Pembangunan sumber daya manusia menjadi fokus pemerintahan Joko Widodo pada periode 2019-2024. Rencana ini dinilai tepat karena sesuai dengan momentum bonus demografi bangsa sekaligus mempersiapkan generasi emas pada 2045. Untuk itu, dibutuhkan komitmen dan kesadaran penuh dari setiap pemangku kepentingan untuk menghilangkan ego sektoral masing-masing agar bisa bergerak bersama secara sinergis.
Oleh
Deonisia Arlinta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan sumber daya manusia menjadi fokus pemerintahan Joko Widodo pada periode 2019-2024. Rencana ini dinilai tepat karena sesuai dengan momentum bonus demografi bangsa sekaligus mempersiapkan generasi emas pada 2045. Untuk itu, dibutuhkan komitmen dan kesadaran penuh dari setiap pemangku kepentingan untuk menghilangkan ego sektoral masing-masing agar bisa bergerak bersama secara sinergis.
Isu tersebut muncul dalam diskusi bertajuk ”Pembangunan Manusia Indonesia ke Depan dengan Dukungan Satu Data Kependudukan” di kantor Redaksi Kompas, Rabu (21/8/2019). Diskusi dibuka Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani.
Diskusi dihadiri, antara lain, Kepala BPS Suhariyanto, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, Ketua Umum Koalisi Kependudukan Sonny Harry B Harmadi, Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrullah, dan Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Presiden Deni Purbasari.
Berdasarkan proyeksi penduduk hasil Survei Penduduk Antarsensus (Supas) 2015-2045, jumlah penduduk pada 2019 sebesar 267 juta jiwa. Jumlah ini terus meningkat menjadi 282 juta jiwa pada 2025, 304 juta jiwa pada 2035, dan mencapai 319 juta jiwa pada 2045.
Dari jumlah penduduk pada 2019, proporsi penduduk menurut umur, pada usia 0-14 tahun sebesar 24,8 persen, usia 15-64 tahun 68,7 persen, dan usia lebih dari 65 tahun 6,51 persen.
Puan mengungkapkan, peta jalan terkait pembangunan sumber daya manusia terus digarap. Peta ini penting sebagai arahan dalam penguatan dan pengkajian menuju sumber daya manusia unggul. Selain itu, koordinasi lintas sektor juga perlu diperkuat.
”Jadi siapa pun kabinet ke depan harus cepat tanggap dan cepat belajar. Sistem yang ada harus bisa bersinergi. Koordinasi antar-kemeterian dan lembaga itu paling mahal di negara ini. Ego sektoral setiap sektor masih tinggi,” ujar Puan.
Hasto Wardoyo berpendapat, kebijakan serta program jangka menengah dan panjang terkuat perkembangan penduduk perlu dipersiapkan secara matang. Untuk itu, rencana induk pembangunan kependudukan dan keluarga nasional perlu segera dibentuk. Rencana ini harus dirancang secara komprehensif dan melibatkan banyak pihak yang terkait.
”Tanpa rencana induk, bagaimana negara bisa mewujudkan semesta berencana. Rencana induk ini juga harus menyangkut pada kualitas dan kuantitas sumber daya manusia itu sendiri,” ujarnya.
Deputi III Kantor Staf Presiden Denni Purbasari menyatakan, sejumlah isu yang saat ini menjadi prioritas pemerintah dalam meningkatkan kompetensi dan kualitas sumber daya manusia, antara lain, adalah kesehatan, pendidikan dan keterampilan, migrasi, infrastruktur, kualitas hidup dan perlindungan sosial, populasi yang menua, serta perubahan iklim.
Untuk mendukung pemenuhan SDM yang unggul, intervensi yang dilakukan menggunakan pendekatan siklus hidup manusia. Artinya, intervensi dilakukan mulai dari dalam kandungan sampai usia lanjut.
”Sektor utama pembangunan manusia adalah kementerian terkait kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, pemuda dan olahraga, perlindungan sosial, reformasi birokrasi dan hukum, serta ideologi. Ideologi ini soal pembangunan karakter jadi dalam pembangunan harus diwarnai dengan nasionalisme dan cinta Tanah Air,” katanya.
Sonny Harry B Harmadi menambahkan, semua sektor kepentingan diharapkan memiliki sikap kesadaran bersama dalam menghadapi tantangan yang harus dihadapi dalam pembangunan SDM pada masa depan. Kesadaran untuk saling bersinergi dan berkolaborasi merupakan kunci keberhasilan dalam pembangunan SDM.
Adapun tantangan tersebut, yakni digitalisasi dan otomasi pekerjaan, keahlian dasar tenaga kerja di Indonesia yang masih rendah, angka kesakitan penyakit tidak menular yang tinggi, serta masih rendahnya budaya literasi, inovasi, dan kreativitas. Oleh karena itu, kebijakan ke depan harus mencakup manajemen talenta SDM yang baik, penguatan kesempatan pendidikan dan pelatihan vokasi, serta pemerataan pembangunan hingga ke desa.
”Sinkronisasi dan integrasi data kependudukan serta solusi penyediaan data untuk mengukur kinerja pembangunan SDM unggul secara berkala juga harus diperhatikan,” katanya.