Kendati ada kemungkinan imbal hasil turun, Surat Berharga Negara yang diterbitkan Pemerintah RI tetap menarik bagi investor. Sebab, data perekonomian makro RI relatif stabil meski ada catatan mengenai cadangan devisa dan neraca perdagangan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati ada kemungkinan imbal hasil turun, Surat Berharga Negara yang diterbitkan Pemerintah RI tetap menarik bagi investor. Sebab, data perekonomian makro RI relatif stabil meski ada catatan mengenai cadangan devisa dan neraca perdagangan.
Pada awal 2019, imbal hasil SBN bertenor 10 tahun sempat mencapai 8 persen. Hal ini mendorong aliran dana investor asing masuk ke pasar surat utang negara dan membuat likuiditas pasar membaik.
Associate Director Fixed Income PT Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto berpendapat, peluang penurunan imbal hasil SBN tidak menghilangkan magnet Indonesia. Namun, Ramdhan mengingatkan agar dana yang diperoleh dari penerbitan surat utang digunakan lebih efektif.
”Penyerapan dan penggunaan utang seharusnya dapat memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia,” katanya, Rabu (21/8/2019), di Jakarta.
Dalam Rancangan APBN 2020, pemerintah akan menerbitkan SBN senilai Rp 389,3 triliun. Adapun pembiayaan utang Rp 351,9 triliun.
Analis Riset PT Capital Asset Management, Desmon Silitonga, berpendapat, pemerintah tidak bisa tinggal diam melihat dana investor asing mengalir deras ke pasar SBN. ”Penarikan utang harus disesuaikan dengan realisasi pendapatan dan realisasi belanja. Kadang penyerapan (utang) belum maksimal, padahal utang sudah telanjur ditarik,” ujarnya.
Ruang penurunan imbal hasil instrumen SBN terbuka seiring tren suku bunga global yang menurun. Bunga yang kecil akan membuat beban pemerintah dalam melunasi bunga utang semakin ringan.
Dalam 10 tahun terakhir, rata-rata imbal hasil per tahun Asian Bond Fund Index Indonesia, yang menjadi salah satu acuan aset SBN, mencapai 10,4 persen. Angka ini jauh di atas rata-rata inflasi 4,6 persen per tahun pada periode yang sama.
Pilihan
Desmon menyebutkan, saat ini pemerintah tidak mempunyai banyak pilihan untuk menutup defisit anggaran, selain dengan menerbitkan SBN.
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Loto Srinaita Ginting membenarkan, penerbitan SBN merupakan salah satu cara untuk menutup defisit anggaran pemerintah.
Kementerian Keuangan berkomitmen meningkatkan porsi penerbitan SBN untuk ritel pada 2020. Upaya ini merupakan bagian dari pendalaman pasar keuangan domestik dengan memperluas basis investor dalam negeri di pasar obligasi.
Direktur Jenderal DJPPR Kementerian Keuangan Luky Alfirman menuturkan, upaya pemerintah memperluas basis investor domestik perlu waktu dan bertahap.