BANYUWANGI, KOMPAS - Trek menanjak di lereng Gunung Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur, berhasil memancing rasa penasaran para pebalap sepeda dari berbagai negara. Mereka pun berlomba untuk bisa menaklukkannya pada etape keempat ajang balap internasional Bank BRI Tour d’Indonesia 2019, Kamis (22/8/2019).
Etape terberat ini menawarkan tiga segmen pendakian untuk meraih poin King of Mountain (KoM) dan tiga segmen sprint. Setelah start dari Kota Jember, para pebalap dari 18 tim terlebih dahulu mendaki di area Watu Gudang (KoM pertama) dan langsung melewati tiga segmen sprint. Sebelum memasuki garis finis, mereka kembali mendaki di Desa Licin hingga ke Paltuding yang menjadi titik awal pendakian ke Gunung Ijen.
Pendakian yang terjal dan panjang sekitar 15 kilometer di jalan sempit menuju Paltuding ini begitu menantang sehingga dimasukkan di dalam rute Tour d’Indonesia (TdI) 2019. Apalagi tanjakan tersebut berstatus Hors Categorie atau tanjakan yang paling sulit. Oleh karena itu, ketika memenangi etape keempat pada Kamis kemarin, pebalap dari tim Terengganu Inc TSG Cycling Team, Metkel Eyob, selalu tersenyum dan mulai kecanduan.
“Saya memang memilih datang ke Indonesia dan ikut balapan karena tanjakan ini. Tentu saya ingin bertanding lagi jika ada balapan lagi di sini,” ujar Eyob. Pebalap asal Eritrea, Afrika timur ini, sangat bangga karena ini merupakan pengalaman pertama merasakan tanjakan tersebut dan bisa mengalahkan pebalap-pebalap lainnya yang sebelumnya sudah pernah mencoba.
Thomas Lebas, pebalap dari Kinan Cycling Team, misalnya, pernah mengikuti International Tour de Banyuwangi Ijen 2018 tetapi hanya mampu finis di urutan kedua. Meski demikian, Lebas berhak memakai jersey biru yang menandakan sebagai “raja tanjakan” karena saat ini masih memiliki poin tertinggi KoM. Ia masih "kecanduan" untuk bisa menaklukkan tanjakan ini.
“Tanjakan ini memang tanjakan terberat yang pernah saya daki. Saya pernah menaklukkan rute tanjakan di Gunung Fuji, Jepang. Mungkin Fuji lebih tinggi tetapi jaraknya pendakiannya hanya pendek, tidak sepanjang di sini (Ijen),” kata Lebas. Sejak awal start etape keempat kemarin, Lebas juga sudah merasa bahwa balapan akan sangat berat.
Gelar Raja Tanjakan yang ia raih dalam etape keempat ini pun tak ubahnya sebagai pembalasan. Dalam International Tour de Banyuwangi Ijen 2018, Thomas hanya mampu finis di urutan kedua terpaut 4 detik dari Benjamin Dyball yang saat itu membela tim balap St George Continental Cycling Team.
Dalam TdI 2019, Dyball sudah bergabung bersama Team Sapura Cycling. Namun, ia tidak mampu mengulang kejayaan bersama St George Continental Cycling Team tahun lalu. Dyball hanya mampu finis di urutan ke lima, terpaut 1 menit 44 detik di belakang Eyob.
Bahkan, sang juara TdI 2018 dari Thailand Continental Cycling Team, Ariya Phounsavath, juga tercecer pada urutan ke-11 meski sudah pernah menjajal tanjakan ini pada tahun lalu bersama Lebas dan Dyball. “Balapan kali ini lebih sulit karena lawan-lawan juga lebih kuat dan cepat,” ujar pebalap asal Laos tersebut.
Kesulitan yang sama juga dirasakan oleh dua pebalap Indonesia, Aiman Cahyadi (PGN Road Cycling Team) dan Woro Fitriyanto (Tim Nasional Indonesia). Meski sudah beberapa kali melintasi rute tersebut, Aiman hanya mampu finis di urutan ke-14 dan menjadi pebalap Indonesia tercepat pada etape tersebut. Sementara Woro finis pada urutan ke-26.
“Hari ini sebenarnya target masuk lima besar tetapi lawan memang sangat kencang. Balapan di Indonesia yang paling kencang yang sekarang ini,” ujar Aiman. Meski demikian, Aiman tidak lantas putus asa karena sejauh ini ia masih menjadi pebalap Indonesia terbaik dan mengincar predikat pebalap Asia terbaik.
Sementara Woro mengakui kecepatannya belum sebanding dengan lawan-lawannya di etape tersebut. “Kecepatan saya sudah maksimal, kalau dipaksakan lagi saya bakal habis duluan,” katanya.
Diapresiasi UCI
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Sport Sepeda Indonesia (PB ISSI) Raja Sapta Oktohari mengaku puas dengan rute tanjakan yang tersaji di etape keempat ini. Ia mengatakan, Komisaris dari (Union Cycliste Internationale/Federasi Sepeda Balap Dunia) UCI sangat mengapresiasi rute tersebut.
“Kami mendapat apresiasi dan kredit dari Komisaris UCI. Mereka menilai, rute ini lebih sulit dari Tour de France. Melihat pelaksaanaan dan jalur yang tersedia, ini tentu akan menjadi berita positif bagi dunia balap sepeda,” tutur Okto.
Ajang TdI 2019 memang memiliki kelas yang lebih tinggi dari tahun lalu, yaitu level 2.1 UCI. Kenaikan kelas ini juga berkat tantangan yang lebih berat seperti di Ijen dan etape yang lebih panjang dari tahun 2018.
Perubahan pun dilakukan pada dua etape terakhir. Tahun lalu, etape ketiga di Banyuwangi berakhir di tengah kota tanpa ada jalur menanjak. Pun demikian di etape keempat atau terakhir, kurang memberikan tantangan karena berakhir di Danau Bedugul, Bali. Tahun ini, etape kelima atau terakhir pada Jumat (23/8/2019) masih menyuguhkan tanjakan yang tersedia di jalur menuju Gunung Batur, Bangli.
“Di tahun ini, para pebalap disuguhkan jalur-jalur tanjakan yang menantang. Tahun depan kalau masih di gelar di Jawa, rute Gunung Ijen harus masuk dalam rute balapan,” tutur Okto.