pada periode 2015-2019. Namun target itu akhirnya direvisi karena berdasar pengalaman berbagai negara untuk menumbuhkan KST menjadi pusat bisnis unggul seperti Silicon Valley di Amerika Serikat butuh waktu 20-30 tahun.
KST atau yang di awal pencangannya disebut science and technology park adalah wahana yang dikelola untuk mengembangkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan melalui pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari KST ini diharapkan muncul perusahaan pemula (startup) berbasis teknologi.
Kini, sudah ada lebih dari 40 KST yang dikelola tujuh kementerian dan lembaga. Jumlah itu diharapkan meningkat menjadi 78 KST pada 2030 dengan delapan KST di antaranya memiliki kinerja atau status maturitas utama yang artinya bisa bersaing di tingkat regional dan internasional.
Kini, sudah ada lebih dari 40 KST yang dikelola tujuh kementerian dan lembaga. Jumlah itu diharapkan meningkat menjadi 78 KST pada 2030.
“KST jadi tempat menumbuhkan wirausahawan muda yang bisa mendorong ekonomi bangsa,” kata Direktur Kawasan Sains Teknologi dan Inkubator Bisnis (STP) IPB University, Rokhani Hasbullah, di Jakarta, Kamis (22/8/2019).
KST yang dikelola IPB University fokus menyelenggarakan inkubasi bagi perusahaan pemula berbasis pertanian tropis, pangan, biosains dan kelautan. Sejumlah produk yang sudah dihasilkan antara lain berbagai kosmetik berbasis rumput laut, kandang ayam yang higienis dan modern, olahan kopi, helm berbahan limbah sawit, hingga obat penahan pertumbuhan rambut.
Dari 2017 hingga 2019, STP IPB University mampu meningkatkan mitra hingga 173 persen, menambah jumlah tenaga kerja 51 persen, menambah jumlah omset sebesar 227 persen dan meningkatkan valuasi bisnis sampai 269 persen.
Pelaksana Tugas Direktur KST dan Lembaga Penunjang Lainnya, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), Kemal Prihatman, mengatakan KST menjadi lembaga yang menjembatani peneliti dengan masyarakat dan juga industri. Dengan jembatan itu, wirausahawan dan industri tidak perlu mengembangkan lembaga riset sendiri yang membutuhkan investasi besar.
KST menjadi lembaga yang menjembatani peneliti dengan masyarakat dan juga industri.
Tak hanya itu, para usahawan yang produksinya diinkubasi di KST juga dibantu dengan permodalan, teknologi proses maupun pengemasan, hingga pemasaran. Di KST, para teknopreneur baru itu akan dibimbing mengembangkan usahanya hingga produknya layak untuk dikomersialisasikan.
“STP bisa berpartisipasi dalam mendorong munculnya 3.500 teknopreneur pada 2024 yang ditargetkan pemerintah,” katanya.
Kepala Subdirektorat KST Kemristekdikti Yani Sofyan mengatakan munculnya lebih banyak teknopreneur sangat mungkin mengingat satu KST bisa memiliki lebih dari satu inkubator, tergantung bidang fokus yang dikelola atau tingkat kemajuan bidang tertentu yang diinkubasi. Selain itu, keterlibatan sejumlah perguruan tinggi dan pemerintah daerah dalam mengelola KST juga mempercepat munculnya teknopreneur baru.
Dari pengalaman, memang tidak semua produk yang diinkubasi selalu berhasil. Namun dari pengalaman pusat inkubasi bisnis di mancanegara, KST bisa dianggap sukses jika mampu menjadikan minimal 20 persen produk yang diinkubasi sukses di pasar dan usaha rintisannya bertumbuh besar.
“Di IPB (IPB University), dari lebih 265 perusahaan pemula yang masuk inkubasi, 83 persennya berhasil,” tambah Rokhani. Kondisi itu mencerminkan kewirausahaan berbasis teknologi sekaligus memanfaatkan sebesar-besarnya keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia memiliki prospek yang bagus.
Yani menambahkan, mengembangkan KST memang tidak mudah dan butuh waktu. Terlebih, KST yang ada di Indonesia rata-rata masih berumur kurang dari empat tahun, bahkan di antaranya masih baru berdiri hingga terlalu dini menghitung dampaknya. Namun, upaya pemerintah yang konsisten mengembangkan KST selama lima tahun terakhir perlu terus dijaga hingga dampak dari pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi masyarakat benar-benar bisa dirasakan.