BUMN dinilai perlu memperbaiki tata kelola pemerintahan dan manajemen komunikasi agar dapat lebih baik menghadapi krisis. Manajemen krisis yang baik akan meningkatkan valuasi perusahaan serta kepercayaan pemerintah dan publik.
Oleh
Erika Kurnia
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Badan usaha milik negara dinilai perlu memperbaiki tata kelola pemerintahan dan manajemen komunikasi agar dapat lebih baik menghadapi krisis. Manajemen krisis yang baik akan meningkatkan valuasi perusahaan serta kepercayaan pemerintah dan publik.
Setidaknya, dalam dua bulan terakhir, krisis yang dialami beberapa badan usaha milik negara (BUMN) menjadi perhatian publik. Awal Agustus lalu, terjadi pemadaman listrik di sebagian wilayah barat Pulau Jawa. Atas kejadian itu, Presiden Joko Widodo turun untuk meminta tanggung jawab dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Juli lalu, Serikat Karyawan Garuda Indonesia melaporkan dua youtuber ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik karena mengulas pelayanan yang dinilai buruk di dalam pesawat. Kemudian, adanya gangguan sistem pencatatan transaksi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk yang membuat saldo ribuan nasabah berubah drastis selama sehari.
Rektor Universitas Katolik (Unika) Atma Jaya sekaligus pakar ekonomi Agustinus Prasetyantoko mengatakan, saat ini BUMN berada di posisi yang tidak mudah. Sebagai perusahaan yang sebagian dimiliki negara, mereka harus memanajemen ekspektasi pemerintah, publik, dan industri.
”Dengan fungsinya yang penting, BUMN harus membereskan tata kelola pemerintahan (governance) agar berorientasi nol kesalahan dan manajemen komunikasi lima tahun ke depan,” ujar Prasetyantoko dalam diskusi ilmiah bertajuk ”Bedah Kasus Krisis BUMN: Multi Perspektif” di Unika Atma Jaya BSD, Tangerang, Jumat (23/8/2019).
Tata kelola pemerintahan yang baik, menurut dia, dibutuhkan karena BUMN memegang kendali yang cukup besar dalam pembangunan, setidaknya selama pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla lima tahun terakhir. BUMN infrastruktur, misalnya, mengerjakan banyak proyek besar, seperti jalan tol, bandara, dan irigasi.
Hal itu menjadi positif karena membesarkan BUMN yang diberi tanggung jawab, seperti PT Waskita Karya Tbk yang kini memiliki aset Rp 12 triliun dibandingkan Rp 2 triliun pada 2014. Di sisi lain, konglomerasi BUMN bisa berdampak negatif karena menimbulkan kecemburuan bagi pelaku atau aktor ekonomi lainnya.
Untuk mengatasi krisis komunikasi, humas perusahaan harus memiliki kemampuan manajemen strategi.
Penasihat Komunikasi dan Media Perum Bulog Benny Siga Butarbutar menambahkan, buruknya tata kelola pemerintahan bisa memengaruhi manajemen komunikasi. Hal itu bisa memicu krisis komunikasi jika diperparah dengan ketidakmampuan menghadapi krisis.
”Kita lihat kasus Garuda, di mana masalah komunikasi dengan publik justru ditangani secara hukum. Kemudian, Direktur Utama PLN ketika dimintai keterangan terkait pemadaman oleh pemimpinnya malah membahas hal teknis,” ujarnya.
Untuk mengatasi krisis komunikasi, humas perusahaan harus memiliki kemampuan manajemen strategi. Kemampuan itu diperlukan untuk membentuk persepsi dan menghadapi paradoks yang dapat muncul saat krisis terjadi.
Selain itu, perusahaan juga harus menempatkan sumber daya manusia yang memiliki kapasitas sesuai profil perusahaan, khususnya di perusahaan 4 H. Perusahaan 4 H yang dimaksud adalah yang memiliki keahlian, teknologi, modal, dan risiko yang tinggi (high).
Markets Group Director PwC Indonesia Daniel Rambeth, pada acara tersebut, berpendapat, buruknya manajemen komunikasi atas krisis yang terjadi tidak hanya akan merugikan perusahaan, tetapi juga konsumen.
”Untuk itu, kehumasan harus jadi pusat yang menenangkan untuk mengatasi ketakutan publik atau investor,” ujarnya.
Menurut dia, pemulihan reputasi juga menjadi hal yang penting dilakukan selain memperbaiki kinerja perusahaan. Reputasi menjadi penting karena memiliki nilai selain aset yang dapat dihitung.
”Di banyak perusahaan, reputasi dihitung sebagai valuasi. Coca-Cola, misalnya, mereka memiliki valuasi Rp 116 miliar, padahal aset atau kekayaan riilnya hanya Rp 4 miliar,” ucap Daniel.