Taksi Daring Kemungkinan Bakal Kena Aturan Ganjil Genap
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO / STEFANUS ATO / AGUIDO ADRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan pemasangan stiker bebas ganjil genap untuk taksi dalam jaringan (online) tak dapat dilakukan. Sebab, tidak ada aturan yang membolehkan penandaan tersebut.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Lupito mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus, penandaan stiker untuk taksi daring tidak diperbolehkan. Aturan itulah yang dipegang oleh Pemprov DKI untuk membuat kebijakan perluasan sistem ganjil genap nanti.
"Jadi, kalau kami lihat aspek legalnya, sesuai PM 118/2018, itu tidak ada penandaan," ujar Syafrin di Gedung DPRD Jakarta, Kamis (22/8/2019).
Penggunaan stiker untuk taksi daring pernah diatur dalam Permenhub Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Namun, aturan penggunaan stiker itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Di Permenhub Nomor 118/2018 pun, penggunaan stiker tak diatur.
Oleh karena itu, menurut Syafrin, apabila Pemprov DKI bersikeras memberlakukan penggunaan stiker tersebut, maka Pemprov bisa terjerat hukum.
"Kedudukan hukum tertinggi ada di Mahkamah Agung. Artinya, kalau Pak Gubernur mengatur pemberian penandaan, kan, bertentangan dengan itu," kata Syafrin.
Untuk itu, lanjut Syafrin, koordinasi masih terus dilakukan antara Dishub DKI dengan Korps Lalu Lintas Polri dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, untuk mencari opsi selain penggunaan stiker. "Kami harapkan ada way out (jalan keluar) yang baik," tuturnya.
Tidak dikecualikan
Syafrin juga memberikan isyarat perluasan ganjil genap kelak akan disamakan dengan kebijakan ganjil genap tahap pertama. Artinya, taksi daring tetap harus mematuhi aturan ganjil genap yang ada. Sebab, angkutan tersebut tak termasuk dalam pengecualian kendaraan bebas ganjil genap.
Sebagai catatan, ganjil genap hanya dikecualikan salah satunya kepada angkutan umum berplat kuning. Tak ada nomenklatur khusus untuk taksi daring.
"Kan selama ini memang mereka (taksi daring) tidak diperkecualikan," ujar Syafrin.
Secara terpisah, Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menambahkan, penggunaan stiker sudah tak bisa setelah MA menganulir Permenhub Nomor 108/2017. "Jadi tidak mungkin lagi pakai (stiker) itu," katanya.
Perluasan ganjil genap kelak akan disamakan dengan kebijakan ganjil genap tahap pertama. Artinya, taksi daring tetap harus mematuhi aturan ganjil genap yang ada. Sebab, angkutan tersebut tak termasuk dalam pengecualian kendaraan bebas ganjil genap
Menurut Budi, kemungkinan besar sistem ganjil genap akan tetap berlaku untuk taksi daring. Jadi, lanjut Budi, nanti Pemprov DKI tinggal berkoordinasi dengan pihak aplikator bagaimana caranya membuat algoritme agar pesanan di jalanan ganjil genap disesuaikan dengan tanggal di kalender.
"Jadi, algoritme di aplikasinya sudah diatur. Itu belum tentu disetujui tetapi itu paling gampang diimplementasikan. Toh, sudah jelas banget, yang prioritas bebas ganjil genap itu kendaraan angkutan umum, plat kuning," kata Budi.
Sementara itu, Kepala Sub-Direktorat Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar M Nasir, menyampaikan, pihaknya tak bisa berandai-andai terkait tuntutan sejumlah pengemudi taksi daring untuk dibebaskan dari kebijakan ganjil genap. Polisi hanya akan bekerja sesuai peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
"Polisi tidak mempunyai kewenangan untuk membijaksanakan ketentuan tentang ganjil genap. Polri hanya akan melakukan eksekusi terhadap kebijakan yang sudah diambil," ujar Nasir.
Ketua Umum Paguyuban Mitra Online Indonesia, Ade Armansyah, menyayangkan sikap atas tidak adanya untuk taksi dalam jaringan. Tentu ini akan merugikan para sopir karena akan semakin mengurangi pendapatan mereka.
Selain itu, kata Ade, jika melihat Permenhub Nomor 118/2018, pemerintah bisa menjadi para mitra aplikator sebagai pemasukan daerah.
"Jika dijalankan Permenhub tersebut, bisa saling kerjasama. Pemerintah daerah bisa mengambil pajak dari aplikator jika mau menjalankan regulasi permen. Sehingga bisa menambah pemasukan daerah. Seharusnya itu dipertimbangkan," ujar Ade.
Menurut Ade, keberadaan taksi dalam jaringan justru bisa menjadi moda transportasi publik dengan mengintegrasikan langsung ke stasiun kereta komuter.